𝐓𝐎𝐗𝐈𝐂 𝐑𝐄𝐋𝐀𝐓𝐈𝐎𝐍𝐒𝐇𝐈𝐏

486 26 2
                                    

"𝑻𝒂𝒓𝒊𝒌𝒂𝒏 𝒈𝒖𝒆 𝒏𝒈𝒈𝒂𝒌 𝒍𝒆𝒃𝒊𝒉 𝒔𝒂𝒌𝒊𝒕 𝒅𝒂𝒓𝒊𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒕𝒂𝒓𝒊𝒌𝒂𝒏 𝒁𝒆𝒗𝒂𝒏, 𝒌𝒂𝒏?"

- 𝑺𝒂𝒎𝒖𝒅𝒓𝒂 𝑴𝒂𝒉𝒂𝒘𝒊𝒓𝒂 -

🥀

Saat jam istirahat, Samudra melimpir ke kantin bersama dengan Reza. Arsalan sementara absen dari tongkrongan ini karena harus menemui seorang guru. Agaknya, dia akan diorbitkan dalam pertandingan lagi.

Kedua lelaki itu tengah menyantap makanan masing-masing. Posisi duduk mereka berhadapan, namun belum ada obrolan yang terjadi.

Hingga tibalah saat Reza mendongakkan kepalanya. Hendak menyeruput minumannya, tapi malah salah fokus pada seorang lelaki yang baru memasuki kantin.

"Lo kenal Zevan, Sam?" Pertanyaan itu keluar tiba-tiba, membuat Samudra juga ikut menaikkan pandangannya.

"Zevan yang anak basket itu?"

"Iya. Itu dia di belakang." Bukan seperti kaum hawa yang ketika membicarakan orang, tak ingin terang-terangan melihat. Reza malah secara spontan memberitahukan keberadaan Zevan.

Samudra meliriknya sekilas, kemudian mengangguk pasti. Menggambarkan bahwa ia memang mengenal lelaki itu.

"Lo tau kalau dia pacaran sama Dhisti?" Entah apa niat Reza kali ini, hingga menyinggung hubungan sepupunya itu.

"Tau sekedarnya aja. Nggak terlalu peduli juga, sih," ujar Samudra sedikit acuh. Meski mereka bersaudara, Samudra merasa tak perlu mengurusi sampai ke permasalahan cintanya. Selagi hubungan itu baik-baik saja.

Reza tertawa miris. Kemudian dengan tiba-tiba mencondongkan badannya. Semakin mendekat pada Samudra.

"Semestinya lo lebih peduli sama hubungan Adhisti, Sam. Adik lo, salah pilih orang," ucap Reza dengan sedikit berbisik.

Samudra mengeryitkan keningnya. "Maksud lo apa?"

"Zevan nggak sebaik kelihatannya. Dia cowok toxic yang akhirnya memikat Adhisti. Semakin lama Adhisti bertahan, semakin dia tersakiti," jelas Reza yang masih dalam garis umum. Samudra belum menemukan hal spesifiknya.

"Emang lo pernah lihat? Dengan mata kepala lo sendiri, Zevan nyakitin dia?" Samudra mulai serius.

"Pernahlah, anjir! Jangankan gue, enam puluh persen warga sekolah ini juga pernah lihat. Lo aja yang kurang sadar sama sekitar."

"Contoh kecilnya aja. Waktu itu Adhisti disini bareng teman-teman kelasnya. Jelas, ada cowok di antara mereka. Nggak lama, Zevan datang, langsung narik tangan Adhisti. Dia bentak Adhisti langsung di depan teman-temannya. Dan lo paham sendiri lah, nih kantin seramai apa? Dia maki-maki Adhisti, sampai berkali-kali Dhisti suruh dia berhenti, karena malu dilihatin banyak orang. Sepemahaman gue, mungkin Zevan nggak suka pacarnya sama cowok lain."

Reza menarik kembali badannya ke posisi semula. Sekilas informasi ini rasanya sudah cukup.

"Lo terlalu tuli dan buta sama lingkungan kalau nggak pernah tau masalah ini. Masalah yang notabenenya menyangkut saudara lo sendiri."

Rahang Samudra mulai mengeras. Hatinya membara mendengar ada orang yang mempermalukan Adhisti di depan umum.

"Tarikannya kasar?" Samudra hendak memastikan, selain menyakiti secara verbal, akankah Zevan juga menyakiti secara fisik?

"Kalau Adhisti aja sampai meringis dan memaksa agar dilepaskan, itu artinya sakit kan, Sam?" Reza menjawab sarkas sambil meneguk kembali minumannya.

"Lo melihat kejadian itu di depan mata. Terus, lo nggak ngelerai? Cupu lo jadi cowok," cerca Samudra tak habis pikir.

𝐒𝐀𝐌𝐔𝐃𝐑𝐀 [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang