34b. Kawasan Gaib (2)

208 68 2
                                    

Sambil membawa kekaguman pada alam sekitar, mereka berusaha mengayuh sampan menggunakan sisa tangkai dayung. Sudah pasti, batang kayu pendek itu tidak berhasil membawa sampan bergerak biarpun cuma seinci.

"Mana bisa bergerak kalau cuma menggunakan tangkai pendek ini?" keluh Urai.

"Tunggu, aku potongkan bambu di sana itu." Jala terjun ke sungai, lalu berenang ke tepi. Di sana, ia memotong dua batang bambu, lalu membersihkan daun-daunnya.

Nuraini memperhatikan pemuda itu dari atas sampan. "Deka, kamu nggak heran sama temanmu itu?" Nada suaranya serius.

Kening Deka mengerut. "Aku agak merasa aneh, sih. Kamu melihat sesuatu?"

Nuraini menggeleng. "Masih kabur juga. Kita lihat saja nanti."

"Ngomong-ngomong, gimana kamu tahu cara masuk ke sini? Nggak semua orang bisa masuk ke wilayah gaib," tanya Deka.

Nuraini menegakkan badan. Tubuhnya membesar kembali ke proporsi semula. Jemarinya digoyang-goyangkan di depan wajah sambil tersenyum-senyum. "Aku bukan orang biasa, Deka! Aku mantan panglima gaib, kamu lupa?"

Ia berpaling ke Urai. "Ingat itu, Maduku! Aku mantan panglima. Jaga sikapmu, yaaaa!" ujarnya genit. Jari telunjuknya secepat kilat menggelembung sebesar terung, lalu mendarat di hidung Urai.

"Aaaaaah!" pekik Urai. Ia langsung limbung ke belakang. Dan lagi-lagi, tubuhnya ditangkap oleh Deka. Nuraini terpaksa melengos karena tidak tahan melihat kemesraan itu.

"Nuraini! Jangan ganggu dia, kataku! Jantungnya bisa kram, tahu!" tegur Deka.

Nuraini meringis lebar. "Maaf."

"Kamu belum menjawab pertanyaanku tadi."

"Oh, soal cara masuk ke sini? Aku nggak sengaja. Setelah terlempar dari portal, aku jalan tanpa arah sampai ke daerah riam tadi. Lalu, aku lihat seorang tetua Dayak naik rakit, masuk ke riam dan menghilang. Aku ikuti dia. Ternyata riam itu gerbang gaib."

"Tetua Dayak itu manusia atau makhluk gaib?"

"Manusia, tapi sakti banget. Di sini, dia dihormati warga."

"Oh, ya? Siapa namanya?"

"Kalau nggak salah dengar, namanya Damang Batu. Orangnya sudah tua, tinggi, dan agak kurus. Kamu pernah ketemu dengannya?"

"Enggak. Ada urusan apa Damang Batu ke sini?"

"Mencari bahan makanan untuk menjamu peserta rapat penting di desanya. Dia pulang membawa banyak rakit yang mengangkut puluhan kerbau, babi, dan segunung beras."

"Kaya juga ya damang itu."

Nuraini mengedikkan bahu. "Entahlah."

"Damang Batu sendirian atau membawa teman?"

"Anak buahnya menunggu di luar riam. Dia sendirian masuk ke sini. Kamu lupa lagi, ya! Nggak semua orang bisa masuk ke sini, Deka."

"Loh, kenapa aku dan Urai bisa?"

"Itu!" Nuraini menunjuk leher Deka. "Tanda talawang di lehermu adalah tiket masuknya."

"Gimana dengan dia? Dia nggak punya tanda talawang." Deka menunjuk Jala yang tengah berenang sambil menyeret batang bambu.

Nuraini mendekatkan wajah dan berbisik, "Nah, kaaaan! Pasti ada apa-apanya orang itu!"

☆☆☆

ANOI 1894 - The Disastrous RitualWhere stories live. Discover now