Bagian 69 Pengecut

71 8 0
                                    

Malam ini terasa sangat dingin, itu semakin diperparah ketika angin laut yang beraroma amis menghempas kemah cukup kuat. Sementara kini mereka sedang beristirahat hanya dengan beralaskan dedaunan. Beberapa kotak makan yang dibuat oleh manusia kini berserakan disekitar mereka. Tampaknya, pertarungan siang tadi dengan monster berkepala ular tersebut benar-benar menguras tenaga lebih banyak.

Kendati belum ada di antara mereka yang memejamkan mata, namun sama sekali tidak ada yang bersuara. Jika Isabel hanya duduk diam sembari mendongak menatap langit, maka Yon di sampingnya sedang bersandar di batang pohon sembari termenung. Di sisi lain, Alpha Kilian pun tidak jauh berbeda, pria itu sedang menatap lurus ke arah laut. Kedua tangannya menopang lutut dengan bibir terkatup rapat. Mungkin, di antara ketiga orang itu, hanya Stick yang masih bisa berbaring bahkan mungkin telah tertidur sejak beberapa menit yang lalu.

Tidak ada hal lain yang paling mengganggu Yon untuk saat ini, selain fakta bahwa tidak satupun dari kedua karibnya, Luce dan Zigot, telah mengirimkannya pesan balasan kepadanya. Pemikirannya sang Alpha seolah terganggu dan terkadang itu membuatnya tidak fokus sama sekali.

Yon menarik napas berat, sementara di sampingnya Isabel kontan menoleh dengan raut mengernyit, namun wanita itu sama sekali tidak berkomentar selain kembali mendongak menatap langit malam. Angkasa tampak suram malam ini, tidak ada taburan bintang. Mungkin hujan akan turun mengingat angin pun semakin kuat mendera.

"Sepertinya akan hujan," kata Isabel. Tantangannya terangkat, sengaja ditengadahkan seolah-olah ia akan menampung air dari sana. Yon melirik, tanpa sadar pria itu tersenyum kecil menyaksikan tingkah Isabel. Jika dalam kondisi seperti ini, wanita itu justru terlihat seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan baru.

Namun, senyum Yon seketika memburam sesaat setelah ingatannya mengulang kejadian tadi sore, di mana Isabel yang tiba-tiba memeluknya kemudian detik berikutnya bergerak mendorongnya seakan-akan ia sedang tidak dalam keadaan sadar. Yon mendengkus, berapa wanita itu membuatnya salah tingkah.

Menjengkelkan!

"Mengapa Nona berpikir jika akan turun hujan?" Kilian bertanya kendati ia tidak menoleh. Tatapannya yang terlihat serius masih menyorot lurus ke arah yang sama. Deru ombak yang terdengar seolah membawa sisa perkataan pria itu, nyaris tidak terdengar.

"Langit tampak mendung," jawab Isabel. Kilian kontan mendongak dan benar saja, apa yang dikatakan wanita itu memang benar adanya. Namun karena hal ini lah ia benar-benar terkesima kepada Isabel. Bagaimana tidak, wanita itu buta tetapi ia bahkan tahu jika langit malam sedang mendung. Isabel benar-benar menakjubkan.

"Nona Isabel sungguh hebat, aku yang bisa melihat saja tidak menyadari jika langit sedang mendung." Kilian kini berbalik, namun ketika ia menatap Isabel sembari tersenyum, tatapan lain yang jauh lebih tajam dari senjata apapun sedang menghunusnya dari arah depan. Dan ketika Kilian menyadari jika tatapan itu berasal dari Yon, ia tidak punya pilihan selain menelan ludah baru kemudian berbalik kembali menatap laut.

Yon benar-benar menakutkan! pikirnya.

"Sepertinya kita masih tidak menemukan apapun di sini," Kilian memilih mengangkat pertanyaan itu, hitung-hitung sebagai pengalihan mengingat bahwa kini Yon tampak tidak senang.

"Apa yang kamu maksud?" Akhirnya Yon bersuara.

Kilian berbalik, lalu menatap sang Alpha. "Tentu saja yang aku maksud adalah tanda bulannya."

Yon mendengkus. "Jangan bodoh," katanya, "kita bahkan belum menyelidiki semua tempat di pulau ini. Ingat kita bahkan baru tiba di sini lagi tadi."

Kilian mengangguk. Sejatinya ia sangat menyadari kesalahan dalam kalimatnya itu, hanya saja, ia memang sengaja melakukannya untuk memancing Yon yang sejak tadi hanya berdiam diri sembari menatap tajam ke arahnya.

Alpha and a Hermit (Tamat)Where stories live. Discover now