:: Bab IV ::

715 92 3
                                    

Bunyi detik dari jarum jam yang bergerak, menjadi pengisi keheningan di dalam ruangan luas dan hangat itu. Menemani dua pria yang duduk bersebelahan dalam diam, sibuk dalam berbagai macam pikiran yang berkecamuk. Sudah lebih dari setengah jam keduanya berada di ruangan tersebut. Si pria berkemeja mulai bergerak gelisah sambil terus menilik waktu. Sementara pria lain yang memakai jaket, topi, dan masker serba hitamnya, justru lebih sibuk dengan ponsel di dalam genggaman seraya menggulir laman media sosialnya diiringi tatapan serius.

“Duh, kok, lama amat, sih dokternya! Setengah jam lagi, kan, lu ada konfrensi pers, Rayn! Ck!”

Edo mendecak kesal, tidak mengalihkan pandangannya sedikit pun dari pintu yang ada di ruangan. Ia kelimpungan sendiri, memikirkan jadwal Rayn yang harus dihadirinya setengah jam lagi. Tapi, mereka juga tidak bisa pergi begitu saja dari ruangan itu karena mereka sudah terlanjur membayar untuk konsultasi bersama seorang yang memiliki kemampuan untuk membantu masalah Rayn saat ini. Tidak hanya karena sayang uang yang sudah dikeluarkan, tapi juga, Edo tidak bisa membiarkan dirinya terjebak dengan rasa penasaran terkait apa yang sebenarnya terjadi pada sang artis.

Sementara itu, Rayn pun menurunkan ponsel dari depan wajahnya, dan menghela napas panjang. Ia membuka topi yang menutupi kepalanya dan mengibaskan rambutnya karena kegerahan, “Udah, lah, Bang. Kita langsung aja ke sana. Percuma juga.”

“Gak bisa gitu, dong, Rayn. Paling gak, kita harus tanya-tanya tentang kondisi lu ini. Dia, kan, ahlinya. Pasti dia ngerti,” sahut Edo, tidak terima dengan ajakan Rayn yang sepertinya kehilangan kesabaran. Ia baru akan bersuara kembali, berusaha meyakinkan pria tampan di sebelahnya itu untuk menunggu beberapa saat lagi. Namun, belum sempat ia berkata, seorang perawat yang tadi menggiring mereka untuk masuk ke dalam ruangan itu, muncul dari balik pintu dan langsung mengumbar senyum yang membawa makna tidak mengenakan. Rayn bahkan bisa menebak kalau perawat itu pasti akan mengatakan bahwa orang yang mereka tunggu-tunggu sejak tadi, ternyata tidak bisa hadir untuk menemui mereka.

Hm… maaf, karena sudah membuat Anda menunggu lama, Pak. Tapi… Profesor Adi tidak bisa hadir untuk saat ini karena harus menghadiri konferensi dari Kementerian. Kemungkinan, Profesor Adi baru bisa hadir untuk membuka jadwal konsultasi kembali lusa.”

Nah, kan. Benar dugaan Rayn.

“H-hah?! Lama banget?! Yah, Suster. Kalau gitu, kenapa gak dibilang dari tadi? Saya ini juga punya jadwal penting yang harus dihadiri, loh.” Kecewa, Edo pun menjawab dengan suaranya yang terdengar sebal. Pria brewokan itu membuang napas dengan kasar, hingga membuat perawat yang sedang berhadapan dengan dirinya semakin merasa tidak enak, “Sekali lagi maaf, ya, Pak. Tapi, Bapak bisa re-schedule untuk konsultasi dengan Dokter Adi atau mungkin membuat schedule konsultasi baru dengan dokter yang lain.”

“Gak usah, Mbak. Terima kasih.”

Bukan Edo yang memberi keputusan, melainkan Rayn yang menyahut dingin lantas bergerak bangkit dari kursi yang dia duduki. Ia pun melenggang pergi meninggalkan Edo dan si perawat yang terperangah menatapnya, tidak memperdulikan reaksi mereka sama sekali. Lagipula, ia yakin, bahwa konsultasi dengan dokter, atau psikiatris, atau apapun itu namanya, belum tentu bisa membuat keadaannya membaik.

Menunggu berjam-jam, duduk dan dibombardir pertanyaan, hanya akan membuatnya mati kebosanan. Sedangkan masih banyak hal yang bisa Rayn lakukan, termasuk menyelesaikan seluruh jadwal yang menyita waktu hampir dua puluh empat jam tiap harinya. Dan konsultasi dengan dokter, atau psikiatris, atau apapun itu, cuma akan membuang-buang waktunya saja.

“E-eh! Ra— hm… Ian! Tungguin!” Hampir saja menyebutkan nama panggilan Rayn, Edo buru-buru mengoreksi seruannya. Mana mungkin ia membiarkan perawat yang berdiri di hadapannya saat ini mengetahui bahwa pria berpakaian serba tertutup layaknya agen rahasia itu adalah seorang Rayn Abrian. Bisa-bisa, berbagai macam pemberitaan dan gossip tentang keberadaan Rayn di rumah sakit untuk berkonsultasi dengan seorang psikiatris, langsung tersebar cepat kemana-mana dan membuat orang-orang akan berpikiran aneh-aneh tentang dia.

Heal Me [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang