Bagian 18 Hasrat

148 12 0
                                    

Tiga hari sudah berlalu sejak pemaksaan yang Yon terapkan ke dalam hidup Isabel. Dan sudah selama itu pula, Isabel harus pintar-pintar menahan serta membiasakan diri untuk tidak menggaruk gaun aneh yang membalut tubuhnya. Rasanya, ribuan ulat bulu sedang menciumi kulitnya dan menebar bulu gatalnya di sana. Meski itu hanya bagian dari ilusi otaknya dalam menggambarkan betapa tidak senangnya ia dengan pakaiannya kini, tetapi terkadang sungguh terasa nyata sebab gaun itu benar-benar membuatnya gatal.

"Bisakah aku mengenakan kembali pakaianku?"

Isabel kembali dengan keinginannya. Dua hari belakangan ia melontarkan permintaan yang serupa, ketika pintu kamarnya berderik terbuka dan menampilkan sosok Yon di sana.

"Tidak." Yon mengikis jarak lalu duduk di kursi tepat di hadapan Isabel. Tubuhnya yang setengah telanjang sementara keringat membanjiri wajah, menerus ke leher hingga ke dadanya, memperkeruh perasaan Isabel. Pria itu baru saja kembali dari arena pelatihan. "Aku tidak ingin merusak mataku dengan melihat pakaianmu yang lusuh."

Isabel mengeram, tangannya mengepal menjumpai angin penolakan yang semakin membakarnya.

Isabel lagi-lagi menutup hidung ketika aroma tubuh Yon yang luar biasa memabukkan kembali memenjarakan indra penciumannya. Sebaliknya, Yon segera bangkit dengan rahang mengeras serta bergegas membanting pintu kamar mandi, kemudian menggantinya dengan suara air mengalir. Yon merasa amat marah, ia tidak pernah mendapati tubuhnya dalam kondisi yang memalukan apalagi dengan bau badan. Dia mandi dengan sabun terbaik yang mengasikkan wewangian khas yang tidak akan menghilang hanya kerena tubuhnya mengeluarkan keringat. Zigot bahkan mengeluhkan betapa borosnya ia terhadap wewangian tubuh akhir-akhir ini.

Lalu, kenapa wanita buta sialan itu menutup hidung di dekatnya?

Yon nyaris mencekik Isabel ketika mendapatinya sedang menutupi hidung dengan kain tepat saat tubuhnya keluar dari dalam kamar mandi. Merasa tidak tahan, Yon meninggalkan kamar dalam keadaan kesal setelah meraih jubahnya. Luce segera mengambil kerutan di dahinya mendapati sang Alpha keluar kamar dengan jubah mandi, tidak biasanya.

"Alph—"

"Luce, apa aku bau?"

"Hah?!"

Yon mengeram. Kakinya menghentak lantai keramik dengan keras sementara wajahnya menguarkan aura mencekam. "Aku bertanya apakah aku bau?"

Luce mengedipkan mata sebanyak dua kali lalu menggaruk alis tidak mengerti. Tetapi ia segera menjawab ketika menemukan raut kemarahan milim Yon berhasil mengintimidasinya. "Tidak. Sebaliknya, Anda justru terlalu berlebihan mengenakan wewangian, aroma itu bahkan terlah tercium dari jarak dua meter."

Yon tidak terlihat yakin. Ia tidak punya pilihan selain mengendus diri sendiri kemudian kembali kepada tatapan sang Beta. "Benarkah? Lalu kenapa Isabel menutup hidung di dekatku? Apa wanita itu sengaja mempermainkan ku?"

Luce tanpa sadar melebarkan mulut. Mimik wajahnya berubah dalam hitungan detik, antara takjub dan tidak habis pikir. "Alpha ...," Luce menjeda, lidahnya bagai dipelintir ketika melanjutkan, "jangan katakan jika anda sampai seperti ini hanya karena Isabel menutup hidung di sekitar Anda?"

"Yah, itu benar-benar menggangguku, kamu sendiri yang paling tahu jika aku sangat benci sesuatu yang tidak terlihat mewah. Sementara bau badan adalah hal yang paling mengerikan."

Yon tidak tahu harus menampilkan raut seperti apa ketika Luce di hadapannya tiba-tiba terbahak keras. Apakah sekarang semua orang sedang mempermainkannya selayaknya mainan. Yon segera mengambil kembali intimidasi yang kerap membuat dalam tubuhnya untuk membuat orang lain tunduk kepadanya. Berikutnya, Luce kini benar-benar telah menghentikan tawa lalu memasang sorot permohonan maaf.

Alpha and a Hermit (Tamat)Where stories live. Discover now