BAB 50: NAVYA

70.4K 6.5K 1K
                                    

Happy reading!
.
.
.


Di perjalanan Samuel menuju rumahnya pria itu sudah mulai gelisah karna pergi meninggalkan istrinya begitu saja. Rasa bersalah kepada Navya muncul didalam benak Samuel, dia tidak akan pernah bisa tenang jika Navya mendiamkan dia.

Motor Samuel berhenti di depan lampu merah, pandangan pria itu menatap kearah anak kecil yang sedang duduk dipinggir jalan. "Kasian banget, masih kecil udah harus kerja. Gak kebayang kalo gue yang ada diposisi dia, dan gue bersyukur karna diberikan ekonomi yang melimpah sama Tuhan," gumam Samuel.

Ketika lampu berganti menjadi hijau, Samuel menepikan motornya ke pinggir lalu turun dari motor. Pria itu menghampiri seorang anak kecil laki-laki yang tengah menghitung uang.

"Hay, kamu habis ngapain?" tanya Samuel yang sebenarnya sudah tau apa yang habis dilakukan oleh anak itu.

Anak itu tersenyum tipis. "Habis ngamen kak. Kakak kenapa bisa ada disini?" jawab anak itu.

"Kebetulan lewat aja. Nama kamu siapa?" Samuel duduk disebelah anak itu.

"Hafis."

Samuel tersenyum lembut, lalu mengelus rambut Hafis dengan sangat lembut. Melihat anak seumuran Hafis dia teringat dengan istrinya yang sedang mengandung anaknya. "Kakak ada sedikit rezeki buat Hafis sama keluarga. Diterima ya, jangan ditolak. Anggap aja ini rezeki dari Tuhan buat Hafis," kata Samuel dengan memasukkan beberapa uang ke dalam saku baju Hafis.

Hafis yang melihat nominal uang yang diberikan Samuel begitu banyak langsung terkejut. "Kak ini kebanyakan, Hafis juga bukan pengemis kok," ujar Hafis.

"Kakak gak bilang kamu pengemis. Kakak lagi senang dan bahagia aja karna istri kakak lagi hamil, jadi kakak cuman mau berbagi kebahagiaan sama Hafis. Terima ya? Buat pegangan kamu," ucap Samuel lembut.

Bola mata Hafis berkaca-kaca. Anak itu langsung memeluk tubuh Samuel dengan sangat erat. "Makasih ya kak. Semoga Tuhan membalas semua kebaikan kakak. Dan aku do'a in, semoga istri kakak diberikan kelancaran selama dia hamil," lirih Hafis.

Hafis senang karna masih ada orang yang peduli dengan dia. Karna jujur, Hafis butuh uang untuk pengobatan Ayahnya yang sakit. Dia harus terpaksa kerja setiap pulang sekolah untuk membantu sang Ibu.

Samuel tersenyum senang. "Amiin. Makasih ya do'anya. Hafis semangat terus, kakak yakin, di masa depan nanti Hafis akan jadi orang sukses. Jangan patah semangat, oke?" Hafis mengangguk pelan.

Hafis melepaskan pelukannya lalu tersenyum. Samuel mengelus kepala anak itu. "Kakak pamit ya? Kamu langsung pulang, jangan ngamen lagi." Hafis mengangguk pelan.

Samuel pun beranjak dari duduknya dan pergi kembali ke motornya.

Skip...

Dua puluh menit menempuh perjalanan, akhirnya Samuel sampai dirumah dia dan Navya. Pria itu menaruh motornya di garasi. "Akhirnya sampe juga." Samuel pun mencabut kunci motornya, dia pergi menuju pintu utama.

Brakk

Samuel membuka pintu utama mansionnya dengan kasar. "YUHU SAYANG AKU PULANG" teriak Samuel dengan kencang.

Pria itu mencari keberadaan Navya di dapur, taman belakang, bahkan perpustakaan pun tidak ada. Samuel menghampiri bi Ira yang sedang memasak dengan beberapa maid. "Navya udah pulang?" tanya Samuel.

Bi Ira tersenyum tipis. "Sudah tuan, nyonya ada di dalam kamarnya," sahut bi Ira dengan sopan.

Samuel menganggukkan kepalanya. "Oh ya bi, tolong bikinin cookies kesukaan Navya ya," kata Samuel.

NAVYA ||  TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang