Thirty Five

41K 2.7K 101
                                    

Pagi ini Rio dan Reynan memutuskan untuk mencari tahu tentang Vania lewat Nafis. Mereka yakin bahwa Nafis juga tengah mencari adiknya sama sepertinya. Untung saja Nafis minggu ini tak memiliki jadwal operasi, jadi mereka bisa menemuinya.

Nafis menatap satu persatu sahabatnya yang duduk di hadapannya dengan tatapan bingung, "Ngapain Lo pada kemari pagi-pagi gini?" tanya Nafis seraya menyadarkan punggungnya pada sandaran sofa.

"Gak tau dah tuh si Rio. Nggak tau apa gue lagi enak-enakan tidur" sindir Reynan membuat Rio menatapnya tajam.

"Keep calm, Bro" ucap Reynan dengan nada bercandanya.

Rio mengalihkan pandangannya ke arah Nafis yang menunggu jawaban darinya, "Gue pengen tanya keberadaan Vania" jawab Rio membuat ekspresi Nafis seketika berubah. Ia menundukkan pandangannya lalu menegakkan punggungnya, "Ngapain Lo tanya gitu?" tanya Nafis serius.

"Kalo Lo tanya Vania di mana, gue kagak tau. Gue nggak tau dia kemana. Gue udah cari dia tapi tetap aja hasilnya Nihil" jawab Nafis dengan nada pasrahnya seraya menutup wajah dengan tangannya.

Rio diam seraya menundukkan pandangannya, "Gue nggak tau lagi, Yo. Cari adik gue kemana? Gue juga udah berusaha cari dia tapi kagak ada hasil apa-apa" jelas Nafis.

"Maaf" pinta Rio dengan nada pelannya seraya menundukkan kepalanya merasa bersalah.

"Lo kagak salah, kagak usah minta maaf" ucap Nafis.

"Udalah, Bro. Sekarang yang terpenting kita temuin keberadaan Vania" celetuk Nafis berusaha mencairkan suasana dan dibenarkan oleh keduanya.

Setelah dari rumah Nafis, Rio mengajak putranya juga Dea dan Nadia pergi menghabiskan waktu weekend sesuai janjinya kemarin. Arka begitu terpukau melihat museum Fatahillah dari luar yang menurutnya sangat indah.

Arka dan Dea berlarian ke sana kemari menikmati liburan mereka, Rio sendiri tak ingin melewatinya dan mengabadikan momen ini dengan kameranya.

"Apa Lo udah tau Vania di mana?" tanya Nadia yang duduk di samping Rio.

Rio menghentikan jepretannya lalu melihat hasil fotonya. Rio menggelengkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Nadia.

"Gue yakin Lo bakalan ketemu dia" ucap Nadia menyemangati Rio. Rio menganggukkan kepalanya seraya mengamini hal itu. Ia juga berharap akan bertemu Vania dan mengetahui semua jawaban atas pertanyaannya.

Setelah dari museum Fatahillah, Rio mengajak mereka ke mall untuk menghabiskan waktu yang tersisa. Rio menggendong Dea sembari menggandeng Arka.

Vino yang juga sedang menghabiskan weekend bersama Alina di mall tak sengaja melihat Rio bersama Nadia yang sedang tertawa bersama entah menertawakan hal apa. Vino yang tengah menggendong Alina langsung memeluknya untuk meredakan emosinya.

Ia sungguh tak tahu jalan pikiran Rio. Bukannya mencari Vania atau berusaha meminta maaf malah sekarang berhubungan dengan wanita lain di saat Vania masih sakit.

"Ayah, Alina ndak bisa napas" keluh Alina pelan membuat Vino langsung merenggangkan pelukannya.

"Maaf ya, Sayang" pinta Vino sedikit merasa bersalah. Alina menganggukkan kepalanya mengerti.

"Kita pergi dari sini, oke? Ayah mau ajak Alina ke zoo. Alina mau?" ajak Vino dan diangguki cepat oleh Alina. Vino tersenyum lalu berbalik arah dan berjalan keluar.

Rio yang mengernyitkan dahinya mencoba mengenyah pikirannya. Ia seperti melihat Alina dan Vino di sini. Ia memejamkan matanya lalu membukanya kembali.

"Hanya pikiran saja" gumam Rio yang menyadari jika itu hanya ilusi semata.

"Ayo" ajak Nadia membuat lamunan Rio buyar. Rio menganggukkan kepalanya lalu mengikuti langkah Nadia.

-------------

Vino merebahkan Alina di kasurnya dengan hati-hati setelah menghabiskan waktu weekend bersama. Vino mengelus kepala Alina pelan seraya terus memperhatikan wajah Alina yang begitu pulas tertidur.

Ia sungguh bingung dengan dirinya sendiri. Ia bingung antara bahagia atau sedih melihat Rio yang begitu saja melupakan Vania.

Ia tahu bila Rio melupakan Vania ia akan bisa memiliki Vania tapi ia tahu jika Vania masih mencintai Rio dan itu membuat dirinya tak tega apalagi sekarang ada si kecil, Alina.

Dilain tempat, Rio menatap satu persatu orang yang ada di ruang keluarga. Ia semacam sedang diintrogasi untuk mengakui suatu hal yang sama sekali tak diketahuinya. Mamanya sendiri sekarang malah terisak di pelukan kakaknya.

"Jelaskan sama Papa! Kenapa kamu cari anak kecil yang namanya Alina?" tanya Papanya membuat Rio terdiam tak percaya.

"Papa tau dari mana?" cicit Rio meminta jawaban.

"Reynan yang mengatakan itu sendiri" jawab Papanya santai. Rio memutar matanya jengah. Ia lupa jika Reynan itu mata-mata sang Papa untuk memata-matainya sejak dulu.

"Gue habisin Lo besok, Rey" batin Rio dengan sumpah serapahnya.

"Jangan bilang jika kamu sudah menghamili wanita lain?" celetuk Papanya membuat Rio membeo tak percaya dengan ucapan Papanya.

"Rio nggak gila ngelakuin hal itu, Pa" kesal Rio.

"Ya bisa aja lah, buktinya Lo cari anak kecil namanya Alina. Apalagi Lo juga pernah mabuk-mabukan sampai nggak sadarin diri" tambah Tiara membuat Rio memutar matanya jengah.

"Walaupun aku mabuk, aku masih sadar Kakakku sayang" ucap Rio menekan dua kata terakhirnya

"Udah! Sekarang jelasin sama Papa" pinta Papanya menengahi.

"Rio merasa Rio punya anak lagi" cicit Rio membuat mamanya tambah mengencangkan tangisannya.

"Apa? Bener kan itu anak di luar nikah Lo?" tebak Tiara meninggikan nada bicaranya.

Rio mengusap wajahnya kesal, "Please, dengerin dulu!" pinta Rio kesal.

"Mau jelasin apa? Jelas Lo udah hamilin anak orang" celetuk Tiara membuat Rio bertambah kesal.

"Aku nggak tau dia anak aku apa bukan! Yang perlu digaris bawahi di sini itu tentang Vania" jelas Rio kesal.

"Maksud kamu?" tanya Papanya meminta penjelasan.

"Ya, Pa. Aku pernah bertemu dengan Alina. Aku nggak sengaja" jelas Rio. Rio pun menjelaskan secara rinci saat ia pertama kali bertemu Alina sampai ia membuat kesimpulan jika Alina itu adalah darah dagingnya.

"Kalo gitu, cari Alina dan bawa ke Mama" pinta Mamanya dengan mengusap air matanya.

"Aku berusaha mencarinya tapi nggak ada hasil" jawab Rio dengan nada pasrahnya.

"Papa akan bantu kamu" cetus Papanya membuat Rio tersenyum lebar. Rio menganggukkan kepalanya menyetujui bantuan dari papanya. Ia yakin jika papanya sudah turun tangan, masalah ini akan cepat menemui titik terang.

------------

Vino duduk di ruang kerjanya seraya berpikir keras. Ia memutar penanya seraya menatap pintu ruangan. Ia terus memikirkan cara bagaimana ia bisa melindungi Vania dan Alina dari Rio sesuai permintaan Vania.

Ia mengepalkan tangannya kuat teringat Rio yang begitu bahagia dengan Nadia bersama anak mereka. Ia sangat tak menyukainya apalagi di saat Vania masih menderita.

Ia selalu teringat kesedihan Vania yang hancur karena semua orang menolak keberadaan dirinya dan karena itu pula Vania jadi seperti ini. Vino menatap satu foto yang ada di mejanya, foto Alina dengan senyum cerianya.

Ia mengambilnya lalu mengusapnya pelan, "Maafkan ayah yang harus menjauhkan kamu dari papa kandungmu" gumam Vino pelan lalu menelpon seseorang.

-------

Maaf baru bisa up sekarang karena keadaanku masih belum fit. Tapi sesuai janji, aku usahain up. Tapi maaf bila partnya kurang panjang.

Thanks yang udah vote and comment dan terima kasih juga buat yang udah nunggu.

OUR LOVEWhere stories live. Discover now