25. Pertemuan Tak Disengaja

Mulai dari awal
                                    

"Emang bang Al bakal nikah sama kakak cantik?"

Erlang mengangguk. "Iya lah, ya kali bang Al nikah sama mimi peri. Bengek gue."

"Mimi peri itu apa?"

"Engga-engga, udah makan sono." Dari pada harus menjelaskan pada Aksa panjang lebar mengenai siapa mimi peri. Lebih baik, Erlang tak memperpanjang pembicaraannya dengan si tuyul ompong.

Acara makan malam berjalan begitu tentram. Mereka sangat menikmati makan malam bersama kali ini yang disertai dengan obrolan dan candaan hangat di dalamnya. Sesekali mereka akan menggoda Alan dan Meisya hingga kedua anak muda itu menjadi salah tingkah sendiri.

*****

"Kok Meisya pulang sama Alan sih pi?" protes Meisya. Sebenarnya di dalam hati ia senang saat mendengar Sadam menyuruhnya pulang bersama Alan. Tapi mengingat bagaimana hubungannya dengan Alan saat ini, membuat Meisya jadi bimbang.

"Papi sama mami, ngga langsung pulang. Ada urusan sebentar. Kalo kamu naik taksi bahaya, ini udah malem," jawab Sadam. Tentu saja ia hanya beralibi.

"Tapi pi, Meisya kan...." Ucapan Meisya terpotong kala Andin, mama Alan menyela.

"Ngga papa sayang, lagian kalian udah kenal deket," sahut Andin. "Abang mau kan?" Andin menoleh pada anak sulungnya.

"Hm." Awalnya Alan ingin menolak permintaan gila mama dan papanya yang meminta agar dirinya mau mengantar Meisya pulang. Tapi setelah Alan pikir lagi. Tidak ada salahnya, toh hanya mengantar saja. Tidak lebih. Meski ia tahu, ini hanya akal-akalan orang tua mereka yang ingin menjodoh-jodohkan ia dan Meisya.

"Babai bang Al," goda Erlang tersenyum tengil ke arah Alan. "Kak Meisya nya jangan diunboxing di dalam mobil ya!" Sebelum ia mendapat balasan dari abangnya. Erlang buru-buru lari mengejar papa, mama, dan adiknya yang sudah lebih dulu berjalan ke parkiran.

"Lo pulang bareng gue atau tetep di sini sampe besok?" kata Alan setelah terjadi keheningan yang cukup lama di antara mereka. Semenjak yang lain pulang, Meisya dan Alan hanya saling diam. Alan yang memang sikapnya pendiam sementara Meisya yang masih mau menjalankan misinya untuk pura-pura tidak menyukai Alan lagi. Meski susah payah ia melakukannya.

"Ngga usah deh, gue mau minta jemput Kenan aja. Lo ngga papa kalo mau pulang duluan."

"Ngga." Bantah Alan datar namun terkesan tegas.

Meisya tertawa heran. "Ya terserah gue dong. Kenapa lo ribet?"

"Gue dikasih tanggung jawab sama bokap lo buat nganter lo pulang."

"Ya tapi gue ngga mau! Gimana dong?!"

"Lo harus pulang sama gue." Alan menarik pergelangan tangan Meisya. Membuat gadis itu sedikit memberontak.

"Apa-apaan sih, gue ngga mau pulang sama lo. Nanti pacar lo cemburu, gue ngga mau ya dibilang jadi pelakor!"

Alan melepaskan tarikannya. Menatap Meisya agak kesal. "Ngga bakal ada yang bilang lo pelakor."

"Tapi lo punya pacar!"

"Terus kenapa kalo gue punya pacar? Gue cuma nganter lo pulang sampe rumah. Ngga lebih."

Meisya tersenyum miris. Iya, dia sadar. Memang ia dan Alan tidak akan pernah lebih dari sekedar dua orang yang saling kenal sebagai teman. Ya, tidak akan pernah lebih. "Gue mau telfon Kenan aja."

"Engga!" sentak Alan merebut ponsel Meisya. Entah apa yang membuatnya jadi kasar seperti ini. Tapi satu hal yang harus kalian ketahui. Alan sangat sangat tidak suka mendengar Meisya menyebut-nyebut nama Kenan.

ALAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang