"Ih bukan begitu, felix. Aku hanya heran kenapa kalian sudah begitu akrab," Roxanne menoleh pada Felix yang sedang menyetir dengan satu tangannya. "Well, itu karena sebentar lagi kan kita juga akan menikah, hehe," kata Felix dengan santainya. Ia terkekeh karena Roxanne yang malah mendengus.

"Diam dan lihat jalan saja, Felix. Mendadak aku tidak mood bicara denganmu," ketus Roxanne. Roxanne terllau sensitif dengan kata pernikahan akhir-akhir ini. Itu karena mereka terlalu semangat sedangkan Roxanne sendiri masih harus menyesuaikan perasaannya.

"Ya ampun, kau seharusnya senang," Roxanne masih diam. Akhirnya, Felix mengalah. "Baiklah, baiklah," Felix pun diam. Selama di perjalanan, tidak ada yang berbicara walaupun sesekali Felix menoleh pada Roxanne.

Perjalanan terasa sangat lama untuk Felix karena Roxanne yang terus diam. Ia tahu sebenarnya wanita itu tidak marah padanya. Tapi, Roxanne memang hanya ingin berdiam saja, karena ia sendiri tidak tahu harus berbicara apa. Roxanne jadi meneysal meminta Felix untuk diam.

Felix memang mengesalkan. Roxanne diam karena sebenarnya ia malu. Ia tidak tahu harus berbicara apa pada Felix. Saat melihat keakraban Felix dengan orang tuanya, ia tidak cemburu. Astaga, yang benar saja. Ia sudah dewasa, tidak mungkin ia merasa cemburu saat melihat Felix akrab dengan orang tuanya. Selama ini, orang luar yang akrab dengan orang tuanya hanya teman-teman Roxanne. Ia jadi tidak tahu harus merasa senang atau heran saat melihat felix yang sudah akrab dengan orang tuanya.

Akhir-akhir ini, felix jadi suka membicarakan pernikahan. Ya ampun, Roxanne sendiri masih belum meikirkannya. Ia jadi sensitif jika Felix terus saja membicarakan perihal pernikahan. Bukannya ia marah, ah, astaga, ia tidak pernah marah pada pria ini. Roxanne malah merasa malu, karena Felix yang terus membahas pernikahan, Roxanne malu dan malah berujung kesal karena Felix terus saja menggodanya.

"Aku tidak marah, felix," kata-kata itu tiba-tiba keluar dari mulut Roxanne. Ia mengatakannya sambil menoleh pada Felix yang sedang menatap jalanan di depan. Felix pun menoleh padanya walaupun terkadang ia juga menatap jalan di depan karena sedang menyetir.

"Hm?" Felix tampak mengerutkan alisnya. "Aku tidak marah padamu," Roxanne berusaha mejelaskan walaupun ia masih merasa malu.

"Kau hanya menyebalkan, kau tahu, kau selalu berhasil membuatku malu, karena aku tidak ingin menunjukkannya padamu, malah berujung kekesalan, dan aku kesal entah karena apa, intinya aku malu setiap kau bersikap manis padaku, atau mencari perhatian, atau apapun itu," jelas Roxanne. Felix masih diam mendengarkan Roxanne berbicara.

"Astaga, kenapa aku harus mengakuinya sekarang, oh, God," gumam Roxanne sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Felix memberhentikan mobilnya. Roxanne membuka tangannya dan ternyata mereka sudah sampai di kafenya. Roxanne berusaha menoleh pada Felix, karena pria itu hanya diam tanpa menanggapi penjelasan Roxanne. Felix tersenyum padanya, entah karena apa. Biasanya, jika Roxanne mengatakan malu begitu, Felix akan menggodanya.

"Aku tahu kau malu, dan aku tahu, setiap kau kesal padaku, aku tidak marah, malah itu sangat menggemaskan, Roxy, lagipula kenapa juga kau harus malu," felix mencubit pipi sebelahnya.

See? Pria itu tidak sadar kenapa Roxanne malu. Argh, percuma saja kalau begini. Tapi, setidaknya ia sudah menjelaskan pada Felix. Walaupun terdengar sangat konyol.

"Hei, kau tidak turun? Atau kau memutuskan untuk ikut aku ke kantor?" felix membuyarkan lamunan Roxanne.

Felix senang. Felix senang karena Roxanne akhir-akhir ini selalu mengungkapkan apa yang ia rasakan pada Felix. Kesal, malu, marah, senang, semua ia ungkapkan. Walaupun butuh usaha seperti tadi.

[EBOOK PUBLISHED] Chasing You (COMPLETED)Where stories live. Discover now