3a. Kerasukan (1)

515 105 35
                                    



Deka kalang kabut. Gadis cantik di depannya menggelepar di lantai sembari menjerit-jerit. Gejala kerasukan kali ini lebih berat dari yang sudah-sudah. Kemungkinan besar bukan makhluk sembarangan yang datang.

"Tolooooong! Aaaaaah! Toloooonng!" pekik Urai. Dari mulutnya keluar liur berbuih. Bi Minah yang berniat membantu menjadi ketakutan dan menjauh.

"Bi Minah, tolong ambilkan air putih dan jarum pentul!" perintah Deka.

Perempuan paruh baya itu berlari ke dapur mengambil air, lalu ke ruang tengah untuk mencari jarum pentul. Kedua benda itu kemudian diletakkan di meja makan, dekat dengan majikannya.

"Nuraini!" panggil Deka melalui batin. "Jangan kabur kamu! Cepat bantu aku!"

Sosok Nuraini kembali ke tempat itu sambil terkikik-kikik.

"Kenapa sih anak ini? Ketempelan siapa lagi dia?" tanya Deka pada Nuraini.

"Tunggu sebentar, Sayangkuh. Aku scan dulu," sahut Nuraini. Gadis itu berputar-putar di sekitar Urai. Tak lama kemudian, ia menutup mulut dengan kedua tangan. "Gawat! Makhluk yang merasuki pacarmu tidak cuma satu!"

"Dia bukan pacarku!" protes Deka.

Tiba-tiba Urai bangkit, lalu membungkuk di lantai dan bertumpu dengan tangan dan kaki. Posisinya mirip binatang berkaki empat.

"Hrrrrrrrhhhh! Hhhhhhrrrrh!" Urai meraung dan mencakar-cakar ke arah Nuraini.

"Waduh, dia marah sama aku Deka! Aku dikasih peliharaannya," keluh Nuraini. "Kamu aja yang ajak ngomong. Kayaknya sih dia perempuan. Siapa tahu luluh sama kamu. Tapi ...."

"Tapi apa?"

"Tapi kamu jangan selingkuh!" Nuraini tiba-tiba mendekatkan wajah. Sosok halus sangat fleksibel. Tubuh mereka tidak lagi terikat hukum fisika duniawi sehingga bisa berubah ukuran dengan cepat. Wajah Nuraini membesar menjadi seluas nyiru saat menyasar pipi Deka. "Kamu milikku selamanya!"

Deka kontan gelagapan. "Hush! Jangan mulai lagi, Nuraini! Aku panggil Pak Dehen[1], tahu rasa kamu! Cepat cari tahu siapa makhluk ini dan apa maunya," perintah Deka dengan keras sambil tangannya mengibas-ngibas.

Nuraini kembali berputar di sekeliling Urai. "Dia perempuan dari zaman dulu. Kuno banget!"

"Seberapa tua?"

Nuraini kembali mengamati. "Hmmm ... dari zaman Pulau Borneo ini masih banyak hutannya. Dia orang Dayak zaman dulu. Mungkin lebih dari seratus tahun yang lalu."

"Terus kenapa dia minta tolong?"

"Dia belum tahu kalau dunianya sudah berbeda. Sepertinya terkait dengan leluhurnya Urai." Nuraini memegangi kepala Urai. "Cepat kamu tanya apa maunya dia."

"Aku nggak mau ngomong dengan makhluk yang melanggar hukum alam," tolak Deka.

"Loh, katanya mau tahu? Kok malah jaim?"

"Pokoknya, aku nggak mau komunikasi dengan makhluk yang merasuki badan manusia. Suruh dia keluar dulu dari situ, tunjukkan wujud asli, baru aku mau ngomong," ucap Deka dengan kesombongan tingkat dewa. Makhluk-makhluk yang tersesat ini kadang memang perlu diajari sopan-santun.

"Tuh, dengar kamu! Keluar dari badan anak ini, cepat!" hardik Nuraini kepada makhluk yang merasuki Urai.

Bukannya menurut, Urai malah menegang. Salah satu kakinya diangkat. Tahu-tahu celananya basah oleh air seni.

Nuraini menjerit. "Deka, tolong! Binatang apa sih ini? Aku dikencingi!" lapornya dengan nada manja.[2]

_________________________

[1] Dehen adalah paman Urai yang bertarung dengan Nuraini (Kanaya) di kisah Percobaan 44
[2] Saat seseorang kerasukan, acapkali yang masuk bukan hanya satu entitas, melainkan banyak.

🌻🌻🌻

Ada yang pernah lihat orang kerasukan?
Tulis di komentar ya

ANOI 1894 - The Disastrous RitualTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang