Forty Nine

40.9K 2.7K 105
                                    

Setelah mengetahui jika Vania ada di ruangannya, Rio langsung memeluknya erat. Ia tak peduli jika tindakannya dilihat banyak padang mata di ruangan ini. Anak-anak koas yang memang tidak pernah bertemu Vania, hanya berpikiran bahwa Vania adalah kekasih dari pembimbingnya.

"Kenapa jauh-jauh ke sini?" tanya Rio seraya mengelus punggung Vania pelan.

"Emang nggak boleh?" protes Vania seraya merenggangkan pelukannya membuat Rio terkekeh pelan, "Tidak, malah terserah kamu" elak Rio lalu mempersilahkan Vania duduk.

Rio mengalihkan pandangannya menatap anak koas yang masih memperhatikan Vania. Rio berdehem pelan membuat semua anak koas kembali fokus pada tugasnya. Vania yang memang dulu terbiasa dengan hal itu hanya bisa tersenyum kecil.

"Alina ke mana?" tanya Rio.

"Alina sama Keira. Dari kemarin dia demam sama batuk pilek kadang dia ngeluh pus...." ucapan Vania terpotong melihat Rio yang langsung berlari keluar tanpa mendengar kelanjutan penjelasannya membuat dirinya hanya bisa memutar matanya jengah.

"Selalu" gumam Vania kesal lalu beranjak dari duduknya dan mengikuti ke mana tujuan suaminya.

Vania tersenyum kecil melihat Rio yang sepertinya begitu menyayangi Alina. Sejak pemeriksaan di ruangan Keira, Rio selalu menemani puteri kecilnya dan sekarang malah Alina duduk manja di pangkuan papanya saat papanya masih kerja.

Ia sempat meminta Rio untuk fokus pada pekerjaannya dan memberikan Alina padanya malah Rio tak mendengarkannya sama sekali. Anak koas yang melihat itu hanya bisa berpikiran tiga hal, yang satu adalah Vania istri pembimbingnya, Vania merupakan pengganti mantan istrinya, atau Alina adalah anak hubungan di luar nikah dengan perempuan yang mereka lihat.

Jujur saja, apa yang mereka dengar dari orang lain adalah dokter Rio sudah bercerai dengan istrinya dan memiliki satu putera yang masih kecil tapi mereka tak tahu siapa nama mantan istri pembimbing mereka.

"Setelah operasi, bapaknya dibawa ke sini lagi untuk kontrol dua minggu sekali. Biar saya tahu perkembangannya apalagi ini adalah operasi katarak ya, Pak" jelas Rio pada pasiennya dengan tetap mengelus kepala puteri kecilnya.

"Baik, Dok. Terima kasih" ucapnya seraya berdiri dari duduknya dan diangguki oleh Rio, "Hasilnya bisa diambil di sebelah sana ya, Pak" tunjuk Rio ke salah satu anak koasnya.

Rio menempelkan telapak tangannya di kening Alina. Suhu badan Alina memang masih panas. Rio kembali fokus pada pasien selanjutnya sampai jam pulang. Alina sendiri sejak tadi tidak mau ditidurkan dan merengek minta terus tidur di pangkuannya.

"Aku antar pulang" tawar Rio tegas dan terpaksa di angguki Vania. Vania membawa jas dokter dan juga tas suaminya. Rio sendiri lebih memilih menggendong Alina yang tertidur di bahunya.

Rio mengerutkan dahinya yang tak sengaja Vania yang menutupi wajahnya dengan masker dan berjalan di belakangnya dengan memberikan jarak yang sedikit jauh dari dirinya. Banyak orang yang bertanya-tanya ketika melihat Rio menggendong anak kecil tak terkecuali Nadia yang sepertinya pernah bertemu anak itu.

"Bukannya itu Alina ya? Dan itu......." tebak Nadia lalu membelalakkan matanya saat menyadari jika Rio sekarang bersama Vania. Ia sungguh tak percaya dengan hal ini. Walau seperti itu, ia begitu senang melihat sahabatnya bisa kembali seperti dulu, sebelum semua hal runyam.

Setelah mengantarkan istrinya pulang di apartemen yang baru, Rio tak langsung pulang dan lebih memilih menemani Alina yang meringkuk di balik selimut. Rio berkali-kali mengompres Alina dengan air dingin berharap semoga panas anaknya semakin turun. Ia sungguh tak tega melihat wajah pucat Alina.

Getar ponselnya membuat dirinya mengalihkan pandangan dari Alina. Ia mengambil ponselnya dan membaca pesan yang masuk.

Vania masuk ke dalam kamar seraya membawa nampan. Ia tersenyum kecil melihat Rio yang begitu telaten mengompres Alina.

OUR LOVEWhere stories live. Discover now