:: Bab LIII ::

374 59 18
                                    

"L-lu... g-gak lagi nipu gue, kan?"

"Gak, Bang. Ngapain juga gue nipu lu?"

"S-seriusan?!"

"Terserah lu mau percaya atau gak."

Rayn nyaris memasuki kamar jika saja Edo tidak menubruk tubuhnya dari belakang. Kedua tangan yang melingkari lehernya tersebut begitu erat. Jalur pernapasannya pun tersendat karenanya.

"B-bang! G-gue... g-gak—"

"RAYN! AKHIRNYA LU BALIK!"

Belum berhenti sampai di situ, Edo kembali 'menyiksa' Rayn dengan caranya membalik tubuh pria itu yang cukup kasar. Keseimbangan Rayn hampir hilang.

Untungnya, Edo mampu menolongnya, walau lagi-lagi dengan pelukannya yang teramat kuat. Bahkan sepertinya, seluruh tulang yang menjadi kerangka tubuh Rayn, bisa remuk akibat pelukan tak manusiawi itu.

"ADUH, RAYN! KENAPA LU MUNCULNYA LAMA BANGET, SIH?! GUE KANGEN BANGET SAMA LU! GUE CAPEK BANGET NGURUSIN DEVON YANG SUKA GAK TAHU DIRI KALAU MINTA APA-APA!"

Dengan sisa tenaga yang ada, Rayn masih punya kesempatan untuk mendorong tubuh Edo menjauh darinya. Wajahnya mengkerut marah. "Bisa, gak, sih gak usah lebay?! Lu hampir bunuh gue tau, gak?!"

Edo pun tampak menyesal, "Ya... sorry. Habisnya, nih, ya, sengesel-ngeselinnya lu, masih lebih ngeselin si Devon! Asli, dah!"

"Emang Devon ngapain aja selama gue gak ada?"

"Nah! Biar gue ceritain secara ringkas, padat, dan jelas!" Edo menarik pergelangan Rayn. Menuntunnya duduk di sofa. Perubahan drastis pada ekspresi wajah Edo menunjukkan keantusiasannya untuk bercerita.

"Si Devon, tuh, benar-benar, ya! Lu bayangin Rayn, setelah kemarin-kemarin bikin masalah sama Dokter Gwen, sekarang, dia bikin masalah sama Audy! Dia hampir nidurin si Audy pas itu cewek mabuk, Rayn! Gila, kan?! Untung, gue sama Dokter Gwen datang di waktu yang tepat buat ngeciduk dia! Kalau gak? Wah, habis itu anak sama Bos Tommy!"

Tanpa menyahut apapun —berpura-pura menjadi pendengar yang baik—, Rayn berpikir keras. Nyatanya, yang dikatakan Gwen tempo hari tidaklah mengada-ngada.

"Gue gak tahu, deh, Audy ngaduin ini ke Bos Tommy atau, gak. Semisal dia ingat kejadian itu pas udah gak mabuk, bakal berabe urusannya!"

"Terus ada lagi?"

Edo mengangguk cepat, "Ada! Masa, dia minta semua kontrak lu yang bakalan habis dalam waktu dekat dan semua jadwal lu yang tersisa bulan ini dipadatin dalam seminggu! Dan gokilnya, dia ngerjain semuanya tanpa tepar sama sekali!"

"Kenapa dia minta begitu?" Kerutan muncul di kening Rayn saat ia bertanya.

"Nah! Itu gue juga gak ngerti! Dia udah mirip orang yang tahu kapan bakal mati terus lagi nyiapin bekal buat di akhirat nanti! Ngeselin banget, dah, pokoknya! Ceu Vero aja sampai sakit, tuh, gara-gara ngikutin jadwalnya dia yang kayak buruh kerja paksa."

Edo mencebik kemudian, "Gue juga tadinya ke sini mau minta cuti buat libur hari ini. Tapi, karena lu udah balik, gue simpan cuti gue buat besok-besok! Asli, gue kangen banget sama lu!"

Rayn mengusap dagunya yang mulai ditumbuhi bulu-bulu tipis. Ia berusaha keras untuk menemukan alasan dibalik Devon melakukan hal seperti itu. Dirinya hanya yakin, Devon melakukan hal tersebut bukan tanpa alasan.

Bisa jadi, hal itu merupakan bagian dari rencananya Devon juga.

"Terus? Ada lagi kelakuan anehnya dia selama gue gak ada?"

Heal Me [ C O M P L E T E ]Where stories live. Discover now