Forty Three

42.4K 2.5K 83
                                    

Vania menatap kesal ke arah lelaki yang duduk santai di sofa dengan menyilangkan kaki. Ia kira Vino akan membiarkannya tinggal sendiri hanya dengan Alina di sini, tapi ternyata dugaannya salah besar.

"Uncle!" teriak Alina seraya berlari ke arah lelaki itu. Lelaki itu langsung menyambut kedatangan Alina dengan merentangkan kedua tangannya.

"Ngapain Kakak kemari?" ketus Vania seraya menarik kopernya.

Lelaki itu berdecak kesal dengan ucapan sepupunya, "Seharusnya kamu tuh bersyukur" jawabnya santai seraya menggendong Alina.

"Siapa yang suruh?" tanya Vania menatap kesal sepupunya.

"Kagak ada, hanya inisiatif sendiri waktu gue denger kalo lo mau pindah ke apartemen Vino. Yaudah gue menawarkan diri nemenin sepupu gila" sindir Arham membuat Vania mendengus kesal. Vania tak peduli dan langsung memasuki kamar yang ia pilih.

Memang Arham dari dulu sudah tahu jika Vania tinggal bersama Vino. Setelah melihat keadaan Vania yang cukup menyedihkan ketika diusir oleh keluarganya sendiri, ia berinisiatif mencari Vania tepat setelah Vania pergi tanpa ada yang mengetahuinya.

Ia tak ingin membiarkan sepupu perempuan satu-satunya sendirian melewati hal ini. Apalagi Vania sudah dianggapnya sebagai adik kandungnya sendiri.

Dari awal, ia membantu Vino untuk menyembunyikan Vania dari keluarganya maupun dari Rio. Ia tak sudi melihat sepupunya kembali pada lelaki yang telah mencampakkannya dengan begitu kejam.

Arham mengikuti langkah Vania dan melihat Vania yang sibuk dengan kegiatannya, "Gue gak akan ngebiarin Lo sendirian lagi, Van" ucap sendu Arham membuat Vania menghentikan gerakannya mengeluarkan semua baju dari koper.

"Gue takut ada kejadian buruk seperti yang lalu. Lo tau, gue marah besar saat Vino bilang kalau Lo masuk rumah sakit gara-gara cowok brengsek yang udah ngehancurin semua. Gue hampir saja bunuh dia pas dia ke tangkep. Tapi, lupakan semua, dia nggak akan ganggu Lo lagi karena gue jamin dia di penjara seumur hidup" jelas Arham dengan nada tegasnya.

Vania tersenyum kecil lalu berjalan ke arah Arham dan memeluknya. Ia tak menyangka jika ia mempunyai sepupu yang begitu mengerti dirinya. Selalu percaya dengannya bahkan di saat semua orang tak percaya padanya.

"Emang Kakak adalah Kakak terbaik" ucap Vania seraya masih memeluk Arham.

Arham tersenyum kecil seraya membalas pelukan Vania, "Alina nggak sa napas" keluh Alina mencoba melepaskan pelukan mamanya pada pamannya.

Vania melepaskan pelukannya seraya terkekeh pelan. Ia lupa jika anaknya yang menjadi penengah pelukannya. Arham sendiri juga hanya tertawa seraya mencium pipi Alina.

"Ini, gendong Alina. Lo laper kan?" tanya Arham seraya memberikan Alina pada Vania. Vania menganggukkan kepalanya sebagai jawabannya.

"Yaudah, tunggu bentar" ucap Arham seraya berjalan keluar dari kamar Vania.

---------------

Rio menatap mamanya dengan tatapan tegasnya. Ia sungguh tak suka bila mamanya membicarakan tentang acara perjodohan lagi.

"Ma, please. Gina udah milih orang lain. Oke?" jelas Rio.

"Kamu selalu begitu, Yo. Kamu maunya apa sih?" tanya Mamanya kesal.

Rio memutar matanya jengah, "Rio akan cari Vania dan bawa Vania ke sini" jelas Rio meyakinkan Mamanya, "Pokoknya mama duduk diam di rumah, Rio yang bakal bawa menantu kesayangan Mama" lanjutnya kembali.

"Kalau sampai sebulan ini nggak bawa Vania ke sini, Mama bakalan pecat kamu jadi anak Mama" ancamnya seraya beranjak dari duduknya.

Rio menghembuskan napas dalam. Ia memijat pelipisnya seraya memejamkan matanya. Ia sungguh bingung memikirkan pekerjaannya dan juga keluarga kecilnya.

OUR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang