Twenty One

41.7K 2K 60
                                    

Vania fokus memilih sayuran yang akan ia beli di penjual sayur keliling. Seperti biasa, dia harus tahan banting dengan cerita kesombongan Mbak Ela tentang kehidupan mewahnya.

Ia tak habis pikir untuk apa menyombongkan harta yang dimiliki padahal di dunia ini semua hanyalah titipan semata, tidak dibawa mati juga.

"Eh ibu-ibu, tau berita terbaru nggak?" tanya Mbak Ela dengan nada antusiasnya.

"Apaan, Mbak Ela?

"Iya apa?"

"Mulai lagi dah" batin Vania jengah.

Vania hanya diam saja tanpa ikutan penasaran seperti ibu-ibu lainnya. Ia ingin cepat selesai belanja dan memasak untuk keluarga kecilnya daripada Ghibah tidak ada faedahnya malah dapat dosa.

"Itu loh ibu-ibu, kemarin Bu Nengsi ketauan selingkuh sama temannya Pak Suryo di hotel" ucap Mbak Ela sedikit memelankan suaranya.

"Yang bener, Mbak?"

"Ih, jahat amat"

"Bukannya Bu Nengsi itu pendiem ya, kok bisa gitu?"

"Ya saya enggak tau gimana pastinya. Tapi itu bener loh ibu-ibu. Kemarin malem saya liat Bu Nengsi bertengkar sama suaminya di depan komplek sana bahas selingkuh-selingkuh gitu" jelas Mbak Ela.

"Bang, ini totalnya jadi berapa?" tanya Vania ingin cepat-cepat masuk ke dalam rumahnya.

"totalnya dua puluh enam ribu, Mbak" jawab Bang Udin.

Vania membuka dompetnya dan mengeluarkan uang lima puluh ribuan dan memberinya pada Bang Udin. Bang Udin memasukkan belanjaan Vania ke dalam kantong plastik lalu memberikan uang kembaliannya.

"Eh, Dek Vania. Kok cepet amat belanjanya?" tanya Mbak Ela dengan nada sedikit menyindir.

Vania tersenyum kecil, "Iya, Mbak. Soalnya suami saya berangkat lebih pagi" alibi Vania dengan tersenyum, padahal Rio hari ini berangkat jam delapan pagi, lebih siang dari biasanya.

"Mari ibu-ibu" pamit Vania dengan tersenyum kecil lalu melangkahkan kakinya seraya menenteng kantong plastik berisi belanjaannya.

Vania mulai mengiris bawang putih dan bawang merah. Ia melihat ke arah jam yang masih menunjukkan pukul setengah enam pagi. Udara dingin hari ini membuat Arka masih pulas tidur bersama papanya.

Ia hari ini ingin memasak tumis sawi, tempe, ayam goreng, dan sayur bening kesukaan jagoan kecilnya. Ia tersentak kecil ketika tiba-tiba ada  yang memeluknya dari belakang.

"Kebiasaan" desis Vania seraya memukul pelan tangan yang melingkari perutnya.

Si pelakunya sendiri hanya terkekeh pelan lalu mencium pipi kiri Vania, "Masak apa, Beb?" tanya Rio.

Vania bergidik geli mendengar panggilan itu untuknya, "Ih geli tau" kesal Vania membuat Rio tertawa. Jujur saja ia tak suka jika dipanggil seperti itu karena menurutnya sedikit aneh dan juga lebay.

"Lalu aku harus panggil apa? Sayang?" goda Rio membuat Vania berdecak kesal.

"Jangan ganggu! Ini pisau masih tajam loh. Udah sana mandi!" ancam Vania sedikit cepat mengiris bawang putihnya.

Rio terkekeh pelan, "Masih dingin, Yang" jawab Rio malah mempererat pelukannya.

Vania menghentikan irisannya lalu membalikkan badannya membuat pelukan Rio terlepas. Jujur saja ia sangat suka melihat penampilan suaminya sehabis bangun tidur. Kaos putih polos dan celana pendek seperti sekarang ini. Tetap saja sama-sama keren.

Rio tersenyum melihat wajah kesal istrinya. Ia sangat suka membuat Vania kesal padanya setiap pagi karena itu sebagai penyemangatnya.

"Ya Allah, Yang. Aku masih pengen peluk" kesal Rio ketika tangannya langsung ditampis oleh Vania ketika ia akan memeluknya kembali.

OUR LOVEWhere stories live. Discover now