𝐏𝐄𝐑𝐈𝐍𝐆𝐀𝐓𝐀𝐍 𝐑𝐔𝐓𝐈𝐍

706 51 0
                                    

"𝑫𝒉𝒊𝒔, 𝒋𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒕𝒆𝒓𝒖𝒔-𝒕𝒆𝒓𝒖𝒔𝒂𝒏 𝒃𝒊𝒄𝒂𝒓𝒂 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒈𝒖𝒆. 𝑱𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒑𝒂𝒔𝒂𝒍 𝒓𝒐𝒌𝒐𝒌 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒐 𝒖𝒏𝒈𝒌𝒊𝒕. 𝑩𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒄𝒖𝒎𝒂 𝒍𝒐, 𝒕𝒂𝒑𝒊 𝒔𝒆𝒎𝒖𝒂 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒊𝒃𝒖𝒌 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒕𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒊𝒕𝒖. 𝑮𝒖𝒆 𝒎𝒖𝒂𝒌. 𝑮𝒖𝒆 𝒋𝒖𝒈𝒂 𝒕𝒂𝒉𝒖 𝒊𝒕𝒖 𝒃𝒂𝒉𝒂𝒚𝒂, 𝒕𝒂𝒑𝒊 𝒑𝒍𝒊𝒔 ... 𝑻𝒖𝒏𝒈𝒈𝒖 𝒌𝒆𝒔𝒂𝒅𝒂𝒓𝒂𝒏 𝒈𝒖𝒆 𝒔𝒆𝒏𝒅𝒊𝒓𝒊 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒖𝒂𝒕𝒏𝒚𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒉𝒆𝒏𝒕𝒊."

- 𝑺𝒂𝒎𝒖𝒅𝒓𝒂 𝑴𝒂𝒉𝒂𝒘𝒊𝒓𝒂 -

🥀

Pada jam istirahat siang-waktu yang digunakan untuk makan, salat, dan lainnya-Samudra malah terlihat di taman belakang sekolah bersama dengan seorang gadis.

Di hamparan rumput hijau yang empuk, Samudra mendudukkan dirinya sembari memeluk kedua lutut. Pandangannya menerawang jauh ke depan sana. Sedangkan sosok gadis itu malah sibuk berdiri dan terkadang mengitarinya. Lengkap pula dengan sebuah amplop putih di tangannya. Samudra sejak tadi membatin, tidak lelah kah dirinya?

"Ini belum lo kasih ke Bunda?" Ocehan gadis itu untuk ke sekian kalinya kembali terdengar. Penuh kekesalan dan kemurkaan.

"Kalau udah, nggak mungkin sekarang ada di tangan lo," jawab Samudra begitu santai.

Secara perlahan tangannya berpindah ke arah saku. Merogohnya untuk mengambil sebatang rokok beserta dengan si pemantik api.

"HEH! GILA LO, YA?" Baru saja mengapitnya dengan kedua jari, teriakan sang gadis berhasil membuat gerakannya terhenti. Mata Samudra sampai terpejam karena tak tahan mendengarkan suara keras itu.

"Apanya yang gila, sih, Dhis?" Tanyanya pelan masih dengan kesabaran.

"Ini lingkungan sekolah, bego! Ish, ya ampun. Gimana nggak terus-terusan dapat surat panggilan kalau kelakuan lo gini terus, Sam. Kecanduan lo dalam merokok aja udah salah. Apalagi melakukannya di area sekolah, lebih salah!" Petuahnya begitu panjang lebar. Samudra terpaksa mendongakkan kepalanya untuk melihat jelas wajah lucu penuh emosi itu.

"Sana, gih! Asap rokok nggak baik buat lo," sahut Samudra biasa saja, yang sesuai ekspektasi semua orang, bahwa dia tidak akan menghiraukan segenap nasehat seperti tadi. Meski sudah dilarang pun, api kecil itu sudah berhasil membakar si rokok.

"ROKOK JUGA NGGAK BAIK BUAT LO, SAMUDRA! BERAPA KALI GUE BILANG INI BAHAYA."

"Diem, Dhis. Gue nggak mau mendadak tuli karena suara lo yang keras banget."

Senyum indah Samudra semakin membuat gadis bernama Dayana Adhisti itu putus asa. Dengan helaan nafas penuh beban, dia terduduk ke atas hamparan rumput itu.

"Surat ini, biar gue yang sampaikan ke Bunda," lirih Adhisti setelah beberapa saat terduduk.

"Jangan!" Spontan, tangan Samudra merebut surat itu. Menarik paksa hingga terlepas dari genggaman Adhisti. Perkara surat BK itu, belum kelar hingga sekarang.

"Kenapa? Takut, kan, lo? Gue nggak peduli." Dengan tatapan tajam dan gerakan yang gesit, Adhisti kembali menyambar surat itu. Langsung menyimpannya ke dalam saku rok agar tidak berpindah tangan lagi.

"Bukan takut. Cuma nggak mau bikin Bunda khawatir. Dia sama kayak lo, dikit-dikit ngomelin gue, takut banget gue kenapa-napa," ujar Samudra sambil mengenang sosok Bundanya yang seminggu belakangan sedang berdinas di luar kota.

𝐒𝐀𝐌𝐔𝐃𝐑𝐀 [✓]Where stories live. Discover now