𝐒𝐄𝐌𝐎𝐆𝐀 𝐏𝐀𝐍𝐉𝐀𝐍𝐆 𝐔𝐌𝐔𝐑

411 33 2
                                    

Seminggu sudah berlalu, hasil pemeriksaan segenap organ di tubuhnya juga sudah keluar-semua dinyatakan baik-kemoterapi sebagai titik utama pun bisa dilaksanakan tanpa hambatan.

Samudra sukses melewati segala tahapan di kemoterapi perdananya. Tidak ada kendala yang terjadi selama proses pemasokan obat. Tubuhnya dalam keadaan yang sangat baik saat memulai dan terus mempertahankan kestabilannya hingga kemoterapi selesai.

Kini, gelap malam sudah mengalahkan senja. Di samping Samudra yang sedang terlelap, Khansa duduk sambil memainkan ponsel. Ada beberapa pesan yang sedang dibalasnya.

𝐀𝐃𝐇𝐈𝐒𝐓𝐈

Gimana keadaan Arif, Bun?

Udah lumayan baik, Dhis. Udah bisa makan, walau sedikit-sedikit.

Manis memang tak selalu mengiringi suatu perjuangan. Kestabilan kondisi Samudra hanya bertahan sampai beberapa jam setelah kemoterapi. Selanjutnya, kondisi lelaki itu malah turun secara berkala. Kepulangan yang harusnya bisa langsung dilaksanakan setelah kemoterapi, terpaksa harus ditunda karena Samudra butuh dirawat sebab keadaannya.

Beberapa efek dari kemoterapi mulai menyerangnya, yang paling menyiksa adalah mual hingga muntah. Beberapa waktu ke belakang Samudra jadi kesulitan makan. Baru saja memasukkan sesuap nasi, gejolak di dada tak lagi bisa ditahan. Karena terus merasa tidak enak, ia bahkan memilih tak makan hingga beberapa waktu. Satu-satunya penguat yang bisa ia dapat hanyalah sebatas cairan infus.

Bisakah Arif pulang malam Jum'at nanti, Bun? Kalau nggak bisa, terpaksa dibatalkan :)

Pesan Adhisti kembali masuk, menyinggung sesuatu yang mereka rencanakan.

Insyaallah, ya. Nanti pas hari Kamis, Bunda kabarin lagi gimana perkembangan kondisinya. Semoga Arif udah membaik di hari itu, ya?

Amin.

Khansa menyimpan ponselnya, bukan hanya karena obrolan mereka yang sudah usai, tapi juga karena Samudra menggeliat pelan. Perlahan pula, mata sayunya terbuka kembali.

"Kenapa, Rif? Mau muntah?" Khansa sudah bersiap mengambil wadah di bawah brankarnya, tapi Samudra menggeleng. Anak itu memaksa tubuhnya, dengan bantuan tangan untuk bisa ke posisi duduk.

"Pegal aja tidur mulu," jelasnya dengan seutas senyuman. Jam tidurnya amat berantakan belakangan ini. Kadang tertidur di siang hari, dan terjaga ketika malam. Wajar saja, ketika berada di bawah pengaruh obat, matanya akan terpejam tanpa bisa ditahan.

"Kamu mau makan nggak?" Khansa menawarkan. Barangkali ketika mualnya sedikit reda, Samudra bisa mengonsumsi sedikit banyak makanan. Namun, ia menggeleng lagi.

"Sakit banget, Bun, kalau sampai muntah lagi," keluhnya. Jelas hal itu terjadi, karena setiap kali muntah, perutnya dalam keadaan kosong. Sehingga tarikan di otot perut semakin menimbulkan nyeri.

Khansa mengangguk mafhum. Biarlah jika memang belum sanggup. Nantinya apabila sudah semakin parah, maka akan ia bicarakan dengan dokter, bagaimana kiranya solusi agar Samudra tidak sampai kekurangan nutrisi.

"Bun." Samudra memanggilnya. Khansa berdeham sambil mengangkat alis, secara isyarat bertanya ada apa.

"Boleh nggak kalau Arif pulang besok?"

"Kalau kamu sudah sehat, boleh, Rif. Kenapa buru-buru?" Khansa ingin mengetahui alasannya.

"Takut ketunda lagi kepulangannya. Di sekolah udah hampir UTS, Bun. Arif ketinggalan banget." Tumben sekali ia peduli pada pelajaran. "Lagian besok udah hari Kamis. Maksimal banget lah, Jum'at bisa pulang. Kalau udah ke Sabtu Minggu, dokter nggak masuk. Otomatis harus tunggu Senin lagi." Samudra tak ingin itu terjadi. Karena Senin itulah UTS dimulai. Dirinya memang penghuni ranking kelas bawah. Tapi sama sekali tak pernah melewatkan ujian. Meski nilai tidak memuaskan, yang penting harus dijalani.

𝐒𝐀𝐌𝐔𝐃𝐑𝐀 [✓]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora