"Ogah."

"Ck, bentar doang. Pelit amat lo."

Alan menatap Erlang malas. "Gue mau keluar."

"Gak asyik lo. Belum juga diapa-apain, udah mau keluar aja," balas Erlang ambigu. Namun tidak digubris lagi oleh Alan.

"Pong, pinjem hape lo dong. Daripada hape lo nganggur ye kan? Mending buat gue," bujuk Erlang sok manis.

Aksa berkacak pinggang. "Gak! Aksa gak mau minjemin. Bang Er aja suka pelit sama Aksa."

"Kapan gue pelit?" tanya Erlang sok kaget. "Minta apa juga, lo bakal gue kasih. Mau minta cewek berapa? Ntar gue kasih deh. Gue punya peternakan buaya betina soalnya."

"Lo mau cewek lagi gak bang?" tanya Erlang ke Alan. "Kalo mau gue kasih juga dah."

Alan menatap Erlang datar. Sepertinya, adiknya yang satu ini memang sudah sinting. Bagi Alan, satu seperti Meisya saja sudah cukup. Kenapa harus nambah?

"Bang Al kan udah punya kakak cantik," sahut Aksa.

"Siape? Sok tau amat lo cil," cibir Erlang.

"Kak Meisya," balas Aksa setelah mengingat ulang siapa nama Meisya yang selalu ia panggil dengan sebutan 'kakak cantik'. "Pacar bang Alan, kak Meisya kan?"

Alan mengangguk pada Aksa. "Hm."

"Tuh kan, Aksa bener. Bang Er gak boleh cariin bang Al pacar lagi. Bang Al kan udah punya kakak cantik."

Erlang mendengus malas. Aksa ini kadang agak susah kalau diajari menjadi fakboy yang pro. "Ya gak papa, pong. Gue tawarin bang Al cewek lagi. Biar cewek bang Al ada banyak."

"Emang kenapa kalo ceweknya ada banyak?" Mata Aksa mengerjap polos. Seolah ia begitu antusias dengan jawaban yang akan Erlang berikan.

"Sini gue kasih tau."

Erlang menyuruh Aksa mendekat. Setelah itu ia menepuk-nepuk pundak Aksa seakan sedang menasehati sesuatu hal yang teramat serius. "Kalo cowok punya banyak pacar tuh enak. Biar pacar lo yang pertama gak kesepian. Jadi dia punya banyak temen."

"Jangan kaya bang Al, kan kasian selama ini kak Meisya sendirian. Gak ada temennya. Soalnya pacar bang Al cuma kak Meisya doang," sambungnya.

"Oh gitu," angguk Aksa paham. "Nanti Aksa mau punya pacar dua puluh ya. Biar pacar Aksa yang pertama gak kesepian. Biar rame."

"Bagus!" puji Erlang memberi Aksa dua jempol. Tidak sia-sia dirinya mendidik Aksa seperti adik sendiri. "Nanti buatin aja grup di WhatsApp. Nama grupnya 'pacar-pacarku', nah kalo lo mau ngucapin sesuatu ke mereka kan enak. Gak perlu repot chat satu-satu. Hemat kuota."

"Ck, jangan ngajarin Aksa yang gak! Gak!" geram Alan. Lalu menatap Aksa lembut. "Sana main lagi."

Aksa menurut. Ia kembali bermain dengan robot-robotnya. Melupakan perbincangan gilanya dengan Erlang.

"Bang!" panggil Andin dari arah dapur. "Ke sini sebentar dong. Bantuin mama geser meja."

"Iya ma," jawab Alan sedikit berteriak. Tanpa diminta dua kali cowok itu segera melenggang ke dapur menghampiri sang mama.

ALAN [END]Where stories live. Discover now