:: Bab XI ::

584 69 4
                                    

"L-loh?! Mas Rayn?! Sadar! Mas Rayn, sadar!"

Sayup-sayup suara itu menarik Rayn dari kegelapan. Matanya terbuka perlahan, sembari menahan pening yang mendera. Telinganya yang berdengung pun membuatnya meringis spontan.

Angin sejuk yang menerpa wajah, semakin membuat Rayn yakin untuk mengangkat tubuhnya sendiri. Merasakan suasana hening serta udara yang menusuk tulang, membuatnya mengernyit karena harusnya, ruang wardrobe yang ada di dalam ingatannya adalah tempat yang hangat.

Wajah Rayn terangkat. Kedua tangannya berpegangan pada pundak orang yang tubuhnya menjadi alas bagi Rayn. Tatapan buramnya pun berserobok dengan kekhawatiran dari bola mata jernih di hadapannya.

Kerutan di keningnya bukan hanya karena ia merasa pusing. Tapi, karena Rayn tidak mempercayai siapa yang dilihatnya saat ini. "D-dokter Gwen...?"

"Mas Rayn udah sadar?! Ah, untungnya!—"

Belum kelar Gwen memanjatkan syukur, Rayn segera mendorong tubuh gadis gempal itu hingga dia terjungkal ke belakang. Tentu saja, ia tidak bisa membiarkan fans atau orang lain melihatnya didekap seorang perempuan. Apalagi di kawasan yang sepi dan minim pencahayaan. Bisa-bisa, ada miss informasi mengenai dirinya dan berbuah skandal merugikan.

"N-ngapain Dokter Gwen di sini?!"

"Aduh, jangan didorong juga, dong!" Gwen memprotes. Gadis tersebut mengernyit sebal. Kekhawatiran lenyap dari sorot matanya, namun itu bukanlah fokus Rayn sekarang.

Ia lebih berfokus mencari tahu, mengapa dirinya bisa ada bersama Gwen di tengah-tengah taman yang sepi. Terlebih mereka hanya berduaan, yang bisa memantik kecurigaan orang-orang. Jarak pun terbentang oleh pergerakannya yang berjalan mundur. Rayn menjauhi Gwen yang masih sibuk mengusap-usap bokong, layaknya gadis tersebut adalah virus.

Grasa-grusu Rayn memeriksa badannya. Memastikan tidak ada organ tubuhnya yang menghilang atau pakaiannya tidak terbuka. Bukan tidak mungkin, Gwen melakukan macam-macam karena tidak bisa menahan hasratnya, kan? Apalagi Rayn itu tampan dan terkenal. Sesosok pria yang sepertinya akan sulit didapatkan oleh perempuan seperti Gwen. Ya... terkecuali kalau ada kesempatan yang memungkinkan seperti sekarang.

Ludah Rayn pun mengairi tenggorokan dengan susah payah, tatkala sadar bahwa bukan kemeja yang melekat. Melainkan leather jacket, stretch jeans, dan sepatu boots seperti rockstar. Bola matanya pun membesar, bahkan hampir saja keluar dari rongga. Kapan ia mengganti pakaiannya jadi seperti ini?

Tidak henti-henti mata Rayn yang membelalak, menjelajah setiap arah. Melupakan tentang Gwen —lebih bagus jika dibilang mengabaikan gadis tersebut yang kini beranjak bangun—, Rayn dibuat kebingungan oleh tempatnya berada. Otak Rayn buntu. Ia tidak tahu bagaimana caranya ruang wardrobe bisa berubah menjadi taman bermain seperti ini.

Atau lebih tepatnya, bagaimana ia bisa berada di sini saat yang terakhir kali ia ingat adalah ia sedang mengacingkan kemeja di ruang wardrobe. Sedangkan Edo dan orang-orang project lainnya menunggu di set pemotretan. Dan itu berarti, harusnya Rayn berada di studio foto. Bukan malah di taman bermain yang sepi dan kurang pencahayaan. Bersama Gwen pula.

Rasanya, Rayn seperti sedang bermimpi. Ia ingat, kepalanya sempat terasa sakit. Tapi, ia tidak menyangka kalau sakit yang menyiksa itu, malah memindahkannya ke taman dengan Gwen yang berdiri di hadapannya saat ini.

"G-gak... Ini mimpi, kan? K-kok..."

"Mas Rayn udah baikan? Kepalanya gak sakit lagi?"

Gwen beserta pertanyaannya menarik Rayn yang tengah menatap gamang ke sekeliling. Masih dengan mata melotot, yang cukup mengejutkan Gwen ketika ia menoleh, Rayn menampakkan sorot bergetar. Terkesan panik bercampur ketakutan.

Heal Me [ C O M P L E T E ]Where stories live. Discover now