37b. Perebutan (2)

214 67 3
                                    


Mungkin benar, teriakan minta tolong si Arwah Nuraini didengar oleh semesta. Sebuah jukung kecil bermuatan dua orang datang dari arah hulu, menuju tempat mereka. Salah satu penumpangnya mengenali Urai.

"Urai!" panggil pemuda di jukung itu.

Urai yang tengah merunduk, berlindung di balik talawang, menoleh. Ia segera mengenali sosok tampan bermata indah yang mengenakan ewah merah dan berdiri tegak di atas jukung. Pemuda itu tidak sendiri. Di belakangnya, duduk Siun, orang yang mengantar mereka ke lanting dulu. Urai langsung girang. Ia merasa kedatangan malaikat penyelamat.

"Riwuuuut! Tolong kami!" teriak Urai.

Tanpa banyak bertanya lagi, Riwut melaju ke sampan Silas dan meloncat ke sana. Bersama Siun, ia ikut melawan enam orang dari desa gaib.

"Deka, cepat kembali ke jukung dan bawa Urai pergi dari sini!"

Deka segera merayap ke haluan sampan Silas, lalu meloncat ke jukung Urai. Bersama Urai, ia mendayung sekuat tenaga.

Tanpa diketahui Deka, Silas melemparkan tali berujung kait. Laju sampan kecil itu pun tertahan. Berikutnya, Silas dan seorang anak buahnya meloncati jarak di antara kedua perahu untuk memburu Deka dan Urai. Tanpa mandau dan hanya berbekal dayung dan talawang, Deka dan Urai berusaha bertahan. Apa daya, Deka hanya tahu soal jual beli beras dan ilmu sosial yang tidak pernah dipraktikkan. Cukup sekali pukul saja, Silas berhasil membuatnya tersungkur di lantai.

Silas dan temannya mendudukkan paksa Urai dan Deka, lalu menghunus mandau di leher keduanya. "Hoooi! Berhenti kalian! Kalau tidak, kupenggal leher gadis dan temanmu ini!"

Teriakan Silas sampai ke telinga Jala dan Riwut. Melihat Urai dan Deka menjadi sandera, mereka langsung lemas.

"Jatuhkan mandau kalian!" perintah Silas lagi.

Jala, Riwut, dan Siun terpaksa melempar mandau mereka ke lantai sampan.

Di bawah ancaman Silas dan anak buahnya, Jala, Riwut, Siun, Deka, dan Urai digiring ke tepi sungai. Di pantai berpasir yang landai, mereka dipaksa berlutut dengan tangan ditekuk di belakang kepala.

Silas menggendong Riun yang pingsan ke tepi hutan. Ia memerintahkan anak buahnya mencari air minum. Seorang lagi disuruh mengumpulkan daun sirih dan kulit kayu untuk obat. Ia juga berusaha menyalurkan energi gaib dengan menggerakkan mandau dari ujung kepala hingga ujung kaki Riun, lalu berputar di atas lukanya.

"Dia masih bisa selamat?" tanya anak buah Silas yang ikut memeriksa luka Riun.

"Entahlah. Kita tunggu saja."

"Sebaiknya kamu lepaskan saja. Wanita ini membawa masalah. Kamu pun mendapatkannya dengan cara yang tidak waj—"

Kalimat orang itu terhenti. Silas telah menghunus mandau ke lehernya. "Sekali lagi kamu ucapkan itu, kepalamu tidak bertengger di atas leher lagi!"

"Maaf, maaf. Lalu, tawanan itu mau diapakan?"

"Habisi saja semua. Berani-beraninya mereka menculik pengantinku."

"Semuanya, termasuk perempuan itu?"

"Ya! Mereka semua bekerja sama menculik pengantinku. Kesalahan itu tidak bisa diampuni!"

Perkataan Silas dan rekannya didengar oleh Jala. Ia mulai menduga-duga penyebab Riun terlepas dari tangannya. Kemarahan pun meledak. "Dia bukan pengantinmu! Dia tunanganku!" seru Jala.

Silas menoleh. "Dia bukan tunanganmu lagi! Buktinya, dia ingin kembali padaku."

"Kamu membuatnya hilang ingatan! Dasar penipu!"

"Penipu kamu bilang? Riun hilang ingatan karena dia mendapat hidup baru. Begitulah hukum alam di wilayah gaib kami."

Jala mendengkus dan meludah. Hinaan itu membuat Silas semakin murka.

"Kamu pikir sesuci apa dirimu? Dia sudah mati sebelum terlempar ke dunia kami. Kalau bukan karena kekuatan desa gaib, dia sudah membusuk di tanah!"

Perkataan Silas sontak membuat Deka ternganga. Riun sudah meninggal dan terlempar ke dunia Silas? Kekuatan apa yang membuatnya hidup kembali? Firasat buruk merebak kuat di benaknya. "Apa yang sudah kamu lakukan?" cecarnya pada Jala.

"Oh, kamu belum tahu siapa temanmu ini?" cibir Silas. "Dia dukun sesat. Dia melanggar hukum semesta dengan memutar balik waktu."

"Memutar waktu?" Deka mulai bisa meraba apa yang tengah terjadi. Ia yakin sekali sumber segala kekacauan ini adalah Jala.

Silas tersenyum lebar. Bagi Deka, senyum itu lebih mirip seringai preman pasar. "Kekasihnya meninggal karena luka di perut. Dia tidak terima dan membuat upacara gaib untuk memutar balik waktu agar mereka kembali ke masa lalu dan bisa menikah. Tentu saja, itu sangat terlarang."

Jala tertegun mendengar keterangan Silas. Bagaimana mungkin Silas mengetahui tentang ritual yang ia jalankan bila tidak berada di tempat kejadian? Ia mengerti sekarang. Kekacauan ritualnya pasti berhubungan dengan Silas.

"Aaaargh!" Pekik kemarahan keluar dari mulut Jala. "Ternyata kamu pelakunya! Jahanam!"

Deka terbengong. Apa yang sebenarnya terjadi? Ada hubungan apa antara Silas dan Jala?

☆Bersambung☆

ANOI 1894 - The Disastrous RitualWhere stories live. Discover now