𝐏𝐄𝐍𝐆𝐔𝐍𝐃𝐔𝐑𝐀𝐍 𝐃𝐈𝐑𝐈

320 34 1
                                    

Dengan pertimbangan yang berat. Pun setelah melewati pergulatan emosi serta pertentangan ego, Samudra telah memutuskan, bahwa hari ini menjadi kali terakhir masa pelatihannya. Ia akan keluar dari pemain inti, entah untuk saat ini saja, atau bahkan selamanya.

Keputusannya semakin bulat, karena di tengah latihan dadanya jadi semakin sakit. Batuknya makin memburuk hingga Samudra harus izin sebentar ke kamar mandi. Saat ia hendak melepehkan sesuatu—yang ia kira hanya sekadar saliva—keluarlah sebercak darah yang membuat dirinya terkejut.

"Jangan langsung diulti sama batuk darah dong. Iya-iya, gue udahan," monolognya kemudian membersihkan area mulut. Samudra mematut dirinya pada cermin di depan sana. Tidak ada yang berubah dari wajahnya—tetap pucat layaknya biasa.

Ia kembali ke arena. Materi mereka sekarang adalah berenang di air. Memantapkan kekuatan otot lengan dan kaki serta menguatkan segenap tekhnik dalam olahraga ini.

"Kok kamu sudah ganti baju? Latihan belum selesai." Itu ada teguran pertama yang terdengar dari mulut pelatihnya. Lelaki yang semula sedang duduk langsung berdiri saat melihat Samudra sudah melepas perlengkapan renangnya.

Arsalan yang berada di tribun penonton juga menyaksikan. Seperti biasa, ia sedang memotret. Khusus untuk kali ini, sekaligus meliput kesiapan pemain inti Gardapati dalam menghadapi pertandingan pekan depan. Ia turut memfokuskan diri pada pembicaraan Samudra dan pelatihnya—yang diasumsikan memiliki topik serius.

"Pak, saya mau ngomong." Samudra mengawali diskusi, setelah menyimpan pakaian renangnya ke dalam tas.

"Apa?" Sang pelatih masih agak jengkel. Dari lubuk hatinya, ingin sekali memaksa Samudra untuk berganti pakaian lagi.

"Saya mundur dari pertandingan." Coach Fandi, Arsalan, bahkan para atlet yang sedang berada di pinggir kolam terkejut. Pemain inti mana yang sangat gila mengundurkan diri hanya sepekan sebelum hari H?

"Mundur? Nggak boleh. Haram hukumnya pemain inti keluar seenak jidat. Kamu mau melemahkan pertahanan kontingen kita?" Kemarahan pelatihnya sampai di puncak. Ia menganggap Samudra terlalu egois. Berani-beraninya mengambil keputusan sebelah pihak. Suaranya menggelegar hingga disaksikan oleh semua atlet. Namun untungnya, ada pelatih lain yang menyuruh mereka untuk kembali ke kolam. Mencari cara agar perdebatan antara Samudra dan Coach Fandi tidak jadi pusat perhatian.

"Mau haram, mubah, makruh atau apa pun itu, saya akan tetap keluar, Pak. Terus terang, tubuh saya udah nggak kuat untuk melanjutkan latihan."

Bukan senang bagi dirinya mengucapkan ini. Samudra juga terluka, sakit hati atas keputusannya sendiri. Secara ego dia sangat ingin bertanding dan membela nama Gardapati sampai akhir. Tapi apa kabar dengan badannya? Yang mungkin bisa langsung melemah atau bahkan selesai sejarahnya setelah pertandingan itu. Samudra memastikan akan drop jika terus memaksa, dan ia tak ingin itu terjadi. Ada janji yang baru ia ucapkan pada Bundanya sehingga itu harus dibuktikan.

"Seorang atlet mengaku tubuhnya nggak kuat? Nggak malu kamu? Sudah panjang karirmu di dunia renang ini. Sudah pernah kamu lalui segala latihan berat. Kenapa baru sekarang mengaku tidak kuat?"

"Karena baru sekarang saya sakit, Pak. Kalau sehat wal afiat kayak dulu, saya pun nggak akan mundur."

Jantung Arsalan berdetak kencang, kembali teringat akan kecurigaannya bersama Reza beberapa waktu lalu. Dengan semua tanda-tanda ini, benarkah Samudra memang menyembunyikan sesuatu dari mereka?

"Sakit apa?" Pelatihnya tiba-tiba melunak, karena tahu bahwa alasan kesehatan tidak bisa diganggu gugat.

"Gejala tifus." Samudra menjawab singkat sambil mengambil jaket dari samping tasnya. "Karena sudah punya riwayat, kemungkinan kambuh jadi lebih besar. Orang tua saya juga tidak setuju untuk melanjutkan latihan ini." Arsalan membatin dari atas tribun, Samudra masih konsisten dengan alibinya.

𝐒𝐀𝐌𝐔𝐃𝐑𝐀 [✓]Where stories live. Discover now