Twenty Five

40.2K 2.5K 250
                                    

Vania berjalan gontai ke arah pintu seraya mengusap air matanya berkali-kali. Berkali-kali ia menampar dirinya sendiri berharap ini hanyalah mimpi buruk tapi yang ia rasakan meyakinkan jika ini adalah nyata.

Suami yang begitu ia cintai telah mentalaknya membuat harapan Vania ke depannya seketika hancur. Ia tak tahu bagaimana nasibnya sekarang? Bagaimana nanti saat Arka tahu jika orangtuanya berpisah karena kesalahan yang mamanya perbuat?

Vania mengusap air matanya kasar, "Ini nggak boleh terjadi! Aku harus jelasin ini semua" gumam Vania seraya berjalan cepat keluar restoran.

Vania menghentikan langkahnya mengedarkan pandangan sekelilingnya mencari keberadaan suaminya.

"Nyonya Vania" panggil seorang lelaki membuat Vania mengalihkan pandangannya.

"Bapak kok ada di sini? Terus Kak Rio ada dimana?" tanya Vania sedikit terkejut melihat sopir pribadi keluarga mertuanya.

"Tuan Rio nya sudah pulang" jawabnya hati-hati. Ia sungguh tak tega melihat wajah menantu majikannya.

Vania menundukkan pandangannya, "Bisa tolong antarkan saya pulang?" pinta Vania dengan wajah memohon dan diangguki oleh sopir itu.

Sesampainya ia di depan rumahnya, Vania langsung berlari cepat. Vania menekan kenop pintu rumahnya tapi pintunya ternyata masih terkunci.

Vania baru sadar jika mobil suaminya tak ada di sini. Vania mengusap wajahnya frustasi. Vania kembali berlari ke arah tempat sopir yang baru saja mengantarkannya pulang.

Vania mengedarkan pandangannya mencari sopir tadi, "Ya Allah" ucap Vania frustasi karena tak mendapati sopirnya.

Vania berlari kembali ke tempat ia bisa menemukan taksi. Vania berhenti sebentar untuk melepas high heelsnya yang sangat mengganggu gerakannya lalu ia berlari kembali dengan bertelanjang kaki.

Teriakan satpam komplek tak diidahkan sama sekali oleh Vania. Yang terpenting ia cepat menemukan taksi untuk mencari keberadaan suaminya.

"Taksi" teriak Vania seraya melambaikan tangannya pada taksi yang berjalan ke arahnya.

Setelah taksi itu berhenti, Vania langsung masuk ke dalam taksi dan memberitahu alamat mertuanya.

Setelah sampai di depan rumah mertuanya, Vania meminta taksi itu untuk menunggunya.

Vania berjalan ke arah pagar rumah mertuanya, "Pak Arya!" teriak Vania memanggil satpam yang berjaga di rumah ini.

"Pak Arya, tolong bukain pagarnya!" teriak Vania kembali seraya memukul pagar dengan keras. Ia tak peduli rasa sakit di tangannya, yang ia pedulikan hanya bisa bertemu suaminya.

"Pak, tolong bukain, Pak" pinta Vania pasrah seraya terisak.

Pak Arya sendiri sebenarnya ada di balik pagar. Ia hanya bisa menundukkan kepalanya tak tega dengan teriakan menantu majikannya. Ia tak bisa berbuat apa-apa karena ia telah dilarang majikannya agar tak membukakan pagar untuk Vania.

"Maaf, Neng" gumam Pak Arya seraya melihat ke arah pagar.

Vania meredakan tangisannya dan berbalik berjalan ke arah taksi yang masih menunggunya. Ia mengusap air matanya kasar dengan tetap menundukkan pandangannya.

Vania menegakkan kepalanya ketika melihat tisu yang disodorkan oleh sopir taksi itu. Vania menerimanya dan tak lupa mengucapkan terima kasih.

"Jangan nangis lagi, Neng. Saya tahu Neng ada masalah. Tapi saya yakin Neng bisa melewati. Masih ada Allah, Neng. Doa sama Allah semoga Allah membantu Neng menyelesaikan masalah ini" ucap sopir itu menasehati. Vania menganggukkan kepalanya pelan seraya tersenyum kecil.

OUR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang