Fifty Three

44.4K 2.6K 108
                                    

Vania berjalan ke sana ke mari menyiapakan keperluan yang akan dibawanya. Ia tak sabar menanti hari esok setelah tadi suaminya mengatakan akan mengajaknya ikut acara family gathering yang diadakannya untuk semua karyawan.

Alina sendiri tadi pagi sudah dijemput ayahnya, jadi hari ini dia hanya di apartemen bersama Arham. Arham yang melihat sepupunya berjalan bolak-balik hanya mendengus kesal.

"Ini bukan acara pindah rumah, Van" cibir Arham berbaring di kamar Vania seraya bermain game di ponselnya.

"Gue tahu, Kak. Tapi kan bawa Alina juga" sahut Vania kesal.

Arham memutar matanya jengah. Percuma ia memberitahu Vania sekuat apapun, pasti Vania takkan mau mendengarkannya.

---------------

Vania bersiap dengan pakaian casualnya dan Alina yang tiduran di pangkuannya sembari meminum susu formulanya menunggu Rio menjemputnya. Arham sendiri sudah pergi entah ke mana.

Drtttt......

Vania mengalihkan pandangannya ke arah ponsel yang dibawanya. Ia tersenyum mendapati pesan dari Rio yang mengatakan jika dia sudah ada di depan apartemennya.

Vania menggendong Alina lalu beranjak dari duduknya. Ia membuka pintu apartemen dan mendapati Rio memakai kaos dengan celana pendek berdiri di hadapannya.

"Sudah siap?" tanya Rio dan diangguki cepat oleh Vania.

Vania mempersilahkan Rio masuk lalu menutup kembali pintu apartemennya, "Cuma bawa koper ini?" tanya Rio dan diangguki cepat oleh Vania.

Rio menggendong Alina seraya menarik koper diikuti Vania yang berjalan di belakangnya. Beberapa kali Vania mendapati Rio menahan senyuman membuatnya sedikit curiga. Tapi ia berpikiran positif, mungkin karena Alina.

"Kenapa berhenti?" tanya Vania bingung.

"Kamu duluan masuk ke mobil" titah Rio membuat Vania bertambah curiga. Walau seperti itu, Vania menurutinya.

Vania berjalan santai ke arah mobil. Ia menghembuskan napas dalam lalu membuka pintu mobil secara perlahan. Vania terpaku sampai tak kuasa untuk berkata-kata melihat apa yang sekarang ia lihat.

"Halo, Mama" sapa Arka yang duduk di bangku belakang sembari melambaikan tangannya.

Vania terisak sembari menutup mulutnya dengan tangan. Ia tak menyangka apa yang tengah ia lihat sekarang. Seperti mimpi tapi ini begitu nyata baginya.

"Ini nyata bukan mimpi" cetus Rio yang mengerti apa yang tengah dipikirkan istrinya.

Vania tak menyiakan hal ini, ia membuka pintu belakang lalu menyambut Arka dengan pelukannya. Berkali-kali ia menghadiahi Arka dengan ciuman sembari terisak. Arka juga begitu senang, ia memeluk leher mamanya dan membalas ciuman mamanya di pipi.

"Arka" ucap Vania sembari merenggangkan pelukannya memperhatikan wajah puteranya.

Rio yang melihat momen ibu dan anak itu hanya bisa tersenyum haru sampai ia tak sadar menitikan air matanya. Vania terus memanggil nama Arka sesekali mencium pipi Arka.

"Kenapa Kakak nggak bilang kalau Arka juga ikut?" protes Vania tidak dapat menyembunyikan senyum lebarnya.

"Memang sengaja" jawab santai Rio dengan tersenyum.

Vania melepaskan pelukannya pada Arka lalu berganti memeluk suaminya erat sembari menggumamkan kata terima kasih. Rio membalas pelukan itu seraya tersenyum bahagia. Rio merenggangkan pelukannya lalu menatap wajah Vania.

Perlahan ia menggerakkan ibu jarinya mengusap air mata Vania, "Jangan menangis! Seharusnya istriku sekarang bahagia. Jadi, jangan menangis lagi" pinta Rio dan diangguki cepat oleh Vania.

Suasana di dalam mobil begitu membahagiakan untuk Rio. Ia mendengarkan setiap percakapan Vania dan Arka dengan berbagai cerita begitu juga Alina yang ikut menimpali tetapi dengan topik yang berbeda.

"Mama tahu, Arka dulu juga pernah diajak ke Bali sama papa" ucap Arka begitu antusias.

"Benarkah?" tanya Vania dan diangguki cepat oleh Arka.

"Iya, tapi papa selalu larang Arka main di pantai" adu Arka membuat Vania penasaran.

"Emang kenapa?" tanya Vania dan dijawab gedikan bahu oleh Arka.

Vania mengalihkan pandangannya ke arah Rio meminta jawaban, "Can you see" sahut Rio mengerti apa yang ingin Vania pertanyakan.

"Kan nggak baik, Van. Kamu sendiri tahu kan bagaimana pakaian turis-turis kalau di pantai" jelas Rio dan diangguki paham oleh Vania.

Vania mengerutkan dahinya bingung mengapa Rio mengemudikan mobilnya ke arah bandara. Vania mengalihkan pandangannya ke arah Rio, "Ini kenapa ke bandara?" tanya Vania bingung.

"Kan mau ke Bali, Van" jawab Rio santai membuat Vania membelalakkan matanya terkejut.

"Kenapa Kakak nggak bilang kalau acaranya di Bali?" protes Vania.

"Kalau gitu kan tadi aku bawa banyak barang" tambahnya kembali dengan nada kesalnya.

"Kan bisa beli di sana, Van. Uang suamimu masih banyak, tenang saja" sahut Rio menenangkan.

"Dasar sombong" cibir Vania.

"Fakta, Van" elak Rio membuat Vania memutar matanya jengah.

Rio lebih memilih kelas bisnis untuk keluarga kecilnya walau perjalanan kurang lebih satu jam supaya perjalanannya lebih nyaman. Di pesawat sendiri, Alina dan Arka terus bercerita apapun yang ada di pikiran mereka. Berbeda dengan Vania yang begitu nyaman merangkul lengan suaminya.

Vania tadi sempat kesal karena ternyata Rio sudah menyiapkan dua pengasuh yang nantinya akan mengurus Arka dan Alina saat di Bali. Rio sedikit khawatir jika nanti dirinya lengah menjaga kedua anaknya.

Sesampainya di bandara, Rio menggendong Alina dengan menarik kopernya dan Vania yang menggandeng tangan Arka sembari menarik kopernya juga. Seseorang telah siap siaga menyambut Rio serta keluarga kecilnya. Mereka pun di arahkan keluar bandara ke arah mobil yang sudah disiapkan.

Rio menidurkan Alina di kasur hotel lalu beralih memperhatikan Vania. Arka sendiri juga langsung merebahkan tubuhnya di samping Alina.

Rio memesan dua kamar vvip. Satunya untuk dirinya dan satunya untuk pengasuh Arka yang berada berhadapan dengan kamarnya.

Vania terperangah melihat pemandangan indah dari balkon kamar hotel yang langsung mengarah ke pantai. Ia melihat ke arah pantai yang cukup ramai siang ini.

Vania tersentak merasakan tangan hangat melingkupi perutnya dari belakang, "Kamu tidur dulu aja, acaranya nanti sore" titah Rio menumpukan dagunya di bahu kanan Vania.

"Nanti saja. Aku masih menikmati pemandangan di sini" tolak Vania.

"Mau makan?" tanya Rio dan diangguki cepat oleh Vania.

"Aku pengen makanan khas Bali. Itu loh ayam betutu. Kayaknya enak deh, aku belum pernah coba" pinta Vania dan diangguki cepat oleh Rio.

"Yaudah, aku pesenin dulu"  ucap Rio melepaskan pelukannya lalu masuk ke dalam kamar untuk menghubungi seseorang.

Rio memilih menyantap ayam betutu di kamar bersama Vania dan juga kedua anaknya. Vania sendiri begitu lahap memakannya sembari menyuapi Arka dan juga Alina yang sepertinya begitu senang menyantap ayam betutu.

"Habis ini istirahat lagi setelah sholat dhuhur. Oh ya, nanti pakai kaos yang aku kasih kemarin" titah Rio dan diangguki paham oleh Vania.

"Pa, beli mainannya kapan?" tanya Alina polos.

"Besok saja ya, Sayang. Nanti kan mau ke pantai" jelas Rio dan diangguki oleh Alina.

Rio menempatkan posisinya tidur di samping Alina. Ia berpikiran membawa Arka dalam acara kali ini karena keadaan sudah aman kembali setelah banyaknya peristiwa yang begitu menegangkan akhir-akhir ini. Ia juga begitu kasihan karena Arka terus memaksa untuk bertemu mamanya apalagi melihat Arka sering video call dengan mamanya sebelum tidur malam.

"Rasanya begitu menyenangkan melihat kita bisa berkumpul lagi seperti ini" gumam Rio sembari mengelus kepala Alina. Ia terus berjanji dalam hatinya, bahwa kejadian lalu takkan boleh terulang kembali apalagi melihat wajah bahagia orang tersayang membuat dia merasa begitu bahagia.

OUR LOVEWhere stories live. Discover now