:: Bab LXX ::

270 37 3
                                    

Terapi yang dilakukan Rayn telah berlangsung selama hampir 5 bulan. Kemajuannya sangatlah pesat. Kendati menguras tenaga dan mental, namun, Rayn membuktikan dirinya bisa kembali normal seperti dulu lagi.

Seperti biasa, Gwen setia menemani setiap jadwal terapi Rayn. Gadis itu hadir dengan semangat dan keceriaannya yang sukses menjadi sumber kekuatan terbesar Rayn.

"Oke. Terapinya masih sama seperti kemarin. Mas Rayn coba jalan ke Mbak Gwen tanpa bantuan walker-nya. Pelan-pelan saja, ya."

"Ayo, sayang! Kamu pasti bisa!" Gwen berteriak di ujung ruangan seraya melambaikan kedua tangannya. Tubuh gempalnya jingkrak-jingkrak di tempat. Di mata Rayn, calon istrinya itu tampak menggemaskan.

Rayn lantas mulai berkonsentrasi. Ia menurunkan kedua kakinya dari pijakan kursi roda. Menggunakan kedua tangan yang bertumpu di lengan kursi, ia berusaha bangkit.

Karena sudah mempelajari cara berdiri sendiri dari kursi roda selama dua bulan belakangan, Rayn pun tak perlu bantuan terapisnya. Dengan mudah ia berdiri, walau masih sering kehilangan keseimbangan.

Dinginnya lantai ruang terapi langsung menyergap telapak kaki Rayn yang telanjang. Pria itu menatap kedua kakinya dalam-dalam. Otaknya tengah merangsang syaraf-syaraf kakinya untuk mengajaknya bekerja sama

'Lu pasti bisa, Rayn. Lu pasti bisa.'

Rayn kemudian mengangkat wajahnya dengan penuh percaya diri. Ia menarik napas dalam, sebelum akhirnya memberanikan diri untuk mengambil satu langkah maju. Tanpa bantuan walker ataupun pegangan dari terapisnya.

Dan ia berhasil.

Satu langkah berharga yang membuat Gwen semakin kegirangan. Gadis itu menantinya dengan semangat yang menggebu-gebu. "Ayo, sayang! Pelan-pelan pasti bisa! Ayo, semangat!"

Rayn semakin tak ragu untuk mengambil langkah kedua. Ia merentangkan kedua tangannya sedikit untuk menjaga keseimbangan. Lalu, kaki kanannya terangkat maju. Dua langkah berhasil Rayn buat dengan kakinya yang masih sedikit kaku itu.

"Aaaa! Ayo, ayo! Kamu hebat! Ayo, sayang, sedikit lagi!"

Langkah ketiga Rayn pun berakhir mulus. Begitu pula langkah ke-empat, ke-lima, ke-enam, hingga langkah ke-sepuluh.

Namun, di langkah ke-sepuluh itu kakinya mulai gemetar. Ia sudah memforsir kakinya untuk bekerja terlalu keras.

Gwen tidak lagi jauh. Gwen yang tadi menunggunya di ujung ruangan, sekarang berada tepat di hadapan Rayn. Ia hanya perlu mengambil satu langkah lagi untuk bisa menggapai gadis itu.

Kelelahan tercetak di raut wajah pria tampan tersebut. Rambutnya yang terkuncir mulai basah oleh keringat. Tidak seperti orang kebanyakan, bisa berjalan 10 langkah tanpa bantuan siapapun adalah hal yang sangat menguras tenaga Rayn.

Kendati ingin menjatuhkan diri dan beristirahat, Rayn melawan rasa itu dengan mengumpulkan tenaga yang masih tersisa. Perlahan, ia menggerakan kaki kirinya yang gemetar untuk melangkah.

Sayangnya, Rayn tidak bisa memaksakan kehendaknya jika kondisi tubuhnya memang tidak memungkinkan. Tubuhnya sudah tidak bisa seimbang. Hingga akhirnya, satu langkah yang tersisa itu pun harus meleset.

Telapak kakinya tertekuk. Rayn hampir jatuh. Namun, Gwen yang hanya berjarak satu langkah darinya dengan sigap menopang tubuhnya. Gadis itu menerobos batas yang ditetapkan terapis untuknya demi menolong Rayn.

Bruk!

Alih-alih mengeluh karena tubuh Rayn yang ternyata berat, Gwen justru terkekeh ringan. Gadis itu melingkarkan kedua tangannya di punggung pria itu, dan membiarkan tangan Rayn mengalungi pundaknya. Dihirupnya aroma wangi parfum bercampur keringat yang menguap dari tubuh Rayn kuat-kuat.

Heal Me [ C O M P L E T E ]Where stories live. Discover now