𝐊𝐀𝐋𝐈 𝐊𝐄𝐃𝐔𝐀

422 28 0
                                    

Pagi itu dibuka dengan banyaknya orang yang memadati tribun di lapangan utama Gardapati. Sesuai dengan jadwal yang ditetapkan, laga final cabang olahraga futsal akan segera dilaksanakan. Seluruh anggota dari kedua tim mulai bersiap, mungkin hanya dalam beberapa menit ke depan, mereka akan memasuki lapangan.

Adhisti juga salah satu orang yang ada di barisan penonton. Bukannya tenang, dirinya malah celingak-celinguk mencari keberadaan seseorang. Samudra, tidak kunjung terlihat bahkan sampai laga dimulai.

Gadis itu terpaksa diam sesaat, menikmati pertandingan yang mendadak tak enak untuk disaksikan. Meski di lapangan sana, ada tim prodinya yang bermain, tapi kedatangan Adhisti sejatinya bukanlah untuk mereka. Dia memilih datang, untuk menyemangati sang sepupu. Namun sangat disayangkan, dia tidak muncul barang sedetik pun.

Dengan menggunakan durasi waktu permainan 2×15 menit dalam satu babaknya, maka kurang lebih di menit ke tujuh puluh, pertandingan secara resmi selesai. Tim dari kelas 11 IPA 5 berhasil memenangkan laga.

Sorakan kebanggaan tentunya datang dari masyarakat prodinya. Adhisti mengabaikan semua euforia kebahagiaan itu. Dirinya malah dengan cepat menuruni tribun dan berlari kecil ke lokasi tim IPS. Usai menerima penghargaan, mereka memang lebih cepat kembali ke posisi. Adhisti disana untuk menemui Reza, yang kali ini bertindak sebagai salah satu pemain.

"Reza," panggilnya membuat lelaki itu menoleh. Ia yang sedang meneguk air, langsung meletakkan botolnya. Seperti biasa, lelaki itu akan bersikap begitu dingin di depan Adhisti.

"Selamat atas juara duanya." Adhisti memulai dengan basa-basi. Reza mengangguk tanpa ekspresi.

"Makasih. Selamat juga buat prodi lo, udah memenangkan laga semester ini," balasnya dengan agak panjang.

Adhisti menerbitkan senyum manis, kemudian beralih ke tujuan intinya.

"BTW, di pertandingan sebelumnya, Samudra selalu ikut, kan, ya? Bahkan setahu gue, dia disini sebagai pemain inti. Tapi, kok hari ini nggak kelihatan?" Tanya Adhisti dengan gestur tubuh yang seolah sedang mencari lelaki itu.

"Iya, dia minta digantiin sama pemain cadangan. Nggak sanggup katanya, capek, kurang tidur," jelas Reza seadanya.

"Nggak tahu juga, itu hanya sekedar alasan palsu atau gimana," lanjutnya sambil menaikkan kedua alis. Gerakan yang sedikit julid.

"Kapan dia minta ganti? Tadi? Lewat chat gitu?" Adhisti mengutarakan opininya. Karena memang sejak pagi tadi, Samudra tidak terlihat di area manapun di sekolah ini. Jadi, Adhisti menganggap bahwa ia tidak pernah menginjakkan kakinya disini.

"Enggak. Samudra sempat kesini." Reza langsung mematahkan pikirannya.

"Sekarang tau nggak dia dimana?" Gadis itu begitu penasaran.

"Udah pulang. Habis minta digantiin, dia cuma duduk bentar di kelas. Setelahnya, ya ... Cabut," kata Reza yang sekarang tengah membereskan isi tasnya.

"Dia nggak tanding, bahkan nggak ikut nonton? Padahal tahu ini final tim kelasnya?" Tanya Adhisti dengan raut wajah tak percaya.

"Iya, begitulah," tutur Reza singkat, mulai menghadap penuh pada Adhisti, yang sempat terdiam dalam beberapa detik sejak jawaban itu.

"E-em ... Ya udah, Za. Makasih, ya. Sekali lagi selamat. Gue pamit dulu," ujarnya dengan terburu-buru kemudian langsung keluar dari area lapangan. Adhisti dengan cepat meraih ponselnya. Membuka roomchat-nya dengan Samudra. Ada hal yang ingin ia pastikan, karena kemunduran lelaki itu yang sangat mendadak dianggap begitu janggal.

•••

Di jam yang sama dengan hari kemarin, Samudra sudah tiba di garasi motornya. Malam tadi, mungkin sekitar pukul sepuluh, Aqila juga sudah kembali dari rumah sakit. Kondisinya sudah jauh lebih baik, sehingga Samudra bisa berangkat sekolah pagi tadi.

𝐒𝐀𝐌𝐔𝐃𝐑𝐀 [✓]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن