Bagian 34

98 10 0
                                    

Sejauh mata memandang, sama sekali tidak ada hal baik yang dapat dijangkau mata. Puing-puing bangunan dan sisa reruntuhan menampakkan diri di mana-mana. Bau busuk yang menyengat tiba-tiba merebak dan memyeruak hingga ke segala penjuru gurun.

Sementara angin masih saja mengamuk menciptakan gelombang ombak debu bercampur pasir kini telah menghantam segala hal yang dilaluinya. Amukan ombak itu bahkan jauh lebih mengerikan ketika sentakan disertai pukulan hebat yang berasal dari pergerakan brutal Bunga Iblis Merah, sontak menambah gejolak pertempuran di tempat itu.

Lalu di sisi lain, Simon yang masih terjebak di antara reruntuhan dan timbunan pasir berteriak meminta pertolongan, kini tidak bisa lagi mengeluarkan suara. Pria itu terbatuk keras sementara rasa pedih di kedua mata memaksanya untuk tidak berteriak. Ketika ia mencoba membuka mata, iris cokelatnya seketika membesar dan kemudian meredup saat menyaksikan sulur-sulur akar bunga iblis telah mencapai lokasinya, bersiap untuk menelannya.

Simon sama sekali tidak menduga jika ia akan segera mati. Ia melakukan perjalanan ini hanya karena ia ingin bersama Isabel. Sayangnya, apa yang kerap ia bayangkan dan harapkan selama ini hanya akan berakhir sia-sia.

Pria itu kemudian meringis, menyadari jika kemungkinan besar ini merupakan ganjaran setimpal mengingat ia tidak benar-benar berniat untuk hal yang baik dalam perjalanan ini. Ia tidak pernah berpikir jika dirinya sungguh akan berhadapan dengan bunga mematikan itu.

Ia pikir, mereka akan segera menemukan air suci dan mengalahkan bunga itu dengan cepat.

Oh, ia telah banyak berpikiran sempit.

Simon memejamkan mata. Sekalipun ia berteriak, tidak akan ada yang datang menolongnya. Ia tidak pernah berguna dan sama sekali tidak membantu dalam rombongan. Sejak awal ia hanya menjadi beban yang menjengkelkan.

Karena itulah ia akan mati sekarang!

Ia tidak bisa berteriak, tenggorokannya sakit sebab badai pasir menyelaminya.

Sementara itu kakinya telah tertimbun reruntuhan. Ia menduga itu sudah pasti mengalami patah tulang mengingat rasa sakit yang ia rasakan benar-benar luar biasa.

"Ulurkan tanganmu!"

Teriakan itu menyadarkan Simon yang telah tenggelam dalam keputusaan serta praduga-praduga akan kematian. Ia mendongak dan menemukan Luce sedang membungkuk sembari mengulurkan tangan dari atas puing-puing bangunan yang memenjarakannya.

Simon masih terdiam. Ia tidak bergerak hingga kemudian suara Luce yang berat lagi-lagi terdengar memanggilnya. Kali ini didampingi makian menjengkelkan, tetapi anehnya itu membuat Luce tersenyum.

Oh, apa yang sudah ia lakukan! Simon mencela diri sendiri.

Simon menatap Luce sembari tersenyum meminta maaf. Ia tidak habis pikir bahwa dirinya telah berperilaku buruk kepada sang Beta sebelumnya. Ia benar-benar pantas mati. "Aku minta maaf, Beta." Suara itu terdengar pelan dan begitu tulus, sedang pemiliknya menunduk, enggan mengulurkan tangan untuk menyambut uluran Luce.

Luce berdecak kesal. Tanpa peringatan ia beralih ke bentuk serigalanya dan mulai mendorong sisa reruntuhan yang menjepit pria manusia itu. Pekikan pilu pun akhirnya terdengar keras. Bata bangunan yang pecah dan menimpa kaki Simon terangkat sementara tulang keringnya yang retak bergesekan dengan benda berat itu.

Rasa sakitnya sungguh luar biasa.

"Kamu bisa berdiri?" Luce kembali berganti shift dan menghampiri Simon yang nyaris pingsan di tempat. Ia benar-benar menahan rasa sakit. Luce kemudian bergerak cepat memapah tubuh pria itu dan membawanya keluar. Tetapi di saat yang sama akar bunga iblis telah mencapai tempat itu.

Alpha and a Hermit (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang