𝐋𝐔𝐊𝐀 𝐘𝐀𝐍𝐆 𝐏𝐔𝐋𝐈𝐇

315 29 0
                                    

Karena berlangsung bersamaan dengan hari aktif sekolah, maka pertandingan kali ini tidaklah dihadiri oleh banyak penonton. Warga sekolah yang ikut menyaksikan hanyalah bagian internal dari klub itu sendiri. Event tersebut akan berlangsung selama beberapa hari, dengan memainkan kelas-kelas berbeda di setiap harinya. Jarak dua ratus meter—baik putra maupun putri—kabarnya akan berlangsung di hari ketiga, serta final untuk seluruh kelas dicanangkan pada hari kelima.

Jadwal mulainya pertandingan bertepatan pula dengan masanya Samudra kembali ke rumah sakit. Setelah dipastikan baik-baik saja saat pemeriksaan awal, kemoterapi siklus keduanya mulai dijalankan. Atas sebab itu pula, Samudra tidak bisa menyaksikan klubnya bertanding dan sama sekali tidak tahu bagaimana kelanjutan nasib kontingennya setelah ia mengundurkan diri. Akankah ada pengganti atau kontingen memilih untuk lanjut dengan mencoret namanya.

Namun di kala sore menghampiri wilayahnya, Adhisti datang berkunjung ke ruangannya. Dengan tergesa, gadis itu mengeluarkan ponsel, menunjukkan sebuah video rekam layar dari sebuah siaran langsung. Pertandingan ternyata sempat disiarkan, melalui sebuah akun media sekolah tetangga.

Fokus mereka adalah pada kalimat pembuka, dimana nama Samudra dengan lantang disebut oleh pembawa acara.

Lintasan lima, mewakili SMA 4 Gardapati, Arif Samudra Mahawira.

Samudra tercengang sampai matanya terbuka lebar. Ia berani bersaksi bahwa selama empat hari ini, ia berada di rumah sakit untuk menjalani pengobatan. Samudra tidak pernah kemana-mana, tidak pernah keluar dari ruang inapnya. Jadi, sangat mustahil ia bisa membelah diri dan hadir di pertandingan.

"Kok ada nama gue?" Ia bertanya spontan. Adhisti menatapnya. "Tadinya gue juga heran. Gue sempat ngira lo udah keluar dari RS dan memaksakan diri ikut pertandingan, karena video ini adalah liputan pertandingan kemarin. Tapi, gue lebih dulu mengonfirmasi ke tim media Gardapati melalui Arsalan. Peserta di lintasan lima itu, bukan lo."

"Ya, emang!" Samudra berseru keras. Bahkan arwahnya pun bukan.

"Namanya Mahen. Dia bukan anak klub renang. Arsal sempat nyari informasi tentang dia, katanya dia bersedia menggantikan lo meski tidak menggunakan nama sendiri. Karena itu, nama lo tetap disebut meski orangnya berbeda. Gue heran, kok panitia bisa kecolongan? Apa nggak bisa memastikan identitas dulu?"

Saat Adhisti diliputi kebingungan, Samudra malah terdiam dengan jantung yang berdegup kencang. Mahen, nama yang sangat tidak asing bagi dirinya.

"Dia lolos final?" Samudra langsung menatap sepupunya, mengabaikan pertanyaan Adhisti sebelumnya.

"Lolos. Besok pertandingan finalnya," ujar Adhisti memberi informasi sekiranya Samudra tidak tahu.

"Besok kita ke sana." Samudra bertutur yakin. Giliran Adhisti yang terkejut. "Lo, kan …"

"Kemoterapinya sebentar lagi udah selesai. Obatnya tinggal dikit. Besok gue keluar dari rumah sakit. Pertandingannya pagi, kan?"

Adhisti mengangguk kaku. "Oke, temani gue, ya? Apa pun hambatannya, gue harus ketemu dia."

Ini bukan tentang emosi, bukan pula tentang kemarahan karena ada orang lain yang memakai namanya. Tapi tentang tanda tanya, mengapa trauma itu bisa mendadak pudar?

•••

Pukul setengah sembilan, partai final di pertandingan renang kali ini dimulai. Diawali dengan kelas lima puluh meter dan berturut-turut ke kelas yang lebih tinggi. Kelas dua puluh meter, berlangsung sekitar pukul sebelas.

Kelas ini memiliki enam peserta di babak finalnya. Mahen berada di lintasan tiga, tengah membenarkan posisi kacamata renangnya. Tepat saat aba-aba digelorakan, ia bersama para atlet lainnya menyeburkan diri ke dalam kolam.

𝐒𝐀𝐌𝐔𝐃𝐑𝐀 [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang