𝐒𝐄𝐁𝐀𝐁 𝐀𝐊𝐈𝐁𝐀𝐓

573 32 1
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Libur semester telah tiba, menjadikannya sebagai salah satu alasan untuk berkumpul dengan keluarga. Khansa yang notabene-nya masih aktif bekerja, bahkan mengusahakan diri untuk bisa di rumah selama beberapa waktu. Menemani sebagian masa cuti anak-anaknya. Sedangkan Alzam, masuk ke dalam pengecualian. Suaminya itu sudah harus balik ke Magelang, karena persoalan hukum tidak bisa ditunda seenak jidatnya.

Khansa tiba di rumah, sehari sebelum masa pembagian rapot anak-anaknya. Selain untuk mendampingi mereka dalam pengambilan hasil belajar, kondisi Samudra juga menjadi pertimbangan. Terlalu khawatir rasanya jika dalam keadaan seperti ini, tidak ada satupun orang tua yang membersamai.

Karena persis seperti yang dikatakan Alzam, Samudra hanya berbohong terkait dengan kondisinya. Hal yang ia katakan baik-baik saja, justru berbanding terbalik dengan realita.

Nyatanya, sejak pengunduran dirinya dari final futsal kala itu, bisa dikatakan Samudra tak pernah terlihat lagi di sekolah. Hal itu disebabkan oleh keadaannya yang tidak stabil. Tubuhnya bisa mengalami perubahan yang begitu drastis dalam waktu singkat. Dia terkadang bisa sedikit mendingan di pagi hari, namun kembali melemah ketika malam. Begitu juga sebaliknya, terus terjadi hingga kini sudah hampir seminggu masa liburan mereka.

"Kalau diajak ke rumah sakit, selalu batu, nggak mau! Lihat itu batukmu nggak sembuh-sembuh udah mau sebulan lamanya."

Begitulah Khansa terus mengomelinya. Setiap hari tak pernah bosan memaksa Samudra untuk memeriksakan diri ke rumah sakit, tapi anaknya itu benar-benar keras kepala.

Batuk yang dimaksud oleh Khansa, adalah kondisi yang pernah terjadi pasca pertandingan renang kala itu. Ya, meskipun sudah lama, batuknya masih belum mereda. Wajar kalau Khansa mengira bahwa ini aneh, kan?

"Nanti sembuh sendiri, Bun."

Khansa mendelik pada putranya. "Iya, terus aja menjawab kayak gitu."

"Qila ... Sini, Nak. Udah cukup mainnya." Beralih sebentar dari pertikaiannya dengan Samudra, Khansa berseru untuk memanggil putrinya, yang sejak tadi asyik berlarian mengejar gelembung.

Anak itu mengiyakan dengan imutnya, lantas membereskan segenap peralatan mainnya. Aqila berlari kecil, menghampiri abang dan bundanya yang duduk di teras.

"Huh, Aqila capek. Sampai berkeringat," keluhnya seolah baru melaksanakan aktivitas yang begitu berat.

Samudra tersenyum tipis pada sosok yang duduk di sampingnya itu. "Nih, tisue," ujarnya, memberikan beberapa lembar untuk menyeka buliran yang membasahi dahi.

"Kenapa kita bisa berkeringat, Bang?"

Samudra menaikkan kedua alisnya. Rasa ingin tahu Aqila yang begitu besar, tidak bisa kah ditunda sementara?

"Mau jawaban yang serius?" Samudra mengulur waktu agar sempat berpikir.

Wajah Aqila berubah kesal. "Ya iyalah. Terus, abang mau bohong?" Emosi perempuan memang begitu membara sejak dini.

𝐒𝐀𝐌𝐔𝐃𝐑𝐀 [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang