Fifty Six

47.7K 2.5K 145
                                    

Vania berdecak kesal mendengar jika Rio membatalkan acara nanti malam, padahal ia sudah tak sabar dibuatnya. Arham sendiri melihat sepupunya seperti itu hanya bisa meringis tak tega. Tapi kan itu acara Rio bukan acaranya, jadi ia tak bisa melakukan apa-apa.

"Baru kali ini acara romantis dibatalin" decak Vania kesal. Ia saja sudah mempersiapkan diri tapi ternyata yang membuat acara mempunyai kehendak lain yang membuatnya begitu tak habis pikir. Ia kira sifat suaminya sudah berubah tapi nyatanya lebih parah.

"Itu bibir nggak usah kayak bebek! Salah sendiri punya suami kayak si Rio" cibir Arham sembari bermain tab nya. Vania langsung menatap tajam ke arah Arham.

"Alhamdulillah aku sudah ada yang punya daripada situ.......ZOMBLO" ledek Vania memperjelas kata terakhirnya. Arham memutar matanya jengah tak memperdulikan perkataan Vania.

"Tunggu saja tahun depan" ucap Arham dengan nada santainya. Vania yang mendengar itu sontak langsung loncat ke atas tempat tidur menatap Arham tak percaya.

"Beneran? Siapa siapa?" tanya Vania penasaran. Arham mengendikkan bahunya seraya tersenyum. Vania menyipitkan matanya mencari kebenaran lewat sorot mata sepupunya.

"Oke, aku tunggu! Kalau sampek tahun depan nggak nikah, aku minta saham Kakak 50 persen" ancam Vania membuat Arham menatapnya tak percaya.

"Gila!" sentak Arham dan hanya dibalas tatapan menantang dari Vania. Arham menghembuskan napas pasrah lalu menganggukkan kepalanya pelan. Vania tersenyum senang lalu mencium pipi sepupunya.

"Untung gue punya pacar sekarang" batin Arham bersyukur.

Keesokan harinya, Vania hanya bisa melongo melihat Arham yang memasukkan beberapa pakaiannya ke koper. Ia sungguh tak mengerti apa yang akan diperbuat sepupunya.

"Kakak usir aku?" tanya Vania bingung dengan nada pelannya. Arham yang mendengar pertanyaan Vania hanya bisa terkekeh pelan.

"Kamu sampai mikir segitunya? Ya nggak mungkinlah aku usir kamu. Kita ke Bogor sekarang" jawab Arham sembari melanjutkan kegiatannya. Vania mengerutkan dahi berusaha berpikir.

"Emang ada apaan ke Bogor?" tanya Vania penasaran.

"Rio yang suruh. Jadi kita ke sana. Nanti Rio menyusul" jelas Arham dan diangguki pelan oleh Vania walau dalam pikirannya masih bertanya-tanya.

Vania duduk santai di bangku belakang mobil sembari terus berpikir keras. Bagaimana tidak? Arham juga mengajak Vino yang membuat dirinya bertambah bingung.

Saat ia bertanya pada Vino, malah Vino menepuk pelan kepalanya sembari tersenyum. Senyum manis dengan penuh kemisterian.

----------

"Bangun, Puteri tidur" Vania membuka matanya merasakan tepukan pelan di pipinya. Perlahan ia membuka matanya dan melihat Arham lah yang menepuk pipinya.

"Sudah sampai" ucap Arham memberitahukan. Vania turun dari mobil lalu mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Suasana yang tak terlalu ramai sampai ia bisa mendengar suara burung yang jarang ia dengar di Jakarta.

Vania berjalan mengikuti langkah Arham yang ada di depannya, "Aku harap kamu  bahagia" ucap pelan Vino membuatnya mengalihkan pandangannya menatap Vino yang tersenyum padanya. Baru saja ia akan bicara, Vino langsung melangkahkan kakinya cepat meninggalkannya. Ia tahu apa maksud perkataan Vino.

"Aku harap Kakak mempunyai seseorang yang begitu mencintai Kakak nantinya dan aku bahagia jika itu terjadi" gumam Vania memperhatikan punggung Vino yang semakin menjauh. Vania menghela napas dalam lalu berlari mengikuti langkah keduanya.

Vania mengedarkan pandangannya di kamar yang akan ia tempati dua hari di sini. Kamar yang cukup luas dan nyaman untuknya. Vania mendudukkan dirinya di tempat tidur seraya menghela napas dalam. Ia sungguh merindukan kedua anaknya.

OUR LOVEWhere stories live. Discover now