Fifteen

47.2K 2.9K 93
                                    

Vania memperhatikan Rio yang begitu serius menonton acara debat di televisi. Ia melangkahkan kakinya seraya membawa dua cangkir kopi yang sudah ia buat.

Flashback On

Vania terkejut melihat mobil milik mertuanya sekarang berhenti tepat di depannya. Sebenarnya Vania sedang menunggu angkot karena jam mengajarnya sudah selesai.

"Mama kenapa jemput Vania?" tanya Vania yang baru duduk di samping maminya.

Vania tersenyum ketika melihat Arka yang juga ikut menjemputnya. Vania pun mengangkat Arka dan didudukkan di pangkuannya.

"Mama ingin berbincang santai dengan menantu mama" ucap mama mertuanya dengan tersenyum manis.

Vania diam menunggu mama mertuanya mengawali pembicaraan. Sekarang mereka duduk di restoran favorite Rio biasanya jika mengajaknya jalan-jalan.

"Kamu sama Rio ada masalah?" tanya Mama mertuanya to the point membuat Vania hanya bisa terdiam membisu.

"Iya kan? Jujur saja sama Mama, Mama enggak bakalan marah kok" tanyanya kembali membuat Vania hanya bisa menganggukkan kepalanya pelan sebagai jawabannya.

"Ada masalah apa? Apa ini tentang Arka?" tebak Mamanya membuat Vania menatap Mami mertuanya dengan tatapan sendu.

Vania menggeleng pelan, "Vania tidak tau, Ma. Sudah lebih dari tiga minggu Kak Rio selau menghindar dari Vania. Semenjak Arka pulang dari rumah sakit, setiap pagi Vania selalu lihat Kak Rio keluar dari kamar bawah" curhat Vania dengan nada sendunya.

Mama mertuanya menarik tangan kananya dan menggenggamnya hangat, "Setiap rumahtangga pasti ada saja masalahnya. Jangan sampai masalah ini terus berkelanjutan. Kalian bukan lagi pasangan baru menikah, kalian sudah membina rumahtangga lebih dari dua tahun, jangan sampai masalah ini malah bertambah besar" pesan Mama mertuanya.

"Mama memang tidak tahu masalahnya apa, tapi salah satu dari kalian harus mencoba mengawali untuk berbaikan. Api disiram minyak akan semakin besar, tapi jika Api disiram dengan air maka api itu akan padam. Kamu ngerti kan apa maksud Mama?" tanya Mama mertuanya dan diangguki cepat oleh Vania.

Flashback Off

"Ini kopinya" ucap Vania meletakkan kopi di meja depan suaminya. Rio hanya berdehem pelan tanpa mengalihkan pandangannya.

Vania tersenyum miris hanya mendapat jawaban seperti itu. Ia mendudukkan dirinya di samping suaminya tapi tetap memberikan jarak.

"Aku minta maaf" cicit Vania seraya memainkan ibu jarinya pelan tanpa menatap suaminya. Jujur saja mengatakan tiga kata itu membutuhkan banyak keberanian baginya.

"Maaf atas segala kesalahanku. Aku tahu aku banyak salah sama Kakak, mungkin dosaku begitu banyak. Aku tahu Kakak marah denganku, tapi walau seperti itu Kakak tetap diam dan tak pernah berkata kasar padaku itu yang membuatku begitu merasa bersalah"

"Maaf jika aku selalu menguji kesabaran Kakak. Maaf soal Arka dan kesalahan apapun yang membuat Kakak begitu marah padaku. Maaf" isak Vania lalu menutupi wajahnya.

Rio terdiam mendengar permintaan maaf Vania. Vania hanya bisa pasrah jika suaminya tak memaafkannya. Sudah sebulan ini suaminya mendiamkannya membuat dirinya begitu tersiksa.

Vania meneteskan air matanya ketika merasakan pelukan hangat ditubuhnya, "Jangan menangis" ucap Rio pelan seraya mengelus rambut istrinya.

Rio melepaskan pelukannya lalu menangkup tangan istrinya dan menggenggamnya.

"Aku sudah memaafkanmu. Aku juga minta maaf karena sudah mendiamkanmu selama ini" ucap Rio.

Rio melepaskan genggamannya dan menangkup wajah Vania yang terus menundukkan kepalanya. Vania memejamkan matanya merasakan usapan lembut jari suaminya yang mengusap air matanya.

OUR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang