Two

82.9K 4.3K 25
                                    

Suara adzan di ponselnya membuat Vania terbangun dari tidurnya. Ia menegakkan tubuhnya dan melihat Rio yang masih tertidur pulas dengan memeluk Arka.

Vania menggulung rambutnya seraya berjalan ke arah kamar mandi untuk wudhu lalu menunaikan shalat subuh.

Vania berjalan menuju dapur untuk menanak nasi karena kemarin suaminya mengatakan jika hari ini ia pergi ke rumah sakit lebih pagi. Jadi, ia memasak lebih awal.

Semenjak Bi Rum mengudurkan diri karena ingin kembali lagi ke desanya membuat Vania memutuskan jika ia tak lagi memakai jasa asisten rumahtangga. Ia ingin mengurus pekerjaan rumahtangganya dengan jerih payahnya sendiri.

Sejam kemudian Vania kembali ke kamar dan melihat Arka yang sudah bangun dari tidurnya, "Hai anak Mama, udah bangun ya" ucap Vania seraya mengangkat Arka dan mendudukkannya di pangkuannya.

"Kak, bangun! Shalat subuh dulu" ucap Vania seraya menepuk bahu Rio.

"Iya, bentar" sahut Rio pelan dengan suara seraknya seraya tetap memejamkan matanya.

"Yaudah, aku mau jalan-jalan sama Arka dulu" pamit Vania dan hanya dibalas deheman oleh Rio.

Vania memakaikan jaket untuk Arka agar Arka tidak kedinginan di luar. Setiap hari Vania menyempatkan waktu untuk berjalan pagi dengan Arka karena udara pagi sangat baik bagi tubuh.

Vania menggendong Arka dan meletakkannya di stroller sedangkan Arka tersenyum senang. Arka memang sangat senang jika diajak jalan pagi seperti ini.

"Ganteng benget sih Arka" ucap ibu-ibu yang bertemu dengan Arka.

"Makasih, Tante" balas Vania menirukan suara anak kecil. Tak ayal ketampanan Arka membuatnya menjadi primadona di komplek ini.

Apalagi banyak yang setor nama anaknya agar nantinya dapat disandingkan dengan Arka dan itu membuat Rio sangat marah.

"Emang gimana sih caranya kok bisa punya anak seganteng Arka gini, Dek?" tanya salah satu ibu-ibu membuat Vania terkekeh pelan.

"Caranya gampang, Bu. Cari suami yang ganteng" canda Vania membuat ibu itu tertawa pelan.

Vania menatap perempuan yang lebih tua darinya yang berdiri di samping ibu itu, "Ini Mbak yang baru pindahan kan?" tebak Vania.

"Vania" ucap Vania memperkenalkan diri seraya menyodorkan tangannya.

"Ela" jawabnya seraya menyambut tangan Vania.

"Oh iya, Dek. Ntar arisannya mulai jam sepuluh di rumah Bu Erna. Jangan lupa loh" ingat ibu itu dan diangguki oleh Vania.

"Iya, Mbak. Saya nggak lupa kok" sahut Vania seraya tersenyum.

Vania sedikit risih ketika melihat tatapan orang baru itu terhadap anaknya, seperti tatapan meremehkan.

"Mbaknya kayaknya masih muda banget tapi kok sudah punya anak sih" ucap Mbak Ela dengan nada meremehkan.

"Gak muda-muda amat, Mbak. Saya nikah umur 23 kok" jawab Vania.

"Oh nikah muda atau kebrojolan, Mbak? Kan biasanya umur segitu lebih tertarik sama karier ketimbang nikah. Saya aja nikah umur 28" cetus Mbak Ela membuat Vania risih dibuatnya.

'Enak aja brojol duluan, emang lo anggep gue apa?' batin Vania menggerutu.

Vania melihat ibu itu yang langsung menepuk bahu Mbak Ela memberikan peringatan tapi sama sekali tak diidahkan oleh Mbak Ela.

Vania tersenyum paksa, "Enggak kok, Mbak. Saya nikah muda bukan kebrojolan" sahut Vania sedikit menekankan kalimat akhirnya.

"Ya udah, saya mau jalan lagi. Mari" pamit Vania lalu berjalan cepat meninggalkan sekumpulan ibu-ibu.

Sebenarnya Vania ingin duduk di taman tapi melihat orang baru yang sedikit sinis padanya membuat Vania mengurungkan niatnya.

'Lebih baik ngehindar daripada kena darah tinggi nanggepin orang yang gak penting' batin Vania.

Vania memasuki rumahnya seraya menggendong Arka. Sungguh perkataan orang baru itu masih teringang diingatannya.

Vania mendudukkan Arka di karpet dan memberikannya sekotak mainan yang langsung disambut antusias oleh Arka.

"Enak aja bilang brojol duluan. Baru kenal aja kok gitu apalagi ini jadi tetangga juga. Aih dasar kagak ngerti aturan" gerutu Vania seraya meletakkan masakannya tadi di meja makan.

"Ada apa sih, Van?" tanya Rio yang sudah rapi dengan kemeja biru tuanya dan celana kain hitam mendekati Vania.

"Itu loh tetangga baru, ngeselin amat. Dia bilang kalo aku brojol duluan. Emang dia siapa? Baru kenal kok udah tanya gitu. Emang nggak tau apa kalo aku nikah itu sah secara hukum dan agama" jawab Vania kesal membuat Rio mengerutkan dahinya.

"Yah mungkin dia ada lagi masalah jadinya yah begitulah" ucap Rio seraya mengedikkan bahunya.

"Yaudah, nggak usah marah-marah. Eh Arka mana?" tanya Rio teringat jagoan kecilnya seraya melihat sekelilingnya.

"Tuh di depan TV" jawab Vania seraya menunjuk dengan gerakan matanya.

Rio berjalan ke arah ruang keluarga dan menemukan Arka yang sibuk dengan mainannya. Ia mengerutkan dahinya ketika melihat mainan Arka yang sudah berceceran di setiap sudut ruangan keluarga.

"Ya Allah, Arka. Kenapa mainannya dilempar-lempar kayak gitu?" tanya Rio sedikit meninggikan nada bicaranya. Bagaimana tidak? Arka melempar semua mainanya. Ada yang masuk dalam aquarium ada yang sampai ruang tamu.

"jek pa" (Jelek, Pa) jawab Arka dengan nada polosnya.

Rio menghela napas dalam meredakan rasa kesalnya. Ia pun mendekati Arka dan menggendongnya.

"Itu kan baru beli, Jagoan" jawab Rio dengan nada halusnya. Ia pun mendudukkan Arka di pangkuannya seraya memeluknya.

"Arka inget dedek bayi yang digendong mamanya di jalan pas kita mau ke rumah oma?" tanya Rio pelan. Arka hanya tersenyum kecil seraya mencoba mengartikan apa yang dikatakan papanya.

Arka hanya diam seraya menatap wajah papanya dengan tatapan polosnya. Ia masih sedikit tidak mengerti apa yang dikatakan papanya.

Rio mengerutkan dahinya memikirkan kata-kata yang akan ia katakan agar dimengerti oleh anaknya, "Oke, gini. Arka tau uang?" tanya Rio dan diangguki polos oleh Arka.

"Papa kerja buat apa?" tanya Rio kembali.

"Wang" (Cari uang) jawab Arka dengan bahasanya.

"Uangnya buat apa?" tanya Rio.

"Jaja" (Jajan)jawab Arka pelan.

"Pinter" puji Rio seraya mengelus kepala putranya.

"Arka inget mainan yang dibawa dedek kemarin?" tanya Rio kembali.

"Jek" (Jelek) ucap Arka dan diangguki oleh Rio.

"Bagusan mana mainan dedek sama mainan Arka yang tadi Arka lempar?" tanya Rio kembali membuat Arka diam dan melihat ke arah mainannya yang ia lempar dengan tatapan bersalah.

"Papa nggak marah, Papa pengen Arka jaga barang yang Arka punya. Jangan dilempar-lempar. Kasian Mama capek bersihin mainan Arka" nasehat Rio pada Arka. Rio tau Arka mengerti apa yang ia katakan karena Arka tergolong anak yang cerdas. Di usianya sepuluh bulan, Arka sudah mulai bisa berjalan dan di usianya ke satu tahun, Arka sudah mulai bisa berbicara.

Arka menggerakkan kakinya berusaha untuk turun. Rio yang mengerti, menurunkan Arka dari pangkuannya dan Arka langsung berjalan mengambil satu persatu mainannya yang ia lempar tadi.

Rio berdiri dan mendekati Arka yang sedang memasukkan mainannya ke kotak mainan, "Papa bantu ya?" tawar Rio dan langsung diangguki oleh Arka dengan senyuman manisnya.

Vania yang tak sengaja melihat interaksi anak dan papa, membuatnya meneteskan air matanya haru. Rio begitu sabar menghadapi Arka bukan seperti dirinya yang terkadang sedikit marah-marah saat Arka membuat ulah.

"Aku bahagia memiliki kalian" gumam Vania seraya mengusap air matanya.

OUR LOVEDonde viven las historias. Descúbrelo ahora