49. Touch Me Like You Do

En başından başla
                                    

"Aku juga … tidak tahu."

"Iya, Steven juga tidak tahu sebelumnya. Kata William---"

"William?" potong Nathan dengan nada sedikit murka mendengar nama William.

Karena yang ia tahu, William adalah dalang utama dari terbunuhnya Anna, kekasih Steven yang dulu. Yang membuat Steven berlarut-larut dalam kesedihan hingga waktu yang lama. Yang membuat Steven tidak mau lagi berhubungan serius dengan wanita---sebelum mengenal Calista. William adalah musuh Steven dan tentu saja menjadi musuh Nathan.

"Bukan William yang telah membunuh Anna," ujar Steven.

"Tapi aku," tambahnya."

"Fakta apa lagi ini?" ucap Nathan pelan. Semakin sulit ia percaya.

"Iya, itu, sisi lain dari Steven yang dulu membunuh Anna. Kalian selama ini sudah salah paham tentang William. Dia memang salah karena telah berselingkuh dengan Anna hingga Anna hamil, tapi mereka berdua saling cinta," jelas Calista panjang.

Mendengar penjelasan itu, Nathan membuang napas panjang. Fakta yang sama sekali tidak pernah ia duga sebelumnya. Untung saja, dulu mereka berdua tidak jadi membunuh William. Kalau jadi, Nathan akan menanggung dosa besar karena telah membunuh orang yang tidak bersalah.

÷÷÷

"Kau tidak ada niatan untuk membubarkan komplotan mafia itu?" tanya Calista setelah Nathan keluar dari sana.

Steven mengangkat pundaknya, "Menurutku itu tidak terlalu penting untuk kuurusi."

"Mereka merugikan banyak orang."

"Selama tidak merugikan aku ataupun dirimu, aku tidak peduli."

Calista memutar bola matanya malas. Dikira dunia hanya milik mereka berdua apa?

"Anyways, ada perlu apa kau ke sini?" tanya Steven.

"Apa aku harus memiliki alasan ketika ingin datang ke ruangan kekasihku sendiri?"

Calista tersenyum miring sambil berjalan pelan memutari meja, mendekat pada Steven yang masih duduk di atas kursinya. Steven ikut tersenyum miring. Ia menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, wajahnya mendongak menatap ke arah Calista---pada tubuh dan wajah gadis itu yang selalu terlihat cantik di matanya, sangat cantik malahan.

Tiba-tiba Calista mendudukkan dirinya di atas paha Steven. Duduk menyamping dengan tangan melingkar di leher pria itu.

"Sudah lama kita tidak seintim ini," kata Calista, semakin mendekatkan tubuhnya pada tubuh Steven.

Mata rusanya menumbuk tepat pada iris hazel milik Steven. Dalam. Penuh arti. Terakhir mereka bermesraan adalah sebelum Roxanne masuk rumah sakit, sekitar dua minggu lalu.

"Kau merindukan sentuhanku?" tanya Steven dengan suara berat, terdengar sangat indah di telinga Calista.

Iya, Calista merindukan sentuhan Steven pada tubuhnya, sangat.

"Iya. Dan juga kecupan dari bibirmu," balas Calista seraya mengusap-usap bibir tipis milik pria itu.

Calista mendekatkan wajahnya pada wajah Steven, hendak menciumnya. Namun Steven menahan, membuat Calista melipat dahinya heran. "Kenapa?"

"Jangan di sini, nanti ada yang datang dan mengganggu kita. Di dalam saja." Steven melirik pada pintu yang menuju ruangan pribadinya.

Senyuman kembali terbit di bibir Calista. Berikutnya, ia merasakan tubuhnya terangkat, Steven menggendongnya. Tubuhnya dibawa Steven menuju ruangan itu, ruangan yang dulunya menjadi saksi bisu ungkapan cinta Steven kepada Calista.

Mengingat itu, Calista tertawa dalam hati. Bisa-bisanya Steven menyatakan cinta kepada Calista padahal mereka baru saja kenal. Apalagi saat itu Steven dalam keadaan mabuk, yang mana itu membuat Calista semakin sulit untuk percaya.

Tapi memang benar. Cinta datangnya tiba-tiba, tidak terduga. Juga kita tidak bisa menentukan harus jatuh cinta kepada siapa. Calista yang awalnya menolak Steven mentah-mentah, berjanji pada diri sendiri untuk tidak jatuh dalam genggaman Steven, akhirnya malah sebaliknya. Ia jatuh juga. Jatuh sedalam-dalamnya.

Steven meletakkan tubuh Calista di atas sofa. Menindihnya. Matanya tidak sedetik pun terlepas dari melihat wajah ayu di hadapannya. Lalu dengan cepat ia segera melumat bibir yang selalu ia rindukan itu. Mengecupnya atas-bawah, memperdalam, lalu menggigit.

Setelah beberapa saat, Steven menyudahi ciumannya. Napas keduanya terengah-engah karena ciuman lama tersebut. Mereka memasok oksigen sebanyak-banyaknya, dengan mata yang saling memandang.

"Touch me wherever you want," ujar Calista dengan napas tersengal-sengal.

"Anywhere?" tanya Steven.

"Ye---"

"Sampai ke dalam-dalamnya?"

"No! Hanya bagian atas, oke?"

"Kau tadi bilang bahwa aku boleh menyentuhmu di mana pun aku mau."

"Ralat. Hanya bagian atas. Kalau aku membiarkanmu menyentuhku semaumu, nanti kau keblablasan. Paham?"

Meskipun sedikit kecewa, tetapi Steven tetap mengukir senyuman. Bisa kembali menyentuh dan mencium Calista sudah merupakan anugerah terindah. Sebenarnya ia masih kecewa karena lamarannya belum dijawab sejak saat itu. Namun ia paham kalau Calista tidak mau menerima lamarannya sebelum Roxanne mendapatkan donor jantung. Calista tidak mau menikah dengan Steven sebelum Roxanne sembuh.

"I'll make you scream under my control, Cale."





-


𝐂𝐫𝐚𝐳𝐲 𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐰𝐢𝐭𝐡 𝐂𝐫𝐚𝐳𝐲 𝐁𝐎𝐒𝐒Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin