00. Prologue

486K 19.2K 1.2K
                                    

"Calista Lim, kembali ke sini sekarang juga!"

Suara menuntut Steven bagaikan perintah mutlak yang tidak boleh dibantah oleh siapa pun, termasuk oleh Calista sendiri.

Di tempat duduknya, Steven menyilangkan kakinya sambil bersedekap dada. Punggungnya bersandar pada sandaran kursi kerjanya yang empuk. Tatapannya lurus, mengunci pada satu objek yang kini berdiri di dekat pintu dengan badan panas dingin di sana.

Keinginan Calista untuk keluar dari ruangan ini secepatnya seusai memberikan berkas laporan kepada bosnya itu terpaksa terpendam, karena jika Steven sudah memerintah dengan wajah dinginnya, Calista tidak punya pilihan lain kecuali menurut.

Atau, akibatnya akan sangat fatal jika ia menolak.

Kaki jenjang yang terbalut sepatu hak tinggi itu melangkah, mendekat pada sang dominan yang menatapnya tajam seolah ingin mengulitinya hidup-hidup.

Calista tahu bahwa Steven masih marah. Tapi, tetap saja, Calista tidak salah. Yang salah justru adalah pria itu yang terlalu misterius dan sama sekali tidak tertebak.

Saat sudah berada di dekat Steven, tangan Calista digenggam. Ia ditarik hingga tubuhnya menempel pada tubuh Steven yang masih beraroma harum meskipun telah bekerja seharian.

Steven semakin mendekatkan tubuh Calista ke tubuhnya. Bahkan, kini, tiba-tiba saja tubuh Calista sudah berada di atas tubuh Steven. Ia duduk menyamping di atas paha pria itu. Dan entah sejak kapan kedua tangannya sudah melingkar pada leher Steven, posisi keduanya benar-benar intim sekarang.

Saling pandang dari jarak super dekat. Calista tidak bisa untuk berkedip barang sekali pun ketika wajah sempurna bak pahatan pembuat patung profesional itu berada tepat di hadapannya. Pesona seorang Steven Bennet memang tidak bisa ditolak. Sesering apa pun Calista berteriak di dalam hati, mengingatkan diri untuk tidak jatuh ke dalam genggaman sang atasan, tetap saja, hal itu percuma, yang terjadi justru sebaliknya---Calista jatuh juga.

Steven Bennet berhasil membuat wanita keras kepala seperti dirinya luluh juga.

"Kita ... terlalu dekat."

Akhirnya Calista membuka suara setelah beberapa menit terdiam tak berdaya. Ia bergerak-gerak, mencoba terlepas dan bangkit untuk menjauh dari tubuh pria itu.

Namun Steven tidak mengizinkan. Ia justru memegang pinggang Calista lebih erat.

Setelah puas memandangi wajah Calista yang ketakutan---tapi perempuan itu coba sembunyikan, Steven memiringkan kepalanya untuk kemudian mengecup leher Calista. Menghisapnya. Menciptakan tanda merah di sana.

Calista hanya mendesis. Sebenarnya ia ingin mengeluarkan desahannya, tapi sekuat tenaga ia tahan.

Setelah itu, Steven melepaskan kecupan basahnya itu. Dia kembali menatap Calista dengan lekat.

"Rasanya asin," komentarnya.

"A-aku berkeringat," sahut Calista gugup.

Tanpa diduga, Steven menarik sudut bibirnya, tersenyum samar. Calista jadi merasa sedikit lega setelah senyum kecil terbit di bibir pria itu.

Namun, detik berikutnya, ekspresi Steven berubah dingin lagi. Setelahnya Steven berkata dengan penuh penekanan,

"Kau adalah sekretarisku dan juga kekasihku. Aku berhak atas dirimu."

Calista hanya diam.

Kemudian, dengan arogansi dan kekuasaannya Steven menambahkan,

"Kau akan selalu melakukan apa pun yang aku katakan. Jika tidak, kau tahu kan, konsekuensinya? Aku membenci ketidaktaatan. Aku tidak menyukai pembangkangan. Saat aku memerintahmu untuk tidak terlalu dekat dengan pria lain, kau harus langsung mematuhinya. Apa dimengerti?"

Dengan pelan Calista menjawab, "Ya, dimengerti."

"Bagus. Itu jawaban yang ingin kudengar." Steven mengusap-usap lembut pinggang Calista.

Sempat ragu sejenak, akhirnya Calista memberanikan diri untuk bertanya,

"Kau masih marah sekarang?"

"Aku tidak pernah bisa marah kepadamu lama-lama."

"Jadi?"

"Menurutmu?"

"Kau memaafkanku, kan?" Calista memastikan.

Sebelum menjawab, Steven lebih dulu menciptakan smirk andalannya, "Syarat dan ketentuan berlaku."




-

[31/12/20]

𝐂𝐫𝐚𝐳𝐲 𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐰𝐢𝐭𝐡 𝐂𝐫𝐚𝐳𝐲 𝐁𝐎𝐒𝐒Where stories live. Discover now