"Aksa sayang, ngga boleh gitu nak," lerai Andin.

"Aksa," Anton juga ikut memperingati Aksa dengan lembut.

Aksa melepaskan jambakannya. "Bang Er nakal! Suka ngatain Aksa ma!"

"Iya nanti biar mama yang marahin," bujuk Andin. "Sini sayang."

"Apa lo liat-liat?!" Mata Erlang melotot tajam ke Aksa.

"Udah, Lang," geram Anton. Tidak yang kecil tidak yang besar. Semua sama saja kelakuannya. Bikin ribut. "Papa racun si Alex kalo kamu ngga mau ngalah," ancam Anton.

"Jangan, pa, elah. Gitu doang ngancem."

"Udah, mending kita main PS lagi." Anton menarik kepala Erlang yang masih adu pelototan dengan Aksa.

"Aksa, tadi guru Aksa telfon mama. Katanya kalo di sekolah Aksa bandel, suka ngebantah? Bener?"

Aksa menggeleng. "Bukan Aksa yang bandel, guru Aksa aja yang aneh."

"Kok gitu?"

"Tadi di sekolah Aksa disuruh jawab soal di kertas. Soalnya nyuruh Aksa gambar buaya, Aksa gambar muka bang Er, tapi ibu guru malah bilang salah," terang Aksa polos. "Padahal kan bener, ma. Gambar buaya ya mukanya bang, Er. Iya kan bang Al?"

Alan menoleh sedikit terkejut. Sedari tadi ia memang fokus dengan laptopnya. Ia menganguk, "Hm."

"Hahahaha...." Anton tertawa. "Kok diem aja, Lang? Ngga marah dikatain Aksa buaya?"

"Erlang emang buaya, pa. Lagian kata papa, laki-laki mending jadi buaya brengsek tapi ngga merusak cewek daripada jadi cowo munafik terus rusak cewek?"

Anton menepuk-nepuk pundak Erlang. "God boy!"

Andin menggeleng heran. "Aksa, Aksa itu salah. Gambar buaya itu ya buayanya Aksa gambar, bukan wajah bang Er. Lain kali ngga boleh ngebantah ibu guru ya?"

Aksa mengangguk paham. "Iya, Ma."

"Iya apa?" tanya Andin.

"Iya muka bang Er bukan buaya tapi monyet hahaha...." Aksa tertawa tengil untuk mengejek Erlang.

"Udah-udah ngga boleh ledek-ledekan. Aksa ke kamar, ayo ngerjain PR dulu baru main lagi." Andin membawa Aksa ke kamarnya.

"Awas lo!" ancam Erlang mengarahkan kepalan tangannya ke Aksa.

"NGGA TAKUT PALE PALE!!!" ledek Aksa menjulurkan lidah.

Andin menarik Aksa pelan. "Udah dek..."

Drtt...drtt...drtt....

Alan menatap ponsel di sebelahnya yang terus berdering. Hanya menatapnya sejenak lalu ia fokus lagi ke layar laptop.

"Angkat bang, siapa tau penting," saran Anton.

"Tau bang Al sok jual mahal banget kaya cewek jaman sekarang!" sahut Erlang. "Siapa tau itu pacarnya bang Al."

"Meisya Meisya yang pernah diajak kesini itu kan?"

"Iya, pa. Siapa lagi, kayanya cuma dia satu-satunya cewek yang betah sama bang Al."

Anton mengangguk paham. Matanya masih fokus ke layar televisi. Kali ini ia tidak boleh Kalah dari Erlang. "Si Angel gimana kabarnya, Lan? Mamanya udah baikan?"

Mendengar nama Angel yang papanya sebutkan. Alan jadi teringat sesuatu. Ia buru-buru mengambil ponselnya. Melihat apakah benar yang menelfon dirinya berkali-kali adalah Angel.

Dan ternyata benar, memang Angel yang menelfon. Alan langsung menelfon balik. Saat telfon sudah tersambung, Alan bangkit dari duduknya.

"Kenapa?" tanya Alan.

ALAN [END]Where stories live. Discover now