Bagian 43

100 11 0
                                    

Tampaknya, rembulan sedang menjadi saksi bisu antara dua orang insan yang kini saling memadu kasih dalam sorotan binar cahayanya. Sinar indah yang memancarkan panorama paripurna itu seolah ikut bergembira akan kejadian langka yang tengah berlangsung di bawah sana.

Siapa yang berpikir hal semacam ini akan terjadi.

Sementara itu, Yon dan Isabel yang masih terlarut dalam gelombang gairah yang semakin memuncak kendati keduanya berada di dalam sungai, atau di antara bebatuan dan guyuran air terjun, mereka seakan tidak peduli dan masih saja menjunjung tinggi sebuah gelora hasrat. Tidak ada beban pikiran lain selain menyalurkan gairah tersebut. Keduanya terbuai, tanpa tahu kata berhenti.

Seolah terbakar gejolak kenikmatan yang semakin memanas, Yon bahkan tidak bisa mengontrol kesadaran dirinya sesaat setelah mendengar lenguhan manis milik Isabel keluar setiap kali ia mencumbu kulit tubuhnya. Ciuman basah beradu jernihnya air terjun seakan memancarkan perasaan membuncah yang berlipat ganda di antara keduanya.

Apa ini?

Yon tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya.

Apakah sekarang ia telah berpaling dari mendiang Mate-nya?

Siapa yang tahu.

Di sisi lain, Isabel sungguh kewalahan menangani libido sang Alpha yang luar biasa besar. Mengimbangi Yon tampaknya bukan hal yang mudah dan karenanya Isabel hanya diam mengikuti alur permainan yang entah akan dibawa ke mana. Isabel tahu, bahkan sangat sadar dengan apa yang ia lakukan sekarang. Seharusnya dan sudah semestinya ia memberi pelajaran kepada Yon yang telah seenaknya menyentuhnya, atau setidaknya menghentikan permainan bodoh ini. Tetapi, ia sama sekali tidak bisa membohongi dirinya jika sentuhan pria itu sungguh membawanya melayang.

Sinar bulan yang terang benar-benar memperlihatkan rona wajah Isabel yang semakin memerah. Keringat beradu guyuran air terjun seolah menyatu menjadi gambaran betapa wanita itu menikmati setiap kali Yon menjamah tiap jengkal tubuhnya.

Ia ... sama sekali tidak bisa menolak.

Yon kemudian melepaskan pangutannya. Sementara ia menyandarkan kening mereka, keduanya saling berbagi napas yang sama dalam kecepatan yang nyaris serupa. Ciuman lama yang intens nampaknya telah banyak menguras oksigen di paru-paru keduanya. Mereka sedang berebut dan merampas oksigen.

Pria itu lalu membuka mata dan mendapati sepasang manik Isabel yang putih, sama sekali tidak memilki binar cahaya bahkan jika cahaya bulan sedang memantul di sana. Tetapi entah mengapa, kedua mata itulah yang telah berhasil membawa Yon hingga sampai sejauh ini.

Perasaan terpikat yang aneh.

Yon mengangkat wajah Isabel kemudian mengecup kedua pipi, hidung, mata, kening, kemudian berakhir di bibir wanita itu yang telah membengkak. Sang Alpha kemudian berbisik, "Isabel, maafkan aku, tetapi aku sungguh tidak bisa menahan diri." Yon kembali menempelkan kening mereka sementara tangan pria itu menangkup kedua pipi Isabel dengan lembut. Menghantarkan deru napasnya yang hangat di antara dinginnya air terjun yang menimpa mereka. Pria itu kemudian melanjutkan, "Isabel, bolehkah aku memilikimu?"

Tidak berbeda dengan Yon, napas Isabel sama memburunya. Sementara itu, permintaan Yon beberapa detik lalu seolah membakarnya tanpa bisa dijelaskan. Isabel tidak menjawab untuk waktu yang lama dan posisi mereka masih sama kendati detik telah berganti ke menit. Sebaliknya, Yon semakin tidak bisa mengendalikan diri lebih lama, berulang kali ia mencoba menahan keinginannya untuk tidak berakhir menyerang Isabel saat itu juga.

Ia nyaris meledak.

Dan ketika waktu itu datang, Isabel mengangguk memberi izin padanya, dunia seolah berhenti berotasi dan hanya berada di titik di mana keduanya saling menunjukkan keinginan dan hasrat terpendam.

Alpha and a Hermit (Tamat)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant