:: Bab XXV ::

358 62 0
                                    

Aksa baru saja bisa terlelap, sesaat sebelum akhirnya gedoran pintu yang kencang mengganggu tidurnya. Memaksakan seluruh nyawa untuk terkumpul, ia lantas berjalan keluar dari kamar. Untuk menemukan sekelompok preman yang tempo hari mengeroyoknya, sekarang sedang mengacak-acak rumah.

"Bang! Tolong, Bang! Jangan kayak gini, Bang!" Itu adalah Ayahnya, yang mengemis-ngemis sambil berlutut. Sedangkan Ibu Tirinya berusaha mencegah semakin banyak barang yang dibanting oleh salah seorang preman berperawakan hitam besar.

"Makannya, bayar hutang lu!" Preman itu menyahut, kemudian menendang Ayahnya. Dan Aksa tentu tidak bisa tinggal diam.

"Bang, tolong berhenti," pinta Aksa. Ia membawa Ayah dan Ibu Tirinya untuk berlindung di sudut ruang tamu. Sedangkan ia menghadapi sekelompok preman itu seorang diri.

"Saya yang bertanggung jawab sama hutang-hutang orang tua saya. Jadi, tolong jangan begini caranya."

"Halah! Ngomong, doang, lu!"

Bug!

Tanpa persiapan, Aksa mesti menerima pukulan telak dari pemimpin preman di hadapannya. Alhasil, sudut bibirnya kembali terkoyak. Namun seperti biasa, Aksa tidak akan merasakan sakitnya kecuali merasa terkejut.

"Mana?! Ini udah lewat dari waktu yang gue kasih ke lu! Tapi, lu gak bayar-bayar juga!"

Aksa hanya diam, kendati pemimpin preman itu menoyor-noyor kepalanya. Tidak memperdulikan luka di sudut bibirnya, Aksa memilih untuk bungkam. Ia tengah sibuk menemukan cara tercepat agar bisa mendapatkan uang.

Seperti yang pemimpin preman itu bilang, tenggat waktu yang diberikan memang sudah terlewat. Maka dari itu, ia harus segera melunasinya agar kejadian seperti ini tidak perlu terulang lagi.

"Tolong, kasih saya waktu, Bang."

"Berani-beraninya lu minta waktu lagi?!"

"Besok."

"Apaan?!"

"Kasih saya waktu sampai besok. Saya akan melunasi semua hutangnya."

Pemimpin preman itu tertawa hambar, "Apa jaminannya lu bisa ngelunasin hutang bapak lu itu besok?!"

"Saya emang gak bisa ngasih jaminan. Tapi, saya pasti akan melunasinya." Aksa menjawab, menatap pemimpin preman itu tepat di matanya.

Dan berkat aksi Aksa tersebut, pemimpin preman itu pun terdiam. Dia kelihatan menimbang-nimbang, sebelum akhirnya membuang napas dengan kasar, "Oke! Gue tunggu sampai besok! Kalau lu gak bisa nepatin kata-kata lu, nyawa lu, habis di tangan gue! Ngerti?!"

Tanpa menjawab, Aksa hanya menghela napas. Sementara pemimpin preman itu jadi tidak punya alasan lagi untuk tetap bertahan di sana. Dia mengajak seluruh anak buahnya keluar dari rumah yang sudah mirip kapal pecah itu, diiringi tendangan kencang pada pot tanaman dan pagar.

Suasana menjadi sangat hening setelahnya. Napas dari ketiga orang itu bahkan bisa terdengar saking heningnya.

Dan suasana tersebut pasti akan tetap bertahan di sana, jika saja Ayah Aksa tidak menggebrak meja yang telah berpindah tempat. "Semua gara-gara lu!"

Tidak sulit bagi Aksa mengetahui, kalau hardikan itu tertuju padanya. Pun dengan celetukan dari sang Ibu Tiri berikutnya, "Makannya, jangan ngabis-ngabisin uang ke rumah sakit! Emang lu gila, sampai perlu ketemu dokter jiwa?! Yang ada, orang tua lu, nih, yang gila gara-gara utang yang gak lu lunasin!"

"Gue ngutang sama preman-preman itu gara-gara biayain biaya rumah sakit lu pas kecelakaan dulu! Dan ini memang kewajiban lu untuk bayar hutang-hutang itu!"

Heal Me [ C O M P L E T E ]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora