Bagian 90 Penghianat II

61 4 0
                                    

Aluna tercengang.

Bagaimana mungkin dirinya tidak terkejut dan syok setelah mengetahui jika sosok yang selama ini menjadi musuh dari kelompok kecilnya adalah seorang pria muda yang bahkan masih sangat tampan. Aluna kemudian meringis saat menyadari kesalahannya bahwa tidak seharusnya ia menilai seseorang hanya dari penampilan fisik, sebab nyatanya, fisik seseorang seringkali menipu.

Jujur saja, Aluna harus mengakui jika dirinya seolah merasa tersihir begitu ia menatap kedua bola mata merah milik si penghianat. Itu tampak mencolok dan sangat sulit untuk diabaikan. Mata merah milik musuh seakan-akan menjadi vokal poin di antara semua bagian tubuhnya. Di saat yang sama memancarkan aura mengintimidasi tetapi di sisi lain juga menguarkan kesan sunyi yang menghanyutkan.

Aluna masih terpaku menatap manik merah itu sementara si pemilik mata kini balas menatapnya. Untuk sesaat, tidak ada reaksi apapun yang sosok itu perlihatkan kepada Aluna, sampai kemudian seulas senyum tiba-tiba terbentuk anggun di bibirnya. Tetapi, bersamaan dengan itu, sebuah tangan kokoh yang besar bergerak menyentak bahunya dan memutus kontan matanya dengan si vampir penghianat.

"Jangan tatap matanya," bisik Alpha Vraco kemudian. Seolah baru saja terbangun, kedua manik Aluna kontan mengerjap bingung. Di hadapannya sudah ada Alpha Vraco, tampaknya sang Alpha berusaha menghalangi pandangannya dari kedua manik merah tersebut. Sesaat kemudian Aluna menarik napas lega saat menyadari jika dirinya berhasil selamat. Jika saja Alpha Vraco tidak menyadari keterdiamannya beberapa waktu lalu, kemungkinan besar ia akan berakhir terkena mantra.

Aluna seketika terbelalak.

Tunggu, mantra? pikirnya.

Jadi, seperti itukah jika seseorang nyaris saja dikuasai mantra?

Seperti inikah yang terjadi dengan warga desa yang lain?

Aluna kemudian menatap Alpha Vraco, lantas mendekati pria itu dan berbisik setelahnya, "Alpha," ujarnya, sementara itu sang Alpha kontan balas menatapnya dengan alis bertaut. "Sepertinya memang benar jika sosok penghianat itulah yang telah menebar mantra kepada penduduk. Aku bisa merasakannya beberapa saat lalu." Aluna meneguk ludahnya sendiri. Sisa-sisa perasaan tidak nyaman yang ia rasakan sebelumnya seakan-akan baru terasa sekarang dan ia sungguh tidak bisa mengalihkan tatapannya dari manik merah tersebut. Ia seolah terpanggil dan begitu tertarik dengan kedua matanya, maka di saat itulah invasi mantra terhadap jiwa seseorang akan segera berlangsung.

Beruntung, Alpha Vraco berhasil menyadarkannya.

Kening Alpha Vraco mengernyit, merasa belum yakin dengan hal itu. "Aku yakin," kata Aluna dengan sorot serius yang tidak main-main. Helaan napas pun terdengar setelahnya, Alpha Vraco jelas tidak bisa mengabaikan bagaimana seriusnya sorot gadis itu. Belum lagi, ia sendiri pun sejak awal mulai merasakan adanya perubahan besar dari mata itu. Kedua mata mantan rekan itu jelas memiliki perbedaan besar yang terlalu terlihat jelas dan sepertinya musuh sendiri tidak berniat untuk menyembunyikan aura mencekam yang keluar dari tubuhnya.

Musuh jelas ingin menebar pengaruhnya untuk menguasai tempat ini.

"Mengapa kalian hanya berbisik-bisik?"

Aluna tanpa sadar menegang begitu telinganya mendengar suara berat itu menginterupsi dirinya dan Alpha Vraco. Ada kekehan kecil serta langkah kaki pelan tapi pasti, kini mengarah di mana Aluna dan Alpha Vraco berada.

Menyadari gelagat Aluna yang tampak ketakutan, Alpha Vraco kemudian bergerak untuk melindungi gadis itu. Sang Alpha lalu berbalik dan menyembunyikan Aluna di belakang tubuhnya. Apapun yang akan terjadi kepadanya, ia jelas akan melakukan banyak hal untuk melindungi Aluna bahkan jika nyawanya menjadi taruhannya.

Alpha and a Hermit (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang