:: Bab LXVIII ::

261 39 4
                                    

"Aku mau terapi jalan. Aku juga udah daftar kelas tanaman hias dan berencana untuk buka usaha tanaman hias."

"H-hah...?"

"Selain itu, aku juga mutusin untuk muncul ke publik. Aku udah minta bantuan Bang Edo untuk nge-upload surat klarifikasi dari aku buat fans-fans yang masih setia nungguin aku. Aku mau hidup normal tanpa harus sembunyi-sembunyi lagi bareng kamu, Gwen."

Bersama senyumnya, Rayn menjelaskan. Ia terlihat begitu serius. Seolah-olah keputusan itu memang sudah dipikirkannya matang-matang.

Gwen yang sempat berpikiran tidak-tidak pun langsung bernapas lega. Ia meraih tangan Rayn yang tengah mengusap pipinya. "Kamu... yakin?"

"Hm." Rayn langsung mengangguk. "Aku gak mau kamu berjuang sendirian untuk ngeluluhin hati Papa kamu. Bagaimanapun, di sini aku yang meminang kamu, yang bakal jadiin kamu istri aku. Jadi, aku juga harus berusaha, apapun caranya, supaya Papa kamu yakin bahwa laki-laki yang akan meminang putrinya ini, adalah laki-laki yang bisa diandalkan."

Mendengar pernyataan Rayn itu, Gwen justru jadi emosional sendiri. Ia langsung memeluk Rayn dengan erat dan menumpahkan air mata harunya di atas pundak pria tampan itu.

"Jangan nangis, Gwen," bujuk Rayn, seraya menenangkan gadis itu.

"Aku gak nangis. Cuma kelilipan," elak Gwen, lantas melepaskan pelukannya pada Rayn. Ia membiarkan Rayn menghapus air matanya dan hanya diam kala pria itu mengecup bibirnya dengan lembut. Padahal, beberapa detik sebelumnya, pria itu sempat mentertawakan dirinya.

Rayn menatap gadis kesayangannya itu sekali lagi. Seakan tidak bosan sama sekali.

"Udahan, ya, nangisnya. Sekarang aku siapin dulu panggangannya. Kamu tata aja daging sama sosis-sosisnya, tuh, di meja."

Gwen hanya mengiyakan. Sementara Rayn berlalu dari hadapannya untuk mempersiapkan panggangan daging mereka.

Bohong jika Gwen tidak terenyuh. Dengan keseriusan Rayn itu, ia semakin yakin bahwa orang yang akan menikahinya adalah orang yang tepat.

...

Acara makan malam bersama yang mendadak namun menyenangkan itu akhirnya selesai. Rayn sudah mencuci semua piring kotor yang tadi di gunakan. Sementara Gwen sedang menyapu teras samping.

Namun, begitu ia ingin menghampiri, Gwen ternyata sudah tidak ada di sana. Hanya ada sapu yang bersandar di dinding bersama sampah yang terkumpul di pengki.

"Gwen? Kamu dimana?" Rayn mencari.

Gwen masih tak menjawab. Membuat Rayn sedikit cemas sebab ia tahu mobil gadis itu masih ada di depan rumahnya. Tidak mungkin dia menghilang tiba-tiba, kan?

Pria itu menggerakkan kursi rodanya hendak menuju ruang tamu. Namun, diurungkannya saat melihat Gwen berdiri kikuk di depan kamarnya yang terbuka.

"Gwen, aku nyariin kamu. Kamu habis ngapain?" tanya Rayn, to the point.

Gwen tidak segera menjelaskan. Ia hanya meringis canggung sambil sesekali menggaruk tengkuk lehernya.

"Gwen?"

"E-ehm... aku gak ngapa-ngapain, kok. Cuma mau nyiapin sesuatu aja di kamar kamu. Maaf, ya, aku lancang."

Rayn mengernyitkan alis. Ia melongok ke dalam kamar namun tidak menemukan sesuatu yang berbeda dari yang terakhir dirinya lihat. "Kamu nyiapin apa emangnya?"

"A-ada, deh. Rahasia. Kalau begitu, aku pulang dulu, ya! Bye, bye, Mas Rayn!"

"L-loh?! Gwen!"

Heal Me [ C O M P L E T E ]Where stories live. Discover now