Sebelum menjawab pertanyaan Akbar, Gala menatap Ilham jahil. Tapi yang ditatap malah pura-pura sibuk dengan ponselnya. Seolah tidak mau mendengar obrolan Gala dan Akbar. "Jujur ya, meskipun Ilham temen gue. Gue tetep ada di pihak Dewa. Ya gimana, restu abang ipar kan juga penting. Kalo gue gak dukung Dewa, bisa-bisa dia gak restuin gue sama Riri. Bener kan, Bar?"

Akbar mengacungkan dua jempolnya ke Gala. "Sip! Pilihan yang tepat, Gal! Lanjutkan!"

"Kalo lo ada di pihak siapa, Bar?" Gala balik bertanya ke Akbar dan Ilham masih tetap pura-pura tidak mau ikut campur dengan obrolan mereka. Ceritanya jenglot lagi ngambek.

"Gue?" Akbar menunjuk dirinya sendiri membuat Gala mengangguk. "Bingung gue mau pilih siapa, Gal. Tapi lo tau kan kalo Ilham ini soib gue banget." Akbar menjeda ucapannya sembari merangkul pundak Ilham.

"Ilham selalu ada buat gue karena kita emang sama-sama jomblo. Ilham selalu nemenin gue kemana-mana di saat lo dan Alan lagi bucin. Ah, pokonya Ilham ini the best. Tengil-tengil dan mirip jenglot gini, Ilham itu gak pernah perhitungan kalo bantuin gue. Bangga banget gue punya temen kaya Ilham."

Seketika senyum Ilham terbit mendengar pujian Akbar. Pujian dan hinaan juga sih sebenarnya. Cowok itu perlahan mengangkat kepalanya lalu membalas rangkulan Akbar di pundaknya.

Akbar menarik napasnya dalam-dalam. Kemudian melanjutkan ucapannya tadi. "Karena gue gak mau menghianati temen dan gue juga mau jadi temen yang baik. Maka dari itu gue memutuskan untuk mendukung Dewa."

Dengan cepat Ilham mendorong tubuh Akbar hingga cowok itu hampir terjungkal ke depan. Rasanya seperti diajak terbang tinggi lalu dijatuhkan lagi.

"Fuck you!" desis Ilham menatap Akbar tajam sambil menunjukkan jari tengahnya. Tadi Ilham sudah mengira kalau Akbar akan ada di pihaknya. Eh, ternyata Akbar tidak bisa dipercaya. Cowok itu justru mendukung Dewa. Anjing memang!

Akbar dan Gala tertawa terbahak-bahak melihat kekesalan Ilham. "Et dah, serah gue lah pilih siapa. Itu kan hak gue, Ham," protes Akbar membela diri.

"Ya tapi lo ngapa di awal muji-muji gue kalo ujung-ujungnya milih Dewa, bangsat?!" geram Ilham.

Akbar menjelaskan. "Gini loh, Ham. Lo emang temen baik gue. Tapi di sini si Gala kan leader gue di Drax. Jadi, gue harus ngikutin pilihan leader gue. Kalo Gala pilih dukung Dewa, gue juga harus pilih dukung Dewa dong."

"Dah ah, sama aja lo berdua!" Ilham hendak bangkit dari duduknya tapi langsung dicegah oleh Gala.

"Ah elah, Ham. Becanda kali. Ngambekan lo kek bocil gue," kata Gala sembari pindah tempat duduk menjadi di samping Ilham dan Gala langsung merangkul pundak cowok dengan wajah kesal yang begitu kentara itu. "Biarpun Dewa itu abangnya Riri. Gue tetep ada di pihak lo. Gue dukung lo sama Nenda. Asal Nendanya mau."

"Garis baawahi, Ham. Asal Nenda mau. Soalnya kalo Nenda gak mau sama lo, ya gimana kita bisa dukung? Gak papa ngejar cewek asal jangan sampe lo lupa sama diri lo sendiri," timpal Akbar yang entah bagaimana caranya cowok itu bisa mendadak menjadi bijak.

Gala menepuk-nepuk pundak Ilham seolah memberi semangat. "Mau sejauh apapun lo ngejar seseorang tapi kalau seseorang yang lo kejar terus lari dan gak mau berhenti, ya susah, Ham. Lo gak bakal bisa gapai dia."

"Ck! Udah! Udah! Gue gak se-sadboy itu!" decak Ilham. "Noh! Noh sadboy yang sebenarnya dateng!" tunjuk Ilham ke arah Alan yang saat ini sedang memarkir motornya di halaman markas Drax.

Ketiga cowok itu langsung memerhatikan Alan yang berjalan santai ke arah mereka.

Satu alis Alan terangkat. "Kenapa?" heran Alan menatap ketiganya. Baru saja ia datang ke markas Drax untuk mencari ketenangan, eh malah disambut tatapan aneh dari ketiga temannya itu. Sialan.

ALAN [END]Where stories live. Discover now