Nine

50.1K 2.7K 12
                                    

Rio menatap jadwal penerbangan hari ini. Ia memilih ikut penerbangan pukul 09.40 agar sampai Palembang tidak terlalu siang dan tidak terlalu pagi.

Rio menatap Vania yang duduk di sampingnya yang sibuk melihat orang lalu lalang, sedangkan Arka duduk diam di pangkuan Mbak Endah, baby sitter yang di sewa mamanya selama seminggu.

"Jujur ya, Kak. Aku baru pertama kali ini naik pesawat" ucap Vania pelan pada suaminya.

Rio menatap Vania tak percaya, "Beneran?" tanya Rio untuk meyakinkan dan diangguki cepat oleh Vania.

"Kenapa? Bukannya keluarga kamu juga dari orang yang berada? Nafis aja pernah naik kok"

"Kakak pernah liat kan berita yang menyiarkan kecelakaan pesawat yang menewaskan banyak orang dan itu yang membuatku takut" ucap pelan Vania.

Rio mengambil tangan kanan Vania lalu menggenggamnya, "Nggak usah takut, berdoa dan serahkan sama Allah" ucap Rio menenangkan.

Vania tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Rio menggandeng tangan Vania ketika pemberitahuan pesawat yang akan mereka naiki akan tiba.

Vania gugup setengah mati ketika ia sudah duduk di dalam pesawat. Rio terus menggenggam tangan istrinya mencoba menenangkan.

Berbeda dengan Arka, dia sama sekali tak takut. Malah sekarang ia bertanya satu persatu apa yang sedang ia lihat.

Vania memejamkan matanya rapat ketika pesawat mulai takeoff. Ia menggenggam kuat tangan suaminya seraya berdoa dalam hati semoga sampai tempat tujuan.

Rio terkekeh pelan melihat wajah tegang istrinya. Ia yakin jika istrinya sekarang terus berdoa dalam hati.

Rio membuka safety belt nya ketika pesawat sudah berhasil terbang. Ia menatap istrinya yang masih memejamkan matanya erat.

"Van, sekarang buka matamu! Dan lihat apa yang bisa kamu lihat sekarang" bisik Rio pada Vania.

Vania perlahan memberanikan diri membuka matanya menatap Rio yang tersenyum manis padanya perlahan ia mengalihkan pandangannya ke arah jendela di sampingnya sesuai dengan arahan suaminya.

Ia terbuat kagum melihat awan putih yang sekarang bisa ia lihat dari dekat walau dibatasi oleh kaca jendela. Mungkin seperti kapas baginya.

"Indah" gumam Vania seraya menyentuh kaca jendela di sampingnya.

"Indah dan cantik seperti kamu" bisik Rio membuat Vania tersipu malu menutupi pipinya dan tak ingin berbalik menghadap suaminya.

Kurang lebih satu jam perjalanan, pesawat yang mereka tumpangi sampai juga di Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II.

Rio bersama keluarga kecilnya langsung bergegas ke hotel yang telah dipesannya seminggu yang lalu. Hotel yang lumayan dekat dengan restorannya, kurang lebih jaraknya dua kilometer.

"Ini kamar Mbak, kalau ada apa-apa, saya di kamar sebelah" ucap Rio pada Mbak Endah seraya memberi kunci kamar hotel.

Mbak Endah menganggukkan kepalanya, "Baik, Pak"

"Arka biar sama saya saja" ucap Rio kembali seraya mengambil alih Arka yang tertidur digendongan Mbak Endah.

Vania mengedarkan pandangannya menatap ke penjuru kamar hotel yang akan ia tempati. Ruangannya tidak terlalu besar tapi cukup nyaman untuknya.

Rio pelan-pelan menidurkan Arka di kasur, ia tak ingin mengganggu tidur jagoan kecilnya. Sedangkan Vania langsung ngacir ke kamar mandi.

"Selamat istirahat, Boy" ucap Rio seraya mengelus kepala Arka sayang. Rio pun beranjak turun dan melangkahkan kakinya menuju sofa yang telah tersedia.

Rio membuka tab nya dan mulai membaca hasil laporan yang dikirimkan oleh beberapa orang yang ia tugaskan mengawasi dan mengelola usahanya.

Ia sangat bersyukur bisa menjadikan usahanya semakin berkembang pesat. Walau dia dulu mencoba usaha karena ajakan kawannya tapi sekarang itulah yang ia sebut sebagai awal dari kesuksesannya.

Rio memberanikan diri untuk membeli saham di suatu perusahaan besar. Walaupun jumlahnya lumayan besar, tapi ia yakin jika nantinya hal itu dapat membantu dirinya untuk menggapai apa yang ia impikan. WDH sendiri masih dipegang olehnya, tapi ia belum siap untuk mengelolanya.

"Kakak nggak mandi dulu?" tanya Vania membuat Rio langsung mengalihkan pandangannya ke arah istrinya.

"Ntar aja, kamu nggak pengen makan apa gitu? Ini juga udah waktunya makan siang" tanya Rio.

Vania mengerutkan dahinya berpikir, "Kita ke restoran bawah aja. Yaudah, Kakak mandi dulu sana" jawab Vania seraya menyuruh suaminya.

"Udah ganteng kok, nggak perlu mandi" ucap Rio dengan penuh percaya diri.

Vania berdecak pelan menatap geli suaminya, "Iya, tapi jarang mandi" ledek Vania seraya mengusap rambutnya dengan handuk.

Rio berdiri dari duduknya dan berjalan mendekat ke arah istrinya seraya tersenyum manis.

Vania yang merasa ada hawa yang kurang menyenangkan untuknya, mencoba berusaha menghindari suaminya tapi ia terlambat ketika Rio lebih dulu memeluknya erat.

"Minggir ah" kesal Vania seraya memukul dada suaminya membuat Rio tersenyum geli menatap istrinya yang kesusahan melepas pelukannya.

"Minggir! Mandi sana! Bau!" seru Vania seraya terus berusaha melepaskan diri.

"Kiss dulu" pinta Rio seraya mendekatkan pipinya membuat Vania menatapnya kesal dan terpaksa dirinya mencium pipi Rio sekilas.

Rio tersenyum kecil, "Yang ini nggak?" goda Rio seraya mengerucutkan bibirnya.

"Mau tampol?" ucap Vania menunjukkan telapak tangan kirinya dan langsung dibalas tatapan sebal Rio.

Vania tertawa menatap suaminya yang mengerucutkan bibirnya dengan ekspresi seperti itu, ia pun mencium bibir suaminya sekilas lalu kembali menatap suaminya yang sekarang sudah tersenyum manis padanya.

"Terima kasih, Sayang" ucap Rio lalu mencium pipi Vania sekilas seraya melepaskan pelukannya.

"Udah mandi sana" suruh Vania menahan senyumannya. Rio menganggukkan kepalanya lalu berjalan santai menuju kamar mandi.

Vania menggelengkan kepalanya seraya tersenyum kecil. Ternyata suaminya juga bisa bersikap manja seperti itu.

Vania duduk santai menatap penjuru restoran. Ia menatap suaminya yang sibuk dengan tab nya dan Arka yang sibuk bertanya ini itu pada Mbak Endah.

"Permisi, ini pesanannya" ucap waiters itu membuat Vania mengalihkan pandangannya.

Vania tersenyum ketika pelayan itu mulai meletakkan pesanannya seraya menyebutkan satu persatu menu yang ia pesan. Untung saja suaminya sudah pesan sejam yang lalu jadi mereka bisa langsung makan.

"Terima kasih" ucap Vania setelah waiters itu selesai meletakkan hidangannya.

Vania menatap Rio kesal karena sedari tadi ia diabaikan, "Kak, ayo dimakan!" suruh Vania dan hanya dibalas deheman oleh Rio.

Vania menghela napas dalam berusaha meredakan kekesalannya. Ia mengambil sendok dan mulai melahap makanannya tanpa mempedulikan suaminya lagi.

Sore ini Rio mengajak keluarga kecilnya jalan-jalan santai dekat hotel. Tak lupa Rio membawa kamera bila sewaktu-waktu ia ingin mengabadikan momen kebersamaan dengan orang tersayangnya.

"Kak, fotoin dong dari belakang pas aku gandeng Arka" pinta Vania dan diangguki oleh Rio.

Vania berjalan langsung berjalan di depan Rio bersama Arka. Rio menghentikan langkahnya dan mulai membidik objek yang menjadi fokusnya berkali-kali.

Langkah Vania terhenti ketika ia melihat sosok lelaki yang ia kenal berjalan beberapa meter di depannya bersama seorang perempuan.

"Van, bagus loh" ucap Rio menunjukkan hasil bidikannya tapi sama sekali tak diidahkan oleh Vania.

"Ada apa, Van?" tanya Rio seraya menatap istrinya bingung.

"Farhan" gumam Vania pelan membuat Rio langsung mengalihkan pandangannya.

OUR LOVETahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon