Forty

46.5K 3.1K 103
                                    

Vania membeku dengan gerakannya saat ini ketika menyadari situasinya kembali. Ia menelan salivanya kasar lalu melirik ke arah Rio perlahan.

"Goblok" gumam Vania yang menyadari jika Rio melihatnya.

Vania langsung mengambil tasnya dan juga kruknya berusaha berdiri dari duduknya. Tapi ia lupa jika dirinya baru bisa berjalan yang menghambatnya untuk lari dari kebodohannya ini.

Vania menelan salivanya merasakan cekalan di pergelangan kirinya, "Vania" panggil seorang lelaki membuat Vania tak bisa berkutik kembali. Vania memejamkan matanya seraya meruntuki kebodohannya.

------------

Vania menegakkan kepalanya seraya menormalkan ekspresi wajahnya. Perlahan ia membalikkan tubuhnya dan mengarahkan pandangan pada seseorang yang mencekal pergelangan tangannya dengan ekspresi datar seraya menguatkan pegangan pada kruknya.

Dalam hati Vania mencoba menahan rasa gugupnya karena sudah lama ia tak melihat wajah ini kembali. Vania mengenyahkan pikirannya dan menggantinya mengingat bahwa lelaki yang ada di hadapannya kini yang dulu sudah tak menginginkannya.

"Vania, benar ini kamu kan?" ucap Rio tak percaya seraya tersenyum haru menatap seseorang yang tengah ia cari akhir-akhir ini.

Melihat gerakan Rio yang akan memeluknya, Vania langsung menghindarinya dengan tatapan datarnya. Rio yang melihat respon Vania hanya bisa menghela napas dalam dan sedikit terkejut.

"Maaf, saya harus pergi" pamit Vania dengan nada datarnya seraya memalingkan wajahnya lalu berbalik membuat senyum Rio pudar seketika.

"Aku minta maaf" pinta Rio dengan nada sendunya seraya mengepalkan kedua tangannya sontak menghentikan langkah Vania.

Vania berdiam sebentar seraya menghela napas panjang mencoba menegarkan hatinya, "Lupakan. Maaf saya masih ada urusan dan satu lagi, kita bukan siapa-siapa lagi" ucap Vania tanpa membalikkan badannya.

Rio tak begitu saja melepaskan Vania, ia menarik tangan Vania sampai Vania berbalik menatapnya dengan jarak yang sangat dekat sampai salah satu kruk Vania terjatuh karena tarikannya. Rio sendiri tak peduli dengan tatapan orang yang ada di restoran ini. Yang terpenting ia ingin menjelaskan segalanya.

Vania mengeraskan rahangnya seraya menatap Rio tajam. Dalam hati ia mensugesti dirinya sendiri bahwa dia tidak boleh takut dan lemah, baginya ini semua telah berakhir.

"Izinkan aku meminta maaf, Van. Aku nggak bisa hidup tanpamu" pinta Rio dengan nada pasrah tapi sama sekali tak membuat Vania meruntuhkan pendiriannya.

Vania memalingkan wajahnya tak ingin menatap Rio. Rio yang tak mendapat respon langsung memeluk Vania erat membuat tubuh Vania menegang. Rio tak peduli Vania akan menamparnya di depan banyak orang. Ia sangat merindukan pelukan ini.

Vania merasakan detakan jantung Rio yang begitu cepat membuat dirinya seakan ingin menangis. Vania mengepalkan kedua tangannya mencoba menahan perasaannya.

Rio memejamkan matanya mengeluarkan semua kerinduannya walau Vania sama sekali tak membalas pelukannya. Rio paham jika Vania perlu waktu untuk semua ini. Walau seperti itu, ia bersyukur karena Vania tak menolak pelukannya.

"Aku sangat merindukanmu" ucap pelan Rio membuat Vania sontak berusaha melepas pelukan.

Rio melepaskan pelukannya lalu menatap sendu Vania yang memalingkan wajahnya, "Sudah selesai kan? Saya harus pergi" pamit Vania tegas lalu menurunkan badannya menggapai kruknya yang jatuh tapi ia kalah cepat dengan Rio yang mengambilkannya.

Vania menerima kruk itu dengan ucapan terima kasih , "Biar aku antar" tawar Rio membuat Vania menggela napas jengah, "Terima kasih. Tapi maaf, saya nggak perlu anda antar" sinis Vania seraya melangkahkan kakinya keluar dari restoran dengan perlahan.

OUR LOVEWhere stories live. Discover now