29. Antara Alan & Kenan

Start from the beginning
                                    

"Aksaa..." Andin menatap Aksa seolah memberi peringatan agar anaknya itu bisa serius.

"Beautiful, ma."

"Pinter, bahasa inggrisnya ganteng?"

"Fakboi," ceplos Aksa. Ia mengarahkan dagunya ke Erlang yang sedang mengajak Alex guling-guling di karpet.

Erlang tidak terima. "Heh! Ngapain lo bilang fakboi ngeliatnya ke gue? Noh abang kesayangan lo ngga mau dibilang fakboi tapi baperin cewe sana sini."

Merasa di sindir. Alan dengan ekspresi datarnya menatap Erlang. "Apa?" tanyanya sedikit nyolot.

"Udah-udah," lerai Andin kemudian kembali fokus untuk mengajari Aksa. "Bahasa inggrisnya ganteng atau tampan itu handsome, sayang. Bukan fakboi."

"Tapi bang Er bilang kalo fakboi itu artinya ganteng, ma." Aksa tidak bohong. Memang kemarin Aksa mendengar Erlang sedang menyanyikan lagi 'I want to be a fakboi'. Lalu anak laki-laki itu bertanya fakboi apa artinya. Erlang menjawab kalau fakboi itu artinya ganteng. Aksa yang polos dan lugu, ya percaya-percaya saja dengan ajaran sesat abangnya.

"Jangan dengerin bang Er. Itu salah. Sekarang bahasa inggrisnya senyum apa?"

"Bang Al."

"Aksa, mama serius."

"Aksa juga serius. Bang Al dari tadi senyum-senyum terus, ma," adu Aksa meminta mamanya untuk ikut menatap ke arah Alan.

Dan benar, ternyata cowok itu sedang senyum-senyum sendiri sembari menatap ke layar ponsel. Andin sedikit heran, tidak biasanya.

"Gila kali, makanya senyum-senyum sendiri," celetuk Erlang sembari mengangkat Alex agar duduk di pundaknya.

"Ck, lo yang gila!" gas Alan. "Tiap hari ngajak kucing sama kelinci ngobrol. Makanya makin gila." Lanjutnya seraya beranjak dari duduk. Alan lebih memilih pergi ke kamar. Dari pada harus meladeni Erlang dan Aksa.

*****

Alan berjalan menyusuri koridor sendirian. Ia berniat pergi ke kantin untuk menyusul ketiga temannya yang sudah lebih dulu ke sana. Tadi Alan tertinggal karena ia harus mencatat ulang catatan di buku yang tulisannya ia rasa kurang rapi. Ya, bisa dibilang Alan memang perfeksionis. Segala hal yang ada pada dirinya harus rapi dan enak dipandang. Kalau tidak begitu, ia akan merasa risih dan gelisah. Alan tidak suka dengan segala hal yang berantakan. Termasuk catatan di bukunya.

"Alan."

Menoleh ke belakang. Ternyata Angel yang memanggilnya. "Angel, kenapa?"

Angel menggeleng. Ia berjalan di samping Alan. "Lo mau ke kantin?"

"Hm."

"Boleh bareng ngga?"

"Hm."

"Oh iya tadi malem, gue telfon kenapa lo ada di panggilan lain. Lo lagi telfon sama siapa?"

"Sama orang," jawab Alan. "Kenapa telfon gue?"

"Ngga papa sih, cuma pengen curhat dikit. Tapi ngga jadi kok hehe..."

"Oh."

"Siapa, Lan?" Angel penasaran. Pasalnya selama ini cowok itu tidak pernah dekat dengan cewek manapun selain dirinya. "Telfon sama temen-temen lo, ya? Sama Gala? Sama Ilham? Sama Ak..."

"Meisya."

Deg.

Jantung Angel berdebar tidak tenang. Tiba-tiba kakinya terasa lemas. Ada rasa sesak yang hinggap di dadanya.

ALAN [END]Where stories live. Discover now