:: Bab LIV ::

305 47 3
                                    

“Kamu ngapain di sini… Gwen?”

“M-mas Rayn?”

Gwen akhirnya mampu menghempas napasnya yang sempat tercekat. Ketakutan berlebih membawa imajinasi liar berkelana di dalam kepalanya. Beruntung, separuh akal sehatnya masih bekerja. Sehingga ia mampu mengenali wajah Rayn yang perlahan menurunkan senter sembari berjalan mendekati posisinya.

“Kamu kenapa bisa ada di sini? Kamu gak apa-apa, kan?”

Pria itu berdiri tepat di hadapan Gwen ditemani tatapan yang seolah tengah memindai. Kecemasan bergelantungan di kerut wajahnya. Jelas sekali kalau dirinya tidak menyangka bisa menemukan Gwen ada di sana.

Gwen mengumbar sedikit senyum untuk menenangkan Rayn. “Saya baik-baik aja, kok. Saya bisa ke sini karena… e-mail dari Devon.”

Rayn mengerutkan kening, “E-mail dari Devon?”

Hm,” angguk Gwen. Sejenak, ia mengingat kembali, alasan yang semakin meyakinkannya untuk datang ke tempat terpencil nan terbengkalai itu.

“Milo.”

“Iya, Dokter Gwen?”

“Lu… waktu itu pernah cerita, kan, ya kalau lu punya teman yang jago IT?”

“Iya. Kenapa, Dok?”

“Gue minta tolong boleh, gak? Tolong cari pemilik alamat e-mail ini.”

Tangan Milo mengambil alih ponsel Gwen yang memajang laman pesan sebuah e-mail. Dia sempat berkonsentrasi membaca alamat e-mail yang Gwen maksud. Namun, untuk beberapa saat konsentrasinya terdistrak oleh isi dari e-mail tersebut. “Ini… e-mail dari siapa, Dok?”

“Kalau gue tahu, gue gak bakal minta tolong lu, Mil.” Gwen memutar bola matanya malas. Kemudian menarik ponselnya kembali dari tangan Milo. “Cepetan hubungin temen lu itu, ya. Gue butuh soalnya.”

Milo pun mengerjakan apa yang Gwen minta. Buru-buru ia meneruskan alamat e-mail itu kepada temannya yang khatam masalah-masalah seperti ini.

Sebuah pertanyaan keluar dari mulutnya kemudian. Menuntaskan rasa penasaran yang terpendam di dalam benaknya, “Itu bukannya kampung yang terbengkalai di pinggir kota itu, ya, Dok?”

Kepala Gwen menoleh, “Lu… tahu tempat itu?”

“Jaman dulu, kan, wilayah itu terkenal ramai banget, Dok.”

Gwen termenung sejenak. Ia sedikit tidak menyangka kalau bocah seumuran Milo juga tahu tentang itu. “Kok, lu tahu?”

Milo justru terkikik, “Dari orang tua saya, sih.”

Pemuda itu lalu melanjutkan, “Katanya, berita tentang Kampung Pancarsari sempat heboh banget dulu. Awal mulanya itu karena ada kecelakaan kerja di pabriknya PT HRS Besi Jaya yang bikin salah satu pekerjanya tewas. Terus, setelah kejadian itu, mulai kebongkar, deh, kalau perusahaan itu gak pernah bayar biaya ganti rugi tanah milik warga Kampung Pancarsari dan mereka udah mencemari lingkungan Kampung Pancarsari dengan limbah buangannya mereka yang berbahaya."

"Terus?"

"Sampai akhirnya, Direktur PT-nya dituntut dan perusahaannya bangkrut. Tapi kerennya, Direktur-nya PT HRS Besi Jaya gak dipenjara dan cuma disuruh bayar ganti rugi. Itupun dia bayar dibawah ketentuan seharusnya. Sedangkan, Kampung Pancarsari udah terlanjur tercemar jadi warganya gak bisa tinggal lagi di sana. Benar-benar licik itu orang.”

Kendati Gwen tak meminta, Milo bercerita dengan sangat lancar. Dan Gwen justru mendengarkannya dengan seksama layaknya murid tengah mendengar dongeng guru sejarah.

Heal Me [ C O M P L E T E ]Where stories live. Discover now