:: Bab XXXVIII ::

430 65 29
                                    

“Ceritanya ada yang udah baikan, nih.”

Rayn otomatis menghentikan langkah saat suara menggoda Gwen muncul dari balik punggungnya. Dan begitu ia menoleh, gadis itu tengah menampakkan senyum miring seraya menyamakan langkah dengan dirinya.

“Apaan, sih?” Rayn bersungut.

“Bagus, deh, kalau udah baikan. Lebih enak dilihatnya. Jadi, gak bakal ada adegan tonjok-tonjokkan kayak kemarin,” sahut Gwen, mengabaikan pertanyaan Rayn. Ia menjejalkan tangan ke dalam saku jasnya, lantas tidak lagi bersuara. Juga tidak menyadari bahwa Rayn sedang meratapi sisi samping wajahnya.

Rayn menghela napasnya dalam diam. Jika tidak mendengarkan kata-kata Gwen kemarin, mungkin, hatinya tidak akan seringan ini. Ia merasa lebih baik sekarang. Meski ia tidak tahu, apakah rasa itu juga akan berlaku untuk Devon, atau tidak.

Keduanya masih berjalan beriringan. Rayn tidak melarang Gwen untuk berada di sisinya. Pun, Gwen juga tidak merasa keberatan dengan hal tersebut.

Lorong yang mereka jejaki sepi dan tidak ada orang lain selain mereka berdua. Alhasil, mereka tidak perlu khawatir bila akan ada orang yang berceloteh atau membuat berita tidak mengenakan lagi mengenai mereka.

Melihat Gwen, Rayn jadi teringat oleh usulan Profesor Adi. Rayn tidak bermasalah dengan usulan itu sebenarnya. Namun, sepertinya usulan itu tidak akan berjalan mudah bagi Gwen.

Fans-fans di luar sana sudah terlanjur memberi cap buruk pada gadis yang tengah bersenandung di sampingnya itu. Ketimbang mengkhawatirkan popularitasnya serta fans yang bisa saja meninggalkannya, Rayn lebih mengkhawatirkan Gwen bilamana dia mau membantu dirinya.

Where is My Prince?!”

Pekikan nyaring beserta pintu yang terbuka secara kasar menyambut Rayn dan Gwen yang hampir mencapai kamar rawat pria itu. Munculnya seorang gadis dari sana memantik kebingungan pada diri Gwen, serta keterkejutan untuk Rayn.

Kedua alis Rayn bertaut sesaat ketika ia menyadari siapa gadis yang keluar dari kamarnya tersebut. “Audy?”

Panggilan yang lolos dari bibir Rayn pun berhasil tertangkap oleh gendang telinga Audy. Radar gadis itu bekerja cepat. Kepalanya menoleh hanya sepersekian detik, sebelum akhirnya berlari di atas sepatu hak sepuluh sentinya ke arah Rayn.

MY PRINCE!”

Hanya butuh gerak sigap Rayn untuk menangkap tubuh Audy yang bersiap menyergapnya. Namun, alih-alih merentangkan tangan agar bisa meraih tubuh langsing Audy di dalam dekapannya, Rayn malah menarik pundak Gwen untuk berpindah. Menghindari Audy yang untungnya masih mampu menarik tuas rem.

Ekspresi Gwen mendefinisikan orang yang teramat terkejut. Tapi, ia diam seperti patung. Seandainya Rayn tidak menarik pundaknya, ia pasti sudah terjungkal karena ditubruk oleh gadis itu.

Gadis cantik dan langsing dengan kemeja oversize berlogo Channel, hotpants putih, serta sepatu boots senada celananya itu tampak seperti artis. Namun sayangnya, Gwen tidak mengenali dia siapa.

Rayn mengerjap ketika ada sedikit perasaan bersalah yang menggelayuti hatinya. Apalagi saat Audy menyureng ke arahnya usai menarik kacamata hitam yang dia kenakan dari atas tulang hidung. Gadis itu jelas-jelas tidak terima dihindari oleh Rayn seperti itu.

IH!”

“Audy, kamu ngapain ke sini?” tanya Rayn setelah berhasil mengenyahkan perasaan bersalahnya. Meski begitu, ia masih belum menurunkan tangannya dari pundak Gwen. Justru mengeratkan rangkulannya ketika Audy mengambil satu langkah untuk mendekat.

Heal Me [ C O M P L E T E ]Där berättelser lever. Upptäck nu