:: Bab XXVII ::

357 59 0
                                    

Ruangan sempit yang sepertinya hanya seukuran kamar tidurnya itu membuat Gwen tidak nyaman. Sejauh mata memandang hanya ada dinding putih serta meja dengan komputer dan berbagai kertas berantakan. Di hadapannya, duduk seorang pria dengan mata menyureng, entah apa lagi yang akan dia tanyakan.

"Pak, sumpah demi Tuhan. Saya bukan copet ataupun maling. Saya justru mau nyari dompet saya, kayaknya jatuh di sini tadi. Eh, malah dikerubungin sama mereka-mereka."

"Halah! Lu, kan, kerjaannya bikin masalah sama Rayn Abrian, doang! Mau caper, kan, lu sama Rayn Abrian karena gak diakuin jadi pacarnya beneran?!"

Gwen meniup anak rambut di sekitar pelipisnya dengan kencang. Mulut nyinyir di sebelahnya itu selalu saja menyahut tiap kali ia berbicara. Padahal jelas bahwa pendapat dari mulut nyinyir itu tidak dibutuhkan.

"Udah, udah. Kamu boleh pulang, ya, Dek. Orang tua kamu udah nungguin di depan. Terima kasih untuk informasi dan waktunya."

"Gak, Pak! Saya mau cewek ini ditahan!"

"Hah?!" Kini Gwen yang mengernyit. "Ditahan?! Saya gak ngapa-ngapain, ya!"

"Tapi, lu sengaja ke sini buat bikin keributan! Lu cari gara-gara sama Raynism!"

"Kapan saya nyari gara-garanya, sih?! Saya cuma nyari dompet!" Suara Gwen mulai terdengar jengkel. Sedangkan gadis belia di sampingnya malah mendengus —mengejek— sambil memainkan kaki. Mentang-mentang pahanya kecil dan dia bisa menyilangkan salah satu kakinya, tidak seperti Gwen.

"Dek, udah, ya. Kamu boleh pulang sekarang."

"Tapi, Pak—"

Terbukanya daun pintu menghentikan kata-kata si gadis nyinyir. Wajahnya langsung berubah cerah ketika Rayn muncul dari balik pintu.

"Kak Rayn!" Tentu saja, dia bersorak senang. Lagi-lagi, tidak seperti Gwen yang seketika membuang muka, malas.

"Halo," sapa Rayn begitu ramah. Sampai-sampai, Gwen sendiri kaget karena Rayn bisa seramah itu pada orang lain. Atau mungkin, Rayn memang bisa begitu, terkecuali kepada Gwen.

"Kak Rayn baik-baik aja, kan?! Kak Rayn tenang aja, ya! Cewek ular itu udah aku marahin supaya dia gak bisa gangguin Kak Rayn lagi!"

"Siapa juga yang mau gangguin dia, sih..." bisik Gwen, teruntuk dirinya sendiri. Tapi, mata mendelik milik gadis itu seakan menandakan kalau dia juga bisa mendengar apa yang Gwen bilang.

"Thanks, ya. Kamu langsung pulang aja habis ini. Biar masalah ini diselesain sama petugas keamanannya." Dengan baik hatinya, Rayn mengusap-usap pucuk kepala fansnya tersebut sampai-sampai dia terpaku —dan mungkin akan melebur sebentar lagi—.

Hebatnya lagi, gadis belia itu dengan cepat menuruti kata-kata Rayn meski ada ketidakrelaan untuk pergi. Sedangkan Rayn mengantarkan kepergian gadis tersebut dengan senyum dan lambaian tangan yang sangat bersahabat.

"Hati-hati di jalan, ya."

Sementara itu, petugas keamanan yang ada di hadapan Gwen, segera berdiri usai mendorong sebuah benda persegi panjang berwarna coklat. Dompet Gwen.

"Ini. Dompetnya tadi udah ditemuin sama petugas yang lain. Mbak-nya bisa pulang sekarang. Terima kasih untuk waktu dan informasinya."

Gwen meraih dompetnya dengan ketus. Sejenak, ia memeriksa isi di dalamnya untuk memastikan tidak ada barang penting yang hilang di sana. Seperti KTP dan kartu ATM-nya.

"Jangan pulang dulu. Saya perlu bicara sama dia, Pak. Bapak tolong keluar dulu, ya."

"Oh, begitu. Baik, Mas Rayn. Silahkan."

Heal Me [ C O M P L E T E ]Where stories live. Discover now