:: Bab XLI ::

350 57 5
                                    

Gwen tidak bisa berkutik saat dahi berkerut Devon seolah menembus kemejanya dan mengenai kulit bahunya. Terdiam dirinya selagi pria itu menghela dan menghembuskan napas beratnya perlahan. Hatinya sedikit terguncang mendengar pengakuan tersebut.

Ia hanya tidak menyangka, Devon bisa menunjukkan sisi rapuhnya seperti ini. Yang spontan menggugah syaraf-syaraf di tangan Gwen. Untuk memberi dia sebuah usapan lembut pada punggungnya.

Telapak tangan Gwen bergerak naik dan turun. Sesekali menepuknya. "Semua ada waktunya, Devon."

Sementara itu, Devon semakin mendekatkan dirinya pada Gwen. Kedua tangannya bergerak merengkuh pinggang gadis itu. Sentuhannya sukses memompa aliran darah Gwen yang langsung berdesir cepat.

"Aku... harus segera menyelesaikan ini semua, Gwen. Dengan begitu, aku bisa meninggalkan Rayn dengan perasaan tenang," bisik Devon kemudian.

Gwen mengulum bibirnya. Perasaannya seperti dicampur aduk sekarang. Seakan-akan, ia bisa ikut merasakan apa yang Devon rasakan.

Dari suara pria itu, terselip kelelahan akan penantian yang panjang. Bagaimana dia menghela dan menghembuskan napas beratnya berkali-kali, mampu disimpulkan kalau dia sudah muak dengan keadaannya. Namun, di lain sisi, Gwen bisa merasakan Devon yang seakan-akan tidak mau pergi sebelum urusannya benar-benar selesai.

Sejauh ini, itulah yang bisa Gwen rasakan. Usapan beserta tepukannya pada pundak Devon pun semakin teratur. Seutas senyum ia sunggingkan di belakang Devon, "Kalau begitu, selesaikan, lah. Kalau memang itu membuat kamu tenang, selesaikan."

Gwen menarik napas dalam lalu melanjutkan, "Tapi, ingat, Devon. Apapun itu, selesaikan dengan cara baik-baik. Jangan sampai ketika kamu menyelesaikan satu masalah, justru timbul masalah lainnya. Itu hanya akan menambah beban di pundak kamu."

Pergerakan Devon yang mengangkat kepala dari atas bahu Gwen, membuat gadis itu mengernyit. Tapi, ia hanya diam selagi Devon memandangi dirinya.

Ia juga tak mempermasalahkan tangan Devon yang tidak ikut terlepas. Posisi duduk mereka masih dalam kesenjangan yang begitu kecil. Seolah dengan posisi itu, Gwen bisa menularkan ketenangan untuk Devon yang nampak begitu kalut.

Ada beberapa detik ketika Devon hanya merundukkan kepala. Sebelum akhirnya ia mendongak dan mengangkat sedikit sudut bibirnya. "Tapi, orang itu gak bisa aku perlakukan dengan baik-baik, Gwen. Dia... harus mendapatkan hal yang setimpal."

"Memangnya apa yang dia lakukan, hm? Kamu... berkenan untuk ngasih tahu aku siapa dia?" Gwen bertanya dengan lembut, sembari merapikan sedikit tatanan rambut Devon. Senyum senantiasa menemaninya ketika menatap pria itu. "Apa dia berhubungan dengan Mas Rayn juga?"

"Hm." Devon menganggukkan kepala. Sentuhan Gwen yang begitu hati-hati pada dirinya, sungguh menenangkan. Seperempat bagian dari kegusaran dan kemarahannya lenyap hanya karena sentuhan gadis itu.

"Dia... orang yang memulai penderitaannya Rayn. Kalau dia gak hadir di kehidupannya Rayn, mungkin, aku gak akan ada di sini demi ngelindungin Rayn dan gak harus nerima rasa sakit yang harusnya Rayn terima."

Devon bercerita, dengan iris coklat terang yang terpaku pada Gwen. Cara gadis itu mendengarkan dan tak sedikitpun berpaling darinya, membuat Devon semakin yakin untuk menyambung ceritanya.

"Rayn harus kehilangan Ayahnya sejak kecil karena dibunuh orang itu, Gwen. Rayn dan Ibunya harus menderita karena orang itu. Rayn dilecehkan sama Om-nya, juga karena orang itu."

Devon mengubah senyum kecilnya menjadi senyum penuh kepedihan. Meski begitu, binar matanya begitu gelap dan suram. Ada dendam dan kemarahan yang terbesit di sana, "Dan setelah semua penderitaan yang Rayn terima, orang itu justru masih bisa senang-senang. Kehidupannya begitu bahagia dengan segala hal yang dia punya sekarang. Aku gak terima, Gwen."

Heal Me [ C O M P L E T E ]Where stories live. Discover now