:: Bab XVI ::

474 57 3
                                    

Plak!

Sebuah amplop yang baru saja dibuka, tiba-tiba saja dilempar ke lantai. Otomatis menyebabkan staff yang tadi mengantarkan amplop tersebut, langsung terperanjat.

"APA-APAAN LAGI INI?!"

Bos Tommy berteriak dengan suaranya yang mengalahkan penyanyi seriosa. Seperti biasa, napasnya jadi tersenggal-senggal sehingga ia buru-buru meregangkan simpul dasinya. Lantas, meja ia gebrak hingga barang-barang di atasnya bergetar.

"Sebenarnya Rayn itu lagi kenapa, sih?! Kenapa dia jadi sering buat ulah akhir-akhir ini?!" Bos Tommy berang. Sekali lagi, ia melirik amplop yang tadi dilemparnya. Isi amplop tersebut nampak berceceran.

"Kamu ngapain diam?! Cepat beresin foto-foto sialan itu!" titah Bos Tommy, bercampur emosi.

Foto-foto yang menampakkan Rayn tergolek tidak berdaya di dalam mobil yang menabrak pembatas jalan itu pun segera dimasukkan kembali ke dalam amplop. Tidak lama, staff tersebut pun bercicit, melerai keheningan berbalur ketegangan yang membuat sesak napas.

"T-terus... penawarannya gimana, ya, Bos? O-orangnya nungguin di bawah."

"Kamu masih berani nanya?!"

"M-maaf, Bos..."

"Apalagi memangnya?! Cepat kasih dia satu kardus!"

"A-apa? S-satu kardus, Bos?"

"CEPAT!" Suara Bos Tommy sepertinya bisa memecahkan kaca jendela seluruh lantai gedung Tree Entertainment. Dan agar suara memekakan itu tidak lagi terdengar, staff tersebut buru-buru keluar walau sejujurnya ia tidak mengerti apa-apa. Berhubung dia adalah pegawai magang, ia harus menanyakan pada seniornya tentang makna 'satu kardus' itu.

...

Rayn butuh waktu untuk sendiri.

Kini, ia duduk di atas toilet salah satu bilik kamar mandi. Seperti orang yang kehilangan tujuan hidup, Rayn melamun meratapi ujung sepatunya. Sedangkan otak yang tidak kunjung berhenti bekerja membuatnya terus kepikiran dengan apa yang dijelaskan Dokter bernama Profesor Adi itu. Dan hal tersebut, begitu menyiksa Rayn.

Paru-paru Rayn serasa dihimpit. Ia meremas celana jeans yang ia kenakan, ketika usahanya untuk mengingat apa yang sebenarnya terjadi sebelum kecelakaan 10 tahun lalu itu, tidak membuahkan apa-apa.

Rayn masih menahan dirinya untuk tidak begitu saja mempercayai penjelasan dari Profesor Adi beberapa saat lalu, ataupun bukti yang dia berikan. Pasti, ini semua hanya akal-akalan mereka untuk menjebaknya. Walau tidak bisa dipungkiri bahwa di dalam video-video yang pria setengah baya itu tunjukkan, adalah dirinya.

Dirinya saat menginjak bangku SMA.

Rayn memejamkan mata, sambil merapal dalam hati, 'Ayo, ingat, Rayn. Ingat.'

Hampir 10 menit, dan tidak ada satupun bayang-bayang tentang masa kecil yang terlintas di dalam kepalanya. Sejak kecelakaan itu, ia tidak mengingat apapun kecuali nama dan indentitasnya yang lain. Bahkan, ia tidak ingat kalau ternyata, ia pernah menjadi korban pelecehan Pamannya waktu kecil. Yang ia ketahui sejak kecelakaan itu hanyalah ia akan hidup bersama Nenek dari Ibunya.

Hanya itu. Kemudian, semuanya berjalan lurus hingga akhirnya ia bisa berada di titik yang sekarang.

"Hah!" Rayn membuang napas, ia kelihatan kesal. Gurat di wajahnya menampakkan keputus asaan.

Sial. Ia tidak bisa mengingat apa-apa.

Rayn meninju dinding bilik kamar mandi untuk meluapkan emosinya yang hampir meledak. Ia juga mengacak-acak rambutnya sendiri, berharap dengan cara itu otaknya mampu membantu ia mengingat tentang apa yang hilang sebelum kecelakaan tersebut. Namun, seakan tidak diperbolehkan, kepala Rayn malah jadi blank. Seperti komputer konslet, ia pun tidak bisa memikirkan apa-apa lagi.

Heal Me [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang