59. Sindiran Meisya

Start from the beginning
                                    

Andin, wanita yang sejak tadi sibuk di dapur, membersihkan bekas makan siang bersama tadi. Menghela napas lelah. Drama apa lagi yang dibuat anak bungsunya itu?

"Mamaaaa!!!" teriak Aksa menggelegar. "Mamaa huaaaa..."

"Kenapa sayang?" tanya Andin datang bersama suaminya.

"Oma udah pulang?" Anton mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ternyata oma Ani sudah tidak ada. Berarti mertuanya itu memang sudah pulang.

"Oma barusan pulang, pa. Nih Erlang dikasih uang." Erlang menunjukkan tiga amplopnya pada Anton. Cowok itu tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi putihnya. Senang rasanya dapat uang dari sang oma. Akhirnya malam ini ia punya modal untuk mentraktir cilok para gebetannya.

"Mama!!" Aksa kembali merengek tidak jelas.

"Kenapa sih?" Andin membawa Aksa ke dalam gendongannya. Heran melihat Aksa yang tiba-tiba menangis. Padahal tadi baik-baik saja. "Aksa kenapa, sayang?"

Aksa belum menjawab. Ia masih sibuk menangis. Mengelap ingusnya yang mulai belepotan kemana-mana.

"Kamu jahilin adek kamu, Er?" Anton memincingkan mata pada Erlang. Curiga kalau anak tengilnya itu yang berulah.

"Enggak!" sungut Erlang tidak terima. Enak saja dituduh sembarangan. Padahal Erlang tidak melakukan apa-apa. "Erlang gak apa-apain. Tiba-tiba dia nangis pas oma udah pergi."

Anton beralih menatap Aksa. "Jagoan papa kenapa nangis, hm?"

"Aksa sedih karena ditinggal oma ya?" tebak Andin. Tapi bukannya mereda, tangis Aksa justru semakin menjadi-jadi. Hal itu membuat Andin dan Anton bingung sendiri. Tidak tahu harus melakukan apa. Karena penyebab Aksa menangis juga belum mereka ketahui.

"Huaaaaaaa..."

"Cup cup anak ganteng gak boleh nangis."

"Nanti kita beli mainan satu truk ya?"

"Atau beli jan..."

"Papa!" Andin melotot pada suaminya.

Andin dan Anton masih sibuk menenangkan Aksa. Lain halnya dengan Erlang. Erlang, cowok itu justru sibuk menghitung uang pemberian Oma-nya.

"Ini buat traktir Friska cilok."

"Ini buat beliin Intan lipstik merah."

"Ini buat nonton film siksa kubur sama Alia."

"Ini buat beliin Ifa bedak, kasian Ifa kalo pake bedak mukanya abu-abu. Dia gak punya bedak yang bagus kali, ye?"

"Terus ini buat ngajak Nina beli es teh, nanti biar baksonya dia beli sendiri."

"Nah terus ini buat...."

"Erlang!"

Erlang menatap papanya lalu berdecak sebal. "Kenapa sih, Pa? Ganggu aja."

"Ini adek kamu nangis. Bantu tenangin kek," gerutu Anton. "Malah sibuk ngitung uang."

"Ck, tuh bocil kenapa sih?" Erlang menghampiri Aksa yang masih ada di dalam gendongan Andin. "Lo kenapa sih, pong? Nangis mulu, heran gue."

"Huaaa...bang Er sana pergi...huaaa..."

Bukannya menenangkan, kehadiran Erlang justru membuat tangis Aksa semakin histeris.

"Aksa, Aksa kenapa nangis? Aksa minta apa?" tanya Andin yang entah sudah ke berapa kali. Namun tetap saja sama, tidak mendapat respon apapun dari Aksa.

Anton mengusap air mata di pipi Aksa. "Sini sama papa. Aksa minta apa? Nanti papa beliin, ya? Jangan nangis."

"Aksa kan suka nyari capung. Aksa mau capung apa? Capung goreng? Capung bakar? Capung panggang? Capung rebus? Atau capung..."

ALAN [END]Where stories live. Discover now