Bagian 96 Napas Terakhir

104 7 1
                                    

Butuh waktu dua minggu hingga semua pihak yang sedang menanti datangnya bulan merah, akhirnya mendapat kejelasan. Berdasarkan informasi yang Luce bagikan ke pusat, sementara pusat meneruskannya kepada para pengemban misi yang tersebar di berbagai pulau dan wilayah, bahwa tanda-tanda kemunculan bulan merah mulai terlihat di Desa Angin Hijau.

Beberapa hari terakhir, Luce menyampaikan dalam suratnya bahwa nyaris semua titik di desa mengalami perubahan. Sinar surya yang biasanya bersinar terang kini meredup dengan mutasi warna kemerahan. Jelas, ini sudah menjadi pertanda yang nyata. Seperti yang dijelaskan dalam buku peramal bulan, bahwa tinggal menunggu jam lagi hingga bulan merah muncul di langit-langit desa Angin Hijau.

Sementara para pengemban misi yang telah me dapatkan informasi tersebut, kontan melakukan persiapan. Siapa yang tahu bahwa malam ini bulan merah tiba-tiba bersinar dan membuat semua orang kalang kabut.

Yon bersama ketiga rekannya; Isabel, Kilian, dan Stick, tentunya tidak ketinggalan untuk melakukan persiapan mereka sendiri.

"Kita akan berpencar, sebaiknya, kita membuat titik di beberapa wilayah di pulau ini. Konsepnya sama saat kita sedang mencari tanda bulan."

Kilian mengangguk. "Baiklah, aku akan menuju ke lokasi yang sama seperti sebelumnya."

"Kalau begitu ayo!"

Begitu Kilian dan Stick meninggalkan tempat itu, bergegas pula Yon menarik Isabel untuk membuatnya berhenti melangkah. Ada raut bertanya di wajah wanita itu, tampak jelas hingga Yon bisa menyadarinya dengan mudah.

"Ada apa?" Datar, sama sekali tidak ada kesan romantis dalam nada suara Isabel terhadap Yon. Sikap wanita itu sungguh bertolak belakangan dengan apa yang sudah pernah ia ungkapkan sebelumnya. Kendati demikian, Yon harus membesarkan ketabahannya untuk mengerti sikap Isabel yang demikian.

Yon tidak lekas menjawab, tetapi ia bergerak menarik tubuh Isabel dan memeluknya dengan erat. Isabel tidak menolak namun tidak juga membalas. Wanita itu hanya berdiri diam seolah menunggu Yon berhenti dengan sendirinya.

Begitu Yon melepaskan pelukannya, ia berkata, "Jangan lakukan hal berbahaya, Isabel, aku tidak ingin kamu celaka."

Tahu-tahu Isabel mengendikan bahu dengan enteng. "Tergantung situasi," ucapnya.

Yon terkekeh kecil. "Baiklah, mari kita mulai inti dari misi ini." Di sisi lain, Isabel kontan mengangguk mengingat dirinya pun telah menanti hari ini tiba.

"Yon, tetap waspada, Derekt tidak akan mungkin tinggal diam setelah mengetahui bahwa kemunculan bulan merah akan segera tiba." Wajah Isabel berubah serius dan Yon merasa wanita itu terlihat sangat waspada dibanding sebelumnya. "Kemungkinan, bahaya yang akan kita lalui hari ini akan jauh lebih mengerikan dari yang sudah-sudah, bahkan yang terburuk Derekt bisa saja muncul."

Yon mengangguk. "Aku paham, kamu juga tetaplah berhati-hati."

Dan berikutnya, mereka berpisah.

***

Yon sedang duduk menatap angkasa di dekat pohon besar yang rimbun, ketika langit tiba-tiba saja menggelap padahal ini masih sore. Kontan, pria itu bangkit sementara tatapannya tidak beralih sedikitpun dari sana. Apa yang terjadi? pikirnya. Sampai kemudian kedua maniknya memicing, tetapi detik berikutnya justru terbelalak lebar saat menyadari bahwa jutaan burung tengkorak memenuhi nyaris semua cakrawala.

Yon menelan ludah tidak habis pikir, apa-apa itu?!

Mendadak Yon menciptakan barrier pelindung begitu burung-burung yang jelas bukan berasal dari ras elang pembawa informasi, menukik tajam ke bawah lalu menerjang apapun yang dilaluinya. Getaran langsung saja menyapa. Di saat yang sama, Yon meringis ketika merasakan goncangan hebat saat burung itu menabrak barrier-nya hingga berguncang tidak karuan, bahkan nyaris menggelinding andai Yon tidak berusaha menahannya.

Alpha and a Hermit (Tamat)Where stories live. Discover now