Bagian 61

70 6 0
                                    

BRAK!!

Dentuman keras seketika terdengar. Kepulan debu bercampur pasir berhamburan nyaris memenuhi semua tempat. Dari arah depan, Isabel sedang berlari dalam kecepatan konstan dan tanpa seorang pun menyadari jika tebasan senjata angin miliknya telah membela dua tubuh makhluk mengerikan di hadapannya.

Seakan tidak perduli dengan hal tersebut, Isabel masih saja maju dan kembali menebas musuh tanpa memberi keringanan sedikitpun. Isabel mungkin tidak bisa membunuh manusia tetapi ia bisa melakukannya kepada makhluk terkutuk macam ini. Mereka berbau busuk dan tidak akan pernah diterima di Sera Land.

"Isabel, sudah cukup, dia sudah mati!" teriakan itu berasal dari Stick. Dia baru baru saja keluar dari tempat persembunyiannya untuk melindungi si pilot yang ketakutan. Manusia mana yang tidak akan berjengit terkejut ketika tiba-tiba saja sekelompok makhluk aneh menyerang dari arah depan. Kendati para musuh berukuran cukup kecil tetapi pergerakan mereka sungguh cepat. Angin bahkan tidak bisa mengikuti langkah mereka. Berulangkali Isabel dipentalkan dan kemungkinan karena hal itulah yang membuatnya semarah ini.

Puncaknya ketika Isabel mendapati makhluk-mahkluk itu mulai mengganggu si pilot sementara wanita itu merasa jika hal itu adalah tanggung jawabnya.

Maka kurang dalam waktu beberapa menit, Isabel bahkan sudah menumbangkan nyaris sebagian dari mereka. Tidak ada ampun ataupun belas kasih. Stick sampai meringis menyaksikannya, seolah-olah Isabel baru saja mencoba memperlihatkan bagaimana dulu dirinya menyenangi kegiatan membunuh.

"Sudah, cukup!" Stick menahan tangan Isabel yang tidak berhenti menghujani senjata anginnya ke bagian perut musuh. Isabel lantas mendongak. Ada kilat kemurkaan beradu kepuasan di sana, dan karenanya Stick merasa begitu sedih.

Detik selanjutnya Isabel kemudian terbelalak. Menyadari bahwa dirinya baru saja melakukan hal yang terlalu berlebihan hingga nyaris memunculkan kepribadian aslinya di masa lalu.

Isabel kontan menunduk. Tangannya yang terkepal kuat perlahan-lahan mulai meluruh lemah kemudian diam. Perasaan sedih yang ditampilkan Stick di hadapannya membuatnya goyah sementara hatinya terasa sangat panas. Detik selanjutnya, Isabel bangkit, tetapi sekali lagi langkahnya tertahan ketika kedua maniknya menyapu penampakan di sekitarnya. Tidak ada warna yang mendominasi tempat itu selain merah. Benar, darah meluruh di mana saja.

Napas Isabel tersengal. Antara takjub dan tidak percaya. Ia sama sekali tidak menyadari bahwa dirinya telah melakukan hal gila semacam ini. Ia jelas tidak menginginkan pembantaian besar-besaran.

Isabel memegangi kepala dengan cepat. Meremas rambut dan meringis ngilu setelahnya. Siapa yang tahu jika ia akhirnya terisak di tempat, padahal itu satu hal yang paling jarang ia lakukan selama hidupnya. Bahkan sejauh apapun penderitaannya belakangan, tidak sekalipun ia mencoba untuk menitikkan air mata. Itu berbahaya.

Namun sekarang, Isabel sungguh melawan ego dan membiarkan dirinya termakan perasaan emosionalnya sendiri.

Stick kontan mendekati wanita itu, lantas mengusap tubuhnya seolah ia mencoba memberi ketenangan di baliknya. "Maafkan aku Stick, seharusnya aku tidak melakukan hal ini," gumamnya, kendati isakannya sama sekali tidak berhenti.

Stick mengangguk. "Ini bukan kesalahan besar, kamu tidak membunuh manusia. Ini adalah musuh, jadi jangan khawatirkan hal itu." Stick tahu membunuh mahkluk jahat tidak akan menambah dosa Isabel, sebab sejatinya ia telah diperintahkan untuk berbuat kebajikan. Di tambah lagi ia harus menolong si pilot dari ancaman, membuat Isabel mau tidak mau melakukannya.

Namun, ia kelepasan dan bertindak brutal seperti sekarang.

"Jangan menangis," kata Stick, sementara di sisi lain, si pilot yang masih mendekap diri dibalik semak belukar sama sekali tidak memliki keberanian untuk melewati limpahan daging-daging berwana merah di depan sana.

Alpha and a Hermit (Tamat)Where stories live. Discover now