𝐃𝐀𝐋𝐀𝐌 𝐏𝐄𝐌𝐀𝐍𝐓𝐀𝐔𝐀𝐍

529 36 0
                                    

14 hari setelah peristiwa batuk darah ...

Tahun ajaran baru sudah dimulai. Di hari yang cukup terik ini, Samudra tengah melangsungkan kelas olahraga keduanya semasa duduk di kelas sebelas. Dalam tingkatan baru ini, ternyata ia dipertemukan dalam jadwal yang sama dengan kelas 11 IPA 4, yakni kelas Adhisti. Hal itu membuat mereka selalu bertemu di lapangan utama saat pembelajaran ini berlangsung.

Pada hari pertama masuk sekolah, Samudra sudah dicerca dengan banyak pertanyaan dari sepupunya. Ia masih menuntut kejelasan terkait hilangnya Samudra dari lingkungan sekolah, bahkan lebih awal daripada cuti yang ditentukan. Terlebih lagi, lelaki itu tidak bisa dihubungi selama masa liburan.

Samudra berusaha keukeuh pada alibi awalnya. Yaitu meliburkan diri karena malas untuk ke sekolah. Adhisti, hanya mengiyakan dengan terpaksa.

Kali ini, pertemuan kembali menyapa mereka. Di sudut lapangan sana, tepatnya di bawah sebuah pohon rindang, Adhisti sedang melihat Samudra yang asyik bermain voli bersama siswa lainnya. Sedangkan para siswi, seperti biasa akan terkesan pasif dalam mata pelajaran ini. Mereka terlalu malas untuk bergerak.

Mapel ini berlangsung selama dua JP, atau sembilan puluh menit. Tiba waktunya selesai, para murid lelaki langsung mengambil bola dan hendak mengembalikannya ke ruang olahraga. Saat itu, Adhisti bersama temannya sudah jalan lebih dulu. Meninggalkan rombongan tim voli di belakang.

Sedang asyik berbincang dengan beberapa rekannya, gadis itu seketika dikejutkan oleh suara berdebam yang cukup keras. Dirinya berbalik, menatap pada sebuah kerumunan yang sudah terbentuk.

"Itu kenapa?" Tanyanya yang boleh dijawab oleh siapa saja.

"Kayaknya ada yang pingsan," ucap seorang teman di dekatnya.

Kakinya terlangkah secara alami untuk mendekat ke sana. Adhisti membulatkan matanya, karena di tengah kerumunan itu, ada seseorang yang sudah terkapar lemah. Sosok itu, sangat dikenali oleh Adhisti.

"SAMUDRA!!" Pekiknya kemudian berjongkok di dekat lelaki itu.

Mundur sedikit pada sudut pandang Arsalan. Tadinya, Samudra masih berjalan normal bersamanya, setelah memungut bola dari lapangan itu. Namun sesaat kemudian, dia tiba-tiba terhenti dan sempat memegang dadanya.

"Lo kenapa?" Arsalan bertanya. Tapi lelaki itu berdiri kembali dengan senyuman di bibirnya. "Nggak pa-pa," jawabnya beberapa detik sebelum ambruk menyentuh tanah. Arsalan sempat mencoba menahannya, namun dengan gerakan yang begitu mendadak, keseimbangannya tidak cukup bagus hingga ikut terjatuh.

"Kasih jalan! Jangan dikerumuni. Segera bawa ke UKS." Suara guru mata pelajaran itu terdengar. Ia langsung masuk ke tengah keramaian dan bersiap untuk membopong tubuh muridnya. Tentu saja, ada beberapa siswa lain yang ikut membantu.

Adhisti mengikuti hingga ke unit kesehatan itu. Samudra dibaringkan disana, dipanggil namanya dengan cukup keras, berharap kesadarannya kembali menghampiri. Dalam beberapa waktu ke depan, matanya memang mengerjap, tapi itu tidak cukup untuk membuat lega. Karena Samudra, mendadak mengalami gangguan pernafasan.

"Tolong mintain oksigen ke club renang. Cepat!" Perintah salah satu petugas UKS.

Arsalan tercengang. "Masak UKS nggak punya oksigen—Argh, anjir!"

Dengan cepat ia keluar dari ruangan dan berlari ke tempat tujuan. Tanpa salam yang mendahului, Arsalan langsung membuka pintu ruangan staf ekskul itu. Untungnya, ada orang di dalam sana.

"UKS minta bantuan oksigen, Pak. Tolong cepat," pintanya dengan nafas yang memburu.

Coach Fandi yang ada disana masih butuh waktu untuk berpikir. "Ada apa?" Namun, ia mulai bergerak untuk mencari benda itu.

𝐒𝐀𝐌𝐔𝐃𝐑𝐀 [✓]Where stories live. Discover now